Oleh: Undang A. Halim
“Akhir tahun, bonus, piknik, belanja, harga diskon, sale.. sale... sale!,” kata-kata itulah yang paling akrab di telinga kita menjelang akhir tahun. Tentunya selain acara Natalan untuk yang merayakannya.
Ya, teropong penulis ingin difokuskan ke acara belanja dengan harga diskon yang selalu meriah ini.
Harga diskon adalah senjata utama para peritel. Dengan makin membludaknya toko eceran saat ini, persaingan semakin ketat—terjadi adu balap hipermarket di mana mana—menyebabkan semua peritel harus mengeluarkan jurus ampuhnya masing-masing. Kalau tidak, kuburan menantinya. Sehingga promosi itu sudah menjadi keharusan.
Harga Diskon adalah yang paling umum dijadikan senjata, dan yang untung adalah konsumen, bisa pilih sana, pilih sini, yang paling murah.
Masalahnya adalah, apakah diskon itu benar-benar murni potongan harga atau polesan saja atau sekedar tipu-tipu pedagang. Jawabannya bisa semuanya benar. Itu sebabnya pembeli harus kenal betul, mana diskon murni, mana diskon aspal, dan mana diskon jadi-jadian.
Peritel itu mempunyai banyak cara untuk menggemukkan kas depositonya. Dan itu memang wajar, sebagai perusahaan, ya cari untung. Salah satu caranya adalah teknik subsidi silang atau price leader, bahasa sononya. Ada satu atau beberapa barang yang harganya dibanting, alias diturunkan harganya, kalau perlu sampai mentok harga modal.
Perusahaan rugi? Ya, jelas rugi untuk produk yang satu itu (misalnya sepatu). Tapi pembeli biasanya tidak hanya membeli sepatu itu saja, tapi juga belanja barang lainnya. Dan biasanya barang lainnya itu lebih banyak kuantitas rupiahnya dibanding barang yang dipromosikan tadi.
Singkatnya, mereka rugi untuk satu produk sepatu itu, tapi ditutup oleh keuntungan dari prnjualan barang-barang lainnya yang margin keuntungannya standar atau lebih tinggi. Dan ini biasanya secara akumulatif akan lebih menguntungkan, karena volume penjualan toko itu semakin tinggi.
Jadi barang price leader itu sebetulnya hanya “pemancing” saja, untuk meningkatkan traffic pengunjung, supaya konsumen makin banyak berdatangan ke tokonya. Ada pembeli yang militant, dia hanya belanja barang price leader itu saja ke setiap toko, dengan harga murah atau murah sekali. Sangat menguntungkan, kalau barangnya memang dibutuhkan, atau memang dibeli untuk dijual lagi.
Sayang sekali, atau untung sekali (buat toko), sebab konsumen umumnya selain membeli barang promosi, juga barang-barang lainnya yang tidak di “harga promosi”, kan? Maka margin yang tekor bisa ditutupi dari penjualan produk lainnya itu.
Keuntungan lain buat toko adalah, “menjebak” konsumen yang suka membeli secara impulsif, tanpa perencanaan. Dari rumah tak berniat membeli barang itu, tapi karena lagi promosi dan kelihatannya murah, menarik, maka disabet juga padahal barang itu tak diperlukan benar, dan duit di kantong tak siap untuk membeli barang itu. Akhirnya, ya ngutang...pakai kartu kredit. Padahal kadang-kadang barang itu baru dipakai setelah lewat setahun, atau malah kelupaan karena nyelip di lemari. Wah...! Masih ada barang lain yang dijual murah karena berbagai alasan. Barang bagus, tapi modelnya sudah out of date misalnya, juga dijual secara diskon. Besarnya bervariasi tergantung umur barang itu, biasanya 10% hingga 80%. Bagi orang yang tak terlalu care dengan mode, ini adalah lahan empuk, pesta barang murah.
Ada juga barang over stock (kelebihan produksi) dari pabrikan atau barang bekas display di toko yang kadang-kadang ada yang cacat kecil. Daripada ditumpuk di gudang, pabrik atau toko biasanya lebih memilih mengobralnya.
Yang perlu diingat adalah, hati-hati dengan barang sedikit cacat atau tak sempurna atau barang BS. Cermati saja. Kalau diskonnya 60% misalnya, sebanding tidak dengan cacatnya? Kalau cacatnya tak seberapa, lubang kancingnya tak simetris misalnya, dan kitanya cuek bebek, ya ambillah.
