toko-delta.blogspot.com

menu

instanx

Tampilkan postingan dengan label eni kusuma. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label eni kusuma. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 November 2008

Eni Kusuma: Belajar adalah Hak Saya!!! -







Profesi sebagai pembantu rumah tangga atau TKW di negeri orang, sering dipandang sebelah mata. Sekalipun, mereka adalah penyumbang devisa negara yang tidak bisa disepelekan jumlahnya. Mereka punya peran untuk keluarga maupun bangsanya, walau penghargaan maupun perlindungan terhadap mereka sangatlah minim. Tak heran jika yang sering kita dengar adalah kisah-kisah pilu tentang tidak berdayanya para TKW ini.

Namun, Eni Kusuma, membalikkan semua pandangan tersebut. Enam tahun menjalani profesi sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong, Eni berhasil pulang dengan membawa sesuatu. Bukan harta yang berlimpah, tetapi sebuah hasil proses pembelajaran yang sangat menakjubkan. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pembantu rumah tangga, ia berhasil mengasah bakat menulisnya dan bergaul dengan komunitas yang lebih luas melalui internet.

Lulusan sebuah SMA di Banyuwangi, Jawa Timur, ini pun aktif di sejumlah mailing list penulisan. Di sana keterampilannya berkembang pesat dan ia mulai bergaul dengan sejumlah penulis sukses. Artikel-artikelnya pun tersebar dan semakin diapresiasi oleh khalayak. Sejumlah artikel motivasinya juga berhasil dimuat di situs motivasi dan pengembangan diri terpopuler, Pembelajar.com. Dari situlah akhirnya pada April ini Eni berhasil meluncurkan sebuah buku motivasi berjudul Anda Luar Biasa!!! (Fivestar, 2007).

Di Indonesia atau bahkan dunia, mungkin Anda Luar Biasa!!! adalah buku motivasi pertama yang ditulis oleh seorang pembantu rumah tangga. Dan, tak tanggung-tanggung, buku ini juga dikomentari oleh tak kurang dari 27 penulis, motivator, tokoh, atau aktivis yang punya nama. Mungkin, semua ini merupakan bentuk apresiasi atas semangat dan kemauan belajar penulisnya yang benar-benar menyentuh hati.

Eni yang kini berusia 30 tahun, terus belajar mengasah kemampuan menulisnya. Ia juga mulai membagikan semangatnya melalui forum-forum seminar, diskusi, serta talk show di radio-radio. Sasaran yang sedang dia bidik adalah seminar di berbagai kampus untuk menyemangati para mahasiswa atau generasi muda umumnya. Berikut adalah wawancara Edy Zaqeus dari Pembelajar.com dengan Eni Kusuma melalui email akhir Maret 2007 lalu.

Bagaimana perasaan Anda setelah buku pertama Anda terbit?
Berbunga-bunga. Ada mawar, anggrek, tulip, dan enceng gondok...he he he.

Bagaimana ceritanya sampai akhirnya Anda bisa menulis sebuah buku motivasi?
Awal cerita dari sebuah dream saya yang ingin diakui secara intelektual. Mulanya masih kabur. Sama halnya dengan seorang gadis yang bermimpi tentang pangeran pujaannya. Masih kabur. Namun, setelah bertemu dengan pria yang mendekatinya secara nyata, lama-lama bayangan itu semakin jelas. Karena dream saya masih kabur, awalnya saya belajar membuat naskah novel, cerpen, dan puisi. Ketika saya posting di milis kepenulisan yang saya ikuti bernama Kossta—milis untuk para TKW di Hongkong yang suka nulis—karya-karya saya banyak yang mengomentari. Setelah saya amati, saya rasa menjadi komentator itu lebih cerdas dan elegan. Maka saya BELEJAR "berkarier" di jalur ini. Banyak yang skeptis: "Who's talking? Emangnya Eni itu siapa?" Namun, seorang guru dan senior saya nekat mengirimi saya buku Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller, karya Edy Zaqeus. Mungkin, biar "kegilaan" saya semakin terasah.
Dari situ saya mengenal Pembelajar.com. “Korban” komentar saya yang pertama adalah artikel Jennie S. Bev, si penulis buku Rahasia Sukses Terbesar. Jennie adalah penulis wanita yang sukses di negeri Paman Sam. Dia terkenal karena menulis. Kenapa saya komentari dia? Karena saya ingin "dilihat". Inilah awal saya membuat artikel-artikel "motivasi"—yang istilahnya saja baru saya dengar setelah bergaul dengan komunitas Pembelajar.com.
Dengan diterbitkannya buku Anda Luar Biasa!!! ini, maka dream saya semakin jelas. Berapa banyak sih, orang yang "kenyataannya" sesuai dengan mimpinya? Saya mendapatkannya hanya dengan kerja keras dan kerja cerdas. Tanpa perlu menodongkan senjata tumpul kepada para intelektual supaya mereka mengakui kemampuan saya. Cieeee....

