Dana ini berbeda dengan anggaran sebesar Rp150 miliar yang sudah siap dicairkan sebelumnya
Rabu, 10 November 2010, 15:30 WIB
Ismoko Widjaya, Suryanta Bakti Susila "Awal November lalu, kami setujui Rp1,9 triliun lebih untuk menambah dana pascabencana," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di gedung DPR, Jakarta, Rabu 10 November 2010.
Menurut Priyo, dana ini berbeda dengan anggaran sebesar Rp150 miliar yang sudah siap dicairkan sebelumnya. Dana Rp1,9 triliun ini bersifat on call alias siap pakai kapanpun dibutuhkan.
"Ya kalau darurat, itu (Rp1,9 triliun) harus diambil. Silakan ambil, ini melengkapi yang Rp150 miliar itu," ujar mantan Ketua Fraksi Golkar ini. Priyo berharap, dana ini bisa membantu bila anggaran penanganan bencana di daerah sudah menipis.
Priyo menekankan, dana ini tidak hanya diperuntukkan bagi tiga wilayah yang baru saja terkena bencana itu. Tetapi juga, wilayah lain yang saat ini membutuhkan dana untuk penanganan pascabencana.
Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Gondo Radityo Gambiro menegaskan DPR, pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih berkonsentrasi pada penanganan pengungsi korban Gunung Merapi. DPR, pemerintah, dan BNPB belum fokus kepada soal ganti rugi, relokasi, dan rehabilitasi.
"Kami belum memikirkan usulan itu, karena situasi masih darurat. DPR, Pemerintah dan BNPB masih tetap fokus pada masalah penanganan pengungsi yang terus bertambah dan radius pengungsian yang semakin diperjauh,” kata Gambiro.
Pimpinan Tim Pengawas DPR Gunung Merapi untuk wilayah Yogyakarta itu menambahkan, dari pantauannya, situasi yang masih labil itu menjadi faktor utama peningkatan konsentrasi petugas pada masalah pengungsian. "Para pengungsi ini terus bergeser, sesuai instruksi petugas dan pemerintah setempat," kata dia.
Menurutnya, setelah Gunung Merapi betul-betul dinyatakan aman oleh yang berwenang, barulah kemudian dipikirkan rehabilitasi dan rekonstruksi pemukiman warga. Termasuk di antaranya relokasi pemukiman.
"Jadi untuk saat ini DPR, Pemerintah dan BNPB belum memikirkan wacana relokasi," kata Gambiro. Alasannya, karena hal itu bukan persoalan mudah karena tidak saja membutuhkan anggaran yang sangat besar, tetapi juga menyangkut kesediaan warga meninggalkan tanah leluhur yang merupakan historis kehidupan warga. (umi)
• VIVAnews
Masukkan Data-Data Anda Di Bawah! Dapatkan Petuah Sukses Secara Berkala - Selamanya GRATIS! :-)
0 komentar:
Posting Komentar