Nah, itu tadi adalah beberapa jenis promosi yang memang benar-benar potongan harga. Ada jenis promosi lainnya? Tentu saja banyak variasinya.
Penawaran promo memang bervariasi. Semua dibuat secara unik untuk memberikan kesan nilainya lebih besar. Terkadang berkesan bombastis! Coba saja cermati penawaran di bawah ini:
“Diskon besar minggu ini, 40% plus 50%!”
Bunyinya diatur sedemikian rupa supaya membuat kesan diskon sebesar 90%. Wow! Silahkan hitung lagi. Itu kan ternyata “hanya” diskon sebesar 70% karena diskon tambahan yang 50% itu adalah 50% dari sisa harga jual dikurangi diskon pertama, bukan 50% dari harga jual awal. Dengan hitungan yang sama, diskon 30% plus 60% itu riilnya hanya 72%.
Ya, memang angkanya besar sih. Tapi masih perlu dicermati, apakah harga ecerannya sama dengan harga regular? Tidak dinaikkan dulu seperti banyak dicurigai orang? Atau ini barang over stock, barang cacat? Di sinilah kuncinya.
Jenis lain promosi adalah, menawarkan diskon yang “mahabesar”, apakah itu 50%, 60% atau 70%. Apakah ini semua diskon betulan? Ataukah, lagi-lagi, ini hanya diskon rekayasa?
Untuk mengetahui jawabannya, sebaiknya kita melakukan pengamatan dahulu. Promosi dengan diskon yang sangat besar itu ada beberapa kemungkinan. Pertama, barang yang dijual adalah barang sisa stok lama atau barang BS atau sedikit cacat.
Kedua, mungkin tokonya mau tutup. Biasanya mereka akan cuci gudang dulu biar barangnya habis.
Ketiga, itu hanya diskon rekayasa, artinya “harga jual eceran”-nya palsu, jadi diskonnya kelihatan besar sekali.
Kalau produk diskon itu jumlahnya banyak, berderet-deret raknya, kualitas barangnya juga baru semua (bukan barang lama), dijual dengan diskon 60% atau lebih, itu hampir pasti diskon rekayasa. Margin barang fashion seperti itu biasanya sekitar 30%. Artinya, kalau didiskon 60% mereka rugi 30%. Rumus mana yang dipakai? Paling-paling ya harga jualnya palsu atau dinaikkan dulu.
Nah, amati saja pengunjung yang lewat di sana. Jika mereka ramai-ramai mengeroyok rak barang, itu berarti diskonnya mungkin OK. Tapi kalau para pengunjung yang lewat hanya cuek saja, cuma sedikit menoleh, atau bahkan mencibir sinis, itu tandanya sebaiknya lupakan saja diskon itu. Diskon itu mungkin “aspal”.
Harga diskon untuk barang elektronik, harus dicermati lebih teliti kualitasnya. Kadang toko mengobral TV dengan harga diskon 50%. Tapi biasanya suka diberi catatan ”Barang ex display,” itu tuh barang yang suka di-“on”-kan tiap hari. Anda tak kan tahu, sudah berapa lama barang itu dioperasikan setiap hari non stop. Jadi, membeli barang beginian mah harus ditemani kawan yang mengerti teknisnya, supaya tak terkecoh.
Untuk barang baru, tanya dulu ada garansinya tidak? Kalau ada, tanyakan dari perusahaan mana? Kalau perusahaan penggaransinya berbeda dengan si agen, kita harus lebih hati-hati. Ini perlu diketahui karena saat ini ada istilah black market. Digunakan untuk produk yang diimpor oleh perusahaan bukan agen resminya di Indonesia.
Mereka mengimport barang seperti tv, video, telepon genggam, dll secara gelap, tentunya dengan biaya lebih murah. Tapi konsekuensinya pelayanan purna jualnya belum tentu bisa segampang di agen resmi, karena mereka menangani sendiri urusan garansi dengan cara menunjuk perusahaan lainnya, berfungsi sebagai tukang service.