Pada waktu menyusun buku ini, Anda masih berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di Hongkong. Bagaimana bisa Anda meluangkan waktu untuk menulis?
Bisa. Saya memanfaatkan segala kesempatan di antara kesempitan. Saya mengalokasikan waktu satu jam sebelum tidur malam untuk menulis dengan tangan. Lalu, di saat libur tiba, saya ketik di komputer. Biasanya saya ngetik di perpustakaan, kantor pos, dan pusat perbelanjaan yang memberikan pelayanan internet gratis. Saya juga bisa akses internet di saat-saat menunggu anak asuh saya les. Atau, ketika saya belanja ke pasar.

Selama ini, pembantu rumah tangga selalu dikonotasikan sebagai orang tidak berpendidikan, minim keterampilan, dan hidup tanpa harapan dengan gaji yang sangat rendah. Pandangan Anda?
Saya tidak pernah memandang orang dari profesinya. Profesi hanya sementara. Sebagai batu loncatan saja untuk mendaki ke profesi yang lain yang lebih baik. Saya hanya memandang orang dari "kemauannya untuk belajar". Siapa pun dia! Meskipun dia seorang pejabat, anggota dewan yang terhormat, pembantu, pemulung, tukang kayu, dan tukang sapu jalan. Jika tidak mau BELAJAR, maka mereka termasuk yang tidak berpendidikan.
Banyak orang-orang dari profesi "terhormat" yang merugikan orang lain dan negara. Sebaliknya, tidak sedikit orang-orang dari profesi "rendahan" yang berguna bagi orang lain dan negara. Kami, para pembantu, tertawa saja melihat ulah birokrasi yang merugikan dan mempersulit kami. Padahal, semuanya bisa dipermudah. Atau sebagai orang miskin, kami geli dengan anggota dewan yang terhormat, protes atau demo karena diminta untuk mengembalikan uang rapelan.
Sekarang jelas bukan, siapa yang berpendidikan apa? Siapa yang lebih miskin? Siapa yang merasa lebih "rendah" gajinya? Saya justru termasuk pembantu dengan nomor urut ke sekian dari sekian banyak senior saya yang sukses menjadi pengusaha, wartawan, penulis, pengajar, investor, dll. Karena, mereka punya dream dan mau BELAJAR.

Apa komentar majikan Anda ketika Anda menulis artikel di website, hingga kemudian bisa jadi naskah buku?
Awalnya senang dan mendukung banget. Dan ini saya ceritakan dalam buku saya itu. Tapi, lama-kelamaan dia "uring-uringan". Yang saya kerjakan selalu salah. Dan, dia sering mengada-ada dalam memberikan perintah. Supaya "tenang", saya bilang padanya kalau saya sudah berhenti menulis. Lalu, saya melakukan aktivitas ini dengan sembunyi-sembunyi. Mungkin, dia takut saya akan menomorduakan tugas utama saya sebagai pembantu.
Tiba-tiba saya sadar dengan apa yang terjadi. Kesalahan terbesar saya soal aktivitas menulis saya ini adalah "kejujuran". Sama halnya dengan seorang pria yang diinterogasi dan dituduh selingkuh. Kesalahan terbesarnya adalah "kejujuran". Jadi, majikan saya tidak tahu tentang buku saya ini. Tapi, kami sering SMS-an sampai sekarang. Saya ingin mengirim buku ini padanya nanti. Meski dia tidak bisa baca tulisan Indonesia.