Yah, yang namanya tak resmi biasanya untung-untungan juga, kadang bagus servisnya, tapi kadang bermasalah. Tinggal kembali ke konsumennya, bila menginginkan harga yang lebih murah tapi garansinya “semoga bagus”, ya ambillah. Tapi kalau mau tidur lebih tenang, ambil saja yang keluaran agen resmi dengan harga standar, alias lebih mahalan.
Itulah beberapa contoh penjualan dengan harga diskon.
Untuk yang hobi berbelanja, silahkan simak beberapa tip di bawah ini.
• Sisihkan bonus atau THR Anda untuk membereskan aneka jenis utang dahulu, lalu berinvestasilah seperti untuk deposito, reksadana, asuransi dll. (Silahkan baca buku-buku karya Safir Senduk misalnya, dan ahli perencanan keuangan lainnya).
• Tentukan dulu, berapa budget untuk membeli barang yang dibutuhkan. Pegang angka ini dengan ketat.
• Selalu prioritaskan membeli barang kebutuhan utama dahulu, untuk menghindari pembelian tanpa direncanakan, karena tergiur promosi.
• Belilah barang promosi yang memang dibutuhkan. Jangan belanja karena menuruti perasaan kita saja sewaktu jalan-jalan keliling di toko (impulsif).
• Hati-hati membeli barang yang ada di sekeliling (di dekat) barang promosi yang mungkin marginnya terlalu tinggi.
• Periksa dulu barangnya, apakah betul-betul baru atau barang lama yang di clearance. Atau bisa juga tak ada Kartu garansinya.
• Untuk barang-barang tertentu, tanyakanlah ada jasa antaran atau tidak?
• Jangan membeli secara kredit kalau mampu membeli tunai.
• Sebaiknya lihat juga toko lainnya untuk membandingkan harga, terutama untuk barang baru yang tak kita kenal benar. Apakah betul-betul diskon besar?
• Jangan terlalu tergiur dengan tawaran “Harga murah! Ini hari terakhir...!”
• Hati-hati dengan masa kedaluarsa yang sudah mepet, untuk barang diskon produk makanan.
Selamat berbelanja, dengan harga murah dan aman![uah]
* Undang A. Halim adalah konsultan dan praktisi retail. Bukunya tentang cara belanja cerdas sedang dalam proses penerbitan. Ia dapat dihubungi di: ddanks@indosat.net.id
“Akhir tahun, bonus, piknik, belanja, harga diskon, sale.. sale... sale!,” kata-kata itulah yang paling akrab di telinga kita menjelang akhir tahun. Tentunya selain acara Natalan untuk yang merayakannya.
Ya, teropong penulis ingin difokuskan ke acara belanja dengan harga diskon yang selalu meriah ini.
Harga diskon adalah senjata utama para peritel. Dengan makin membludaknya toko eceran saat ini, persaingan semakin ketat—terjadi adu balap hipermarket di mana mana—menyebabkan semua peritel harus mengeluarkan jurus ampuhnya masing-masing. Kalau tidak, kuburan menantinya. Sehingga promosi itu sudah menjadi keharusan.
Harga Diskon adalah yang paling umum dijadikan senjata, dan yang untung adalah konsumen, bisa pilih sana, pilih sini, yang paling murah.
Masalahnya adalah, apakah diskon itu benar-benar murni potongan harga atau polesan saja atau sekedar tipu-tipu pedagang. Jawabannya bisa semuanya benar. Itu sebabnya pembeli harus kenal betul, mana diskon murni, mana diskon aspal, dan mana diskon jadi-jadian.
Peritel itu mempunyai banyak cara untuk menggemukkan kas depositonya. Dan itu memang wajar, sebagai perusahaan, ya cari untung. Salah satu caranya adalah teknik subsidi silang atau price leader, bahasa sononya. Ada satu atau beberapa barang yang harganya dibanting, alias diturunkan harganya, kalau perlu sampai mentok harga modal.
Perusahaan rugi? Ya, jelas rugi untuk produk yang satu itu (misalnya sepatu). Tapi pembeli biasanya tidak hanya membeli sepatu itu saja, tapi juga belanja barang lainnya. Dan biasanya barang lainnya itu lebih banyak kuantitas rupiahnya dibanding barang yang dipromosikan tadi.
Singkatnya, mereka rugi untuk satu produk sepatu itu, tapi ditutup oleh keuntungan dari prnjualan barang-barang lainnya yang margin keuntungannya standar atau lebih tinggi. Dan ini biasanya secara akumulatif akan lebih menguntungkan, karena volume penjualan toko itu semakin tinggi.