Sebenarnya, apa motivasi Anda menulis buku dengan judul Anda Luar Biasa!!! ini?
Saya ingin membuktikan bahwa hambatan apa pun bisa ditaklukkan. Asal, kita sadar akan keluarbiasaan potensi diri kita dalam mewujudkan dream kita. Yang membedakan manusia dari makhluk lainnya kan dream? Dan, dream milik semua orang. Dari segala macam profesi dan latar belakang. Saya berani bermimpi, bagaimana dengan Anda semua?

Kalangan mana saja yang ingin Anda sentuh dengan buku ini?
Semua kalangan yang bisa baca. Tanpa terkecuali. Dari semua profesi dan latar belakang. Seperti, para pembantu yang ada di dalam dan luar negeri. Atau, calon pembantu yang berada di yayasan-yayasan pengerah pembantu dan baby sitter. Juga mereka yang berada di PJTKI-PJTKI. Pemulung sampah Indonesia, asongan, tukang antar koran, guru, dosen, mahasiswa, pelajar, pejabat, anggota dewan yang terhormat, dll. Semua pribadi dari yang "acak adul" sampai pribadi yang terkendali. Pribadi yang "acak adul", seperti mereka yang belum dipenjara, akan dipenjara, sedang dipenjara, dan sudah dipenjara atau mantan narapidana. Semua saya sentuh.

Anda “hanya” lulusan SMA, sementara—dari komentar-komentar untuk buku Anda—tampak sekali bahwa Anda sangat cerdas dan berbakat. Bagaimana Anda mendapatkan semua itu?
Saya? Sangat? Cerdas dan berbakat? Salah tingkah saya....Eni salah tingkah.... Lipatan-lipatan otak kita—yang diciptakan oleh Yang Maha Cerdas—tidak terbentuk dengan sendirinya. Lipatan-lipatan itu terbentuk karena seringnya otak diajak berpikir dan menganalisis tentang hal-hal yang bermutu dan penuh makna. Semakin terlatih, semakin berkembang, dan semakin banyak lipatannya. Dan, cerdas hanyalah efek. Bakat apalagi. Cerdas secara emosional, intelektual, maupun spiritual.
Saya mendapatkannya, atau melatihnya, dengan membaca kitab suci. Makna dalam kitab suci adalah makanan jiwa yang sangat bergizi. Sedangkan buku-buku bermutu lain—baik yang saya pulung dari sampah bacaan, beli sendiri, pinjam, maupun dikasih oleh orang-orang tercinta—adalah pelengkap untuk menambah pengetahuan. Sementara, tingkah laku atau perilaku orang-orang di sekitar adalah sarana pembelajaran saya untuk menambah wawasan. Dari sanalah saya belajar.

Kabarnya waktu kecil Anda gagap bicara?
Saya jadi tersipu pilu nih... Ini kabar yang kurang berwibawa... Bukan hanya gagap akut. Selain kurang gizi dan ASI, berbagai penyakit kulit juga sempat jadi sahabat karib saya di waktu kecil. Kurap, kudis, jamur, dan gatal-gatal. Tanyalah pada orang-orang terdekat saya. Pasti mereka akan menjelaskan dengan sangat antusias. Sebenarnya, ini kurang elegan untuk dijadikan pesona, apalagi untuk mem-branding saya. Tapi, mungkin ini akan menjadi salah satu faktor keluarbiasaan diri saya...he he he....
Sebenarnya, gagap itu masalah psikis. Kondisi saya yang terlahir dari ortu yang "acak adul" secara emosi menjadikan saya gagap bicara, minder, tertutup, sekaligus cuek hingga remaja. Dan miskin adalah efeknya. Lima tahun lagi dalam kondisi yang sama, saya mungkin bisa menguasai 70 bahasa dari sepuluh negara dalam waktu bersamaan he he he.... Tragis memang! Setahu saya, dalam speech therapy ada dua mcam gagap, yaitu stuttering dan stammering. Stuttering adalah gagap atau kesulitan saat akan mulai bicara. Sedangkan stammering adalah gagap atau kesulitan saat akan mengakhiri suatu kalimat. Saya menderita stuttering ini.
Saya kerap mendapati kondisi rumah, berubah seperti menjadi ruang penyiksaan tawanan perang oleh “tentara” dari “sekte aliran sesat” ha ha ha.... Dan, jika kami, anak-anaknya, tidak menghindar, kami tentu akan menjadi objeknya. Saya masih belum tahu, apakah cacat pendengaran kakak perempuan pertama saya itu karena efek beruntun dari ritual tersebut. Terkadang, orangtua saya sangat dewasa dan bijaksana. Makanya, saya betah diskusi dengan ayahanda saya. Terkadang juga, mereka dapat menjadi pasangan “tentara gila” yang percaya ada sekawanan “serigala” dari planet lain, yang akan mengobrak-abrik wilayah kekuasaannya.
Saya menerapi diri saya sendiri. Saya memaklumi dan memaafkan mereka yang saya kasihi. Sehingga, secara bertahap pun saya mulai sembuh. Meski kadang agak terasa mengganggu jika bicara. Namun, secara umum tidak ada masalah dengan cara bicara saya sekarang. Pesan saya, berkembang dan bertumbuhlah dengan terus belajar. Itu supaya kita mendapat jiwa yang kuat dan emosi yang sehat, demi anak-anak kita, generasi yang akan datang, demi mewujudkan "Indonesia Bebas Gagap Bicara!"

Anda juga suka memulung sampah-sampah bacaan?
Sebenarnya, ini juga hal yang "aneh" untuk dijadikan pesona he he he.... Saya memang suka membaca. Berhubung tidak ada fasilitas bacaan untuk dibaca, maka sampah-sampah bacaan dari potongan-potongan buku, koran bekas, atau kartu motivasi Harvest di TPA menjadi “korban” saya. Kegitan saya sepulang sekolah memang memulung sampah. Setelah itu berangkat ngaji di surau.

Sekarang setelah kembali ke Indonesia, apa yang ingin Anda lakukan?
Belajar banyak hal. Sekarang lagi aktif menulis dan belajar menulis skenario. Dalam kesempatan ini saya hendak meminta kepada para penulis skenario profesional. Buatlah cerita yang masuk akal, mencerdaskan, dan memotivasi! Energi yang muncul dari cerita yang memotivasi pasti akan sangat dahsyat efeknya bagi perkembangan kualitas mental pemirsa. Jangan bikin yang sebaliknya. Karena, energi negatif dari suatu cerita yang sebaliknya, akan berdampak sama pula. Saya juga siap sharing kepada siapa saja.
Oya, seratus persen dari penjualan buku Anda Luar Biasa!!! ini akan masuk ke rekening yayasan Eni Kusuma Foundation, yang ingin saya dirikan untuk memberi pendidikan anak-anak miskin. Ini mimpi terbesar saya. Semoga. Tuhan memberkati kita semua. By the way, saya juga berkeinginan, suatu saat nanti saya diberi kesempatan berada di antara para anggota dewan yang terhormat. Sebenarnya, ada apa sih antara pemerintah dengan kondisi Indonesia saat ini?

Apa yang ingin Anda serukan kepada para pembantu rumah tangga di seluruh Indonesia, bahkan mungkin dunia?
Pesan saya, jadilah pembantu yang profesional. Bekerjalah sambil belajar. Dan, belajarlah dari orang-orang sukses. Untuk mempercepat, jangan belajar dari orang-orang “kebanyakan”. Banyaklah melihat dunia dengan membaca. Pembantu adalah profesi yang sangat terhormat, tanpa tanda kutip! Pembantu adalah profesi yang "kaya". Karena, itu profesi yang melambangkan kesabaran. Kesabaran adalah ibu dari kesuksesan. Pembantu yang baik adalah tangan Tuhan yang penuh dengan pengabdian. Beranilah bermimpi dan wujudkanlah apa yang kalian inginkan. Bukalah pikiran. Tuhan Memberkati.

Seruan Anda bagi generasi muda kita, terutama para mahasiswa?
Untuk para generasi muda, terutama untuk para mahasiswa, kendalikan emosimu! Banyaklah membaca dan belajar! Kenali minatmu sedini mungkin! Carilah mentor! Jika perlu, jadilah orang suruhan dari orang sukses di bidang yang engkau minati! Serap ilmunya! Bekerja samalah dan jual ide kamu pada mereka! Jangan pernah menyerah! Dan, sukses hanyalah efek! Tuhan memberkati!

Siapa guru-guru Anda dalam sekolah kehidupan ini?
Guru dari semua guru saya dalam sekolah kehidupan ini adalah Tuhan Yang Menciptakan Kehidupan ini. Dan, guru-guru saya yang lain adalah semua pribadi yang bijaksana. Saya ingin menjadi bijaksana seperti guru-guru saya itu.

Sekarang sedang menyiapkan buku apa lagi?
Buku “Chicken to Eagle”. Sebuah buku tentang mencerdaskan kesadaran yang lebih eksploratif lagi. Judul ini saya dapat dari Adi W. Gunawan. Ketika saya berkesempatan bincang-bincang dengan beliau. Juga buku "mencerdaskan kesadaran" yang lain, yaitu kumpulan cerita kocak. Saya sempat surprise ketika beberapa cerita itu saya posting di milis “Penulis Best Seller” ternyata membuat Edy Zaqeus tertawa. Luar Biasa! Ini hal yang membanggakan saya. Saya jadi ingin baca buku Zen seperti yang dia bilang.

Bila perjalanan hidup Anda dan nilai-nilai yang Anda pegang bisa dirumuskan dalam sebuah kalimat, bagaimana bunyinya?
BELAJAR ADALAH HAK SAYA!!! Perjalanan hidup saya adalah proses belajar itu sendiri. Dan, nilai-nilai yang saya pegang adalah hasil dari belajar saya tentang nilai-nilai.

Ok, semoga Anda sukses!
Terimakasih atas bimbingan Anda selama ini. Terimakasih pula wawancaranya. Terimakasih kepada seluruh pengunjung Pembelajar. com. Salam Sukses Luar Biasa!!![ez]

Sabtu, 08 November 2008

JALUR A DAN JALUR B, PILIH MANA?

Oleh Eni Kusuma W


Tanggapan atas artikel Jennie S. Bev


Bagaikan menaiki sebuah tangga keberhasilan. Pastilah kita akan menaiki satu per satu tangga-tangga itu. Tangga- tangga yang kita buat sendiri atau mencari dan menaiki tangga-tangga yang sudah ada. Jika Jennie S. Bev menyebut “jalan”, saya menyebut “tangga”.

Jika posisi kita masih berada di tangga pertama yaitu tangga paling bawah, tentu susah sekali untuk langsung menuju puncak tangga yang kita inginkan. Apakah dengan meloncat ke atas? Tentu saja kita akan jatuh, bergelimpangan, memar, dan lebam-lebam. Karena bagaimanapun di tangga bawah adalah tempat orang-orang yang masih ber-skill minim, belum memiliki bekal cukup, dan masih belum terlatih.

Jennie S. Bev salah satu contoh pribadi yang membuat sendiri tangga profesinya sekaligus menciptakan sendiri jalur yang ditempuhnya.

Bagi saya, tiap tangga profesi yang kita pilih memiliki dua jalur yang berbeda arahnya, yang saya sebut Jalur A dan Jalur B. Atau kita membuat jalur sendiri seperti yang dilakukan Jennie? Untuk menggambarkan perumpamaan ini, saya akan memberi beberapa contoh (di antaranya kasus saya sendiri).

Saya saat ini sedang berada pada tangga profesi paling rendah. Itu jika dibandingkan dengan tangga-tangga profesi yang sudah ada. Saya hanya seorang pembantu rumah tangga. Namun di tangga ini saya memilih Jalur A, yaitu dengan menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri, ketimbang misalnya menjadi pembantu rumah tangga di negeri sendiri (Jalur B). Karena jika sama-sama bisa mengerjakan pekerjaan sebagai pembantu, akan lebih menguntungkan bekerja di luar negeri. Di sana, di samping mendapat jatah libur, bonus, gaji juga lebih besar, saya juga bisa beraktivitas di luar pekerjaan. Meskipun sama-sama diomeli, dan sama-sama disuruh-suruh. Namanya juga pembantu.

Namun untuk memilih Jalur A tentu ada harga yang harus dibayar. Yaitu kualitas pelayanan yang memadai dan juga harus mau bersusah payah mempelajari bahasa majikan.

Seseorang yang memilih tangga profesi jual beli mobil, misalnya. Akan lebih enak baginya jika memilih Jalur A, yaitu menjual mobil baru dari pada menjual mobil bekas (Jalur B). Calon pembeli mobil baru tentunya adalah mereka yang mempunyai uang, sehingga akan lebih mudah membuat deal dengan mereka. Sambutannya juga lebih ‘wah’. Ketika kita bertandang ke kantor atau ke rumahnya yang umumnya ber-AC itu, tuan rumah akan memberi minum, minimal soft drink, atau teh botol, syukur-syukur dawet (es cendol). Alangkah enaknya. Dan kenyamanan-kenyamanan seperti ini sulit didapat jika seseorang memilih Jalur B, yaitu menjual mobil bekas. Dan tentulah seseorang yang memilih Jalur A harus diimbangi dengan kualitas pelayanannya.

Demikian juga jika kita memilih tangga profesi entrepreneur. Akan lebih indah jika kita memilih Jalur A. Kenapa? Karena Jalur A lebih menguntungkan dari pada Jalur B. Katakanlah kita memulai bisnis donat, burger, pisang goreng, combro dan lain-lain. Akan lebih menguntungkan dan lebih berkembang jika kita memilih “posisioning market” kelas menengah ke atas (Jalur A) daripada kelas menengah bawah (Jalur B). Karena konsumen pada jalur ini adalah orang-orang yang punya duit dan punya selera baik. Mereka biasanya tak keberatan membeli produk yang lebih mahal.

Tentunya, hal ini harus dibarengi oleh produk yang berkualitas, cita rasa maupun kemasannya, proses produksinya, aspek-aspek higienis mulai dari pra produksi, proses produksi, dan pasca produksi. Dan hal yang terpenting lagi, itu harus dibarengi dengan upaya membangun merek dagang, brand awarnes. Ini penting untuk membangun kepercayaan konsumen supaya tidak ada ketidakraguan untuk membeli.

Akan berbeda jika kita memilih Jalur B. Posisi pasar kelas menengah ke bawah ini ketat sekali persaingannya. Sehingga untuk bersaing dalam mendapatkan pembeli, banting harga pun tak terelakkan. Sedangkan bagi perusahaan, menurunkan harga jual akan berimbas pada kesulitan mengatur likuiditas usahanya. Sungguh suatu pilihan yang dilematis.

Jadi, tangga profesi apa pun yang Anda pilih atau Anda membuat sendiri tangganya, akan lebih menguntungkan apabila Anda memilih Jalur A ketimbang Jalur B. Atau lebih “gila” lagi, ciptakanlah tangga profesi sendiri sekaligus memilih jalur sendiri seperti yang telah dilakukan Jennie dan masih banyak lagi orang sukses lainnya. Jika begitu, sebutan yang cocok bagi mereka adalah “inventor”.[Bersambung]

* Eni Kusuma W adalah seorang TKW di Hongkong. Ia gemar menulis di buletin perkumpulan TKW Indonesia di Hongkong. Saat ini, buku kumpulan cerpennya akan segera terbit. Ia dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com.

TANGGA-TANGGA PROFESI

Oleh: Eni Kusuma W


Seperti yang telah saya singgung sebelumnya, bahwa bagi saya, tangga-tangga profesi berikut dengan jalur-jalurnya yang sudah ada itu, banyak sekali ragamnya. Yaitu, sejalan dengan jenis pekerjaan yang ada. Tangga profesi keartisan, jurnalis, entrepreneur, marketing, pembantu rumah tangga, dan masih banyak lagi deretannya. Bahkan profesi yang diklaim negatif oleh masyarakat pun mempunyai tangganya sendiri, seperti WTS (wanita tuna susila).

Khusus untuk pribadi-pribadi yang memilih (baca: terpaksa memilih) profesi sebagai WTS—baik dengan sadar, tanpa sadar maupun dengan paksaan orang lain—betapa pun mereka mendaki sampai tangga atas, mereka tidak pernah mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Di Hongkong, para WTS ini diiklankan di majalah, koran, vcd, dan internet (ini adalah jalur A nya). Mereka hanya mendapatkan uang. Tak lebih. Dan sisanya hanyalah cibiran publik.

Dulu masyarakat memandang sebelah mata profesi sebagai pembantu. Karena memang profesi ini paling rendah derajatnya. Namun, sejak mereka bisa menulis, kini pelan-pelan tidak lagi, semoga.

Bagaimana dengan pribadi-pribadi yang berjalan pada lebih dari satu tangga profesi secara bersamaan? Bahkan satu pribadi dengan sederet profesi? Bagaimana penggambarannya? Mudah saja, karena penggambaran profesi berupa tangga, hanyalah sebuah teori. Tangga yang saya maksud ini tentulah bukan tangga yang sebenarnya, yang hanya mungkin didaki dengan dua kaki saja. Tetapi tangga sebuah penggambaran, yang tentu saja didaki dengan energi dan pikiran.

Pada setiap tangga profesi yang sudah ada ini, saya gambarkan tidak hanya satu orang saja yang mendaki di sana, di jalur masing-masing, (kecuali membuat sendiri tangganya). Namun banyak orang. Mereka saling bersaing untuk tetap bisa bergerak naik ke atas mencapai target yang diinginkan. Posisi yang paling apes, jika kita masih berada pada posisi tangga profesi paling rendah dan di jalur yang tak menguntungkan. Karena di posisi ini tempat orang-orang miskin, orang-orang yang tak tahu apakah besok ada makanan yang bisa dimakan menyambung hidup atau tidak untuk. Mereka terus mendaki, terseok-seok dan jika jatuh pun akan sangat mengenaskan. Mau tak mau, suka atau tidak suka, kita harus tetap mendaki menaiki tangga. Karena bagaimana pun perut harus tetap diisi. Jika berhenti berarti mati.

Akan sangat berbeda dengan mereka yang berada di tangga profesi kategori lumayan. Atau lebih indah lagi yang telah berada di tangga profesi kategori tinggi. Kalau pun jatuh, karena kalah bersaing, masih tetap punya uang dan masih tetap bisa liburan ke luar negeri.

Di jalur A, di posisi profesi paling rendah yang saya jalani, saya terus berjalan menaiki tangga. Saya harus mendaki sebaik-baiknya. Saya harus bekerja sebaik mungkin. Jika tidak, saya akan terlempar jatuh dan terpaksa harus bangkit lagi dan mulai mendaki lagi. Saya tak mau itu. Banyak sekali teman-teman saya yang mendaki di tangga ini dan di jalur