Jadi barang price leader itu sebetulnya hanya “pemancing” saja, untuk meningkatkan traffic pengunjung, supaya konsumen makin banyak berdatangan ke tokonya. Ada pembeli yang militant, dia hanya belanja barang price leader itu saja ke setiap toko, dengan harga murah atau murah sekali. Sangat menguntungkan, kalau barangnya memang dibutuhkan, atau memang dibeli untuk dijual lagi.
Sayang sekali, atau untung sekali (buat toko), sebab konsumen umumnya selain membeli barang promosi, juga barang-barang lainnya yang tidak di “harga promosi”, kan? Maka margin yang tekor bisa ditutupi dari penjualan produk lainnya itu.
Keuntungan lain buat toko adalah, “menjebak” konsumen yang suka membeli secara impulsif, tanpa perencanaan. Dari rumah tak berniat membeli barang itu, tapi karena lagi promosi dan kelihatannya murah, menarik, maka disabet juga padahal barang itu tak diperlukan benar, dan duit di kantong tak siap untuk membeli barang itu. Akhirnya, ya ngutang...pakai kartu kredit. Padahal kadang-kadang barang itu baru dipakai setelah lewat setahun, atau malah kelupaan karena nyelip di lemari. Wah...! Masih ada barang lain yang dijual murah karena berbagai alasan. Barang bagus, tapi modelnya sudah out of date misalnya, juga dijual secara diskon. Besarnya bervariasi tergantung umur barang itu, biasanya 10% hingga 80%. Bagi orang yang tak terlalu care dengan mode, ini adalah lahan empuk, pesta barang murah.
Ada juga barang over stock (kelebihan produksi) dari pabrikan atau barang bekas display di toko yang kadang-kadang ada yang cacat kecil. Daripada ditumpuk di gudang, pabrik atau toko biasanya lebih memilih mengobralnya.
Yang perlu diingat adalah, hati-hati dengan barang sedikit cacat atau tak sempurna atau barang BS. Cermati saja. Kalau diskonnya 60% misalnya, sebanding tidak dengan cacatnya? Kalau cacatnya tak seberapa, lubang kancingnya tak simetris misalnya, dan kitanya cuek bebek, ya ambillah.
Nah, itu tadi adalah beberapa jenis promosi yang memang benar-benar potongan harga. Ada jenis promosi lainnya? Tentu saja banyak variasinya.
Penawaran promo memang bervariasi. Semua dibuat secara unik untuk memberikan kesan nilainya lebih besar. Terkadang berkesan bombastis! Coba saja cermati penawaran di bawah ini:
“Diskon besar minggu ini, 40% plus 50%!”
Bunyinya diatur sedemikian rupa supaya membuat kesan diskon sebesar 90%. Wow! Silahkan hitung lagi. Itu kan ternyata “hanya” diskon sebesar 70% karena diskon tambahan yang 50% itu adalah 50% dari sisa harga jual dikurangi diskon pertama, bukan 50% dari harga jual awal. Dengan hitungan yang sama, diskon 30% plus 60% itu riilnya hanya 72%.
Ya, memang angkanya besar sih. Tapi masih perlu dicermati, apakah harga ecerannya sama dengan harga regular? Tidak dinaikkan dulu seperti banyak dicurigai orang? Atau ini barang over stock, barang cacat? Di sinilah kuncinya.
Jenis lain promosi adalah, menawarkan diskon yang “mahabesar”, apakah itu 50%, 60% atau 70%. Apakah ini semua diskon betulan? Ataukah, lagi-lagi, ini hanya diskon rekayasa?
Untuk mengetahui jawabannya, sebaiknya kita melakukan pengamatan dahulu. Promosi dengan diskon yang sangat besar itu ada beberapa kemungkinan. Pertama, barang yang dijual adalah barang sisa stok lama atau barang BS atau sedikit cacat.
Kedua, mungkin tokonya mau tutup. Biasanya mereka akan cuci gudang dulu biar barangnya habis.
Ketiga, itu hanya diskon rekayasa, artinya “harga jual eceran”-nya palsu, jadi diskonnya kelihatan besar sekali.
Kalau produk diskon itu jumlahnya banyak, berderet-deret raknya, kualitas barangnya juga baru semua (bukan barang lama), dijual dengan diskon 60% atau lebih, itu hampir pasti diskon rekayasa. Margin barang fashion seperti itu biasanya sekitar 30%. Artinya, kalau didiskon 60% mereka rugi 30%. Rumus mana yang dipakai? Paling-paling ya harga jualnya palsu atau dinaikkan dulu.
Nah, amati saja pengunjung yang lewat di sana. Jika mereka ramai-ramai mengeroyok rak barang, itu berarti diskonnya mungkin OK. Tapi kalau para pengunjung yang lewat hanya cuek saja, cuma sedikit menoleh, atau bahkan mencibir sinis, itu tandanya sebaiknya lupakan saja diskon itu. Diskon itu mungkin “aspal”.
Harga diskon untuk barang elektronik, harus dicermati lebih teliti kualitasnya. Kadang toko mengobral TV dengan harga diskon 50%. Tapi biasanya suka diberi catatan ”Barang ex display,” itu tuh barang yang suka di-“on”-kan tiap hari. Anda tak kan tahu, sudah berapa lama barang itu dioperasikan setiap hari non stop. Jadi, membeli barang beginian mah harus ditemani kawan yang mengerti teknisnya, supaya tak terkecoh.
Untuk barang baru, tanya dulu ada garansinya tidak? Kalau ada, tanyakan dari perusahaan mana? Kalau perusahaan penggaransinya berbeda dengan si agen, kita harus lebih hati-hati. Ini perlu diketahui karena saat ini ada istilah black market. Digunakan untuk produk yang diimpor oleh perusahaan bukan agen resminya di Indonesia.
Mereka mengimport barang seperti tv, video, telepon genggam, dll secara gelap, tentunya dengan biaya lebih murah. Tapi konsekuensinya pelayanan purna jualnya belum tentu bisa segampang di agen resmi, karena mereka menangani sendiri urusan garansi dengan cara menunjuk perusahaan lainnya, berfungsi sebagai tukang service.
Yah, yang namanya tak resmi biasanya untung-untungan juga, kadang bagus servisnya, tapi kadang bermasalah. Tinggal kembali ke konsumennya, bila menginginkan harga yang lebih murah tapi garansinya “semoga bagus”, ya ambillah. Tapi kalau mau tidur lebih tenang, ambil saja yang keluaran agen resmi dengan harga standar, alias lebih mahalan.
Itulah beberapa contoh penjualan dengan harga diskon.
Untuk yang hobi berbelanja, silahkan simak beberapa tip di bawah ini.
• Sisihkan bonus atau THR Anda untuk membereskan aneka jenis utang dahulu, lalu berinvestasilah seperti untuk deposito, reksadana, asuransi dll. (Silahkan baca buku-buku karya Safir Senduk misalnya, dan ahli perencanan keuangan lainnya).
• Tentukan dulu, berapa budget untuk membeli barang yang dibutuhkan. Pegang angka ini dengan ketat.
• Selalu prioritaskan membeli barang kebutuhan utama dahulu, untuk menghindari pembelian tanpa direncanakan, karena tergiur promosi.
• Belilah barang promosi yang memang dibutuhkan. Jangan belanja karena menuruti perasaan kita saja sewaktu jalan-jalan keliling di toko (impulsif).
• Hati-hati membeli barang yang ada di sekeliling (di dekat) barang promosi yang mungkin marginnya terlalu tinggi.
• Periksa dulu barangnya, apakah betul-betul baru atau barang lama yang di clearance. Atau bisa juga tak ada Kartu garansinya.
• Untuk barang-barang tertentu, tanyakanlah ada jasa antaran atau tidak?
• Jangan membeli secara kredit kalau mampu membeli tunai.
• Sebaiknya lihat juga toko lainnya untuk membandingkan harga, terutama untuk barang baru yang tak kita kenal benar. Apakah betul-betul diskon besar?
• Jangan terlalu tergiur dengan tawaran “Harga murah! Ini hari terakhir...!”
• Hati-hati dengan masa kedaluarsa yang sudah mepet, untuk barang diskon produk makanan.
Selamat berbelanja, dengan harga murah dan aman![uah]
* Undang A. Halim adalah konsultan dan praktisi retail. Bukunya tentang cara belanja cerdas sedang dalam proses penerbitan. Ia dapat dihubungi di: ddanks@indosat.net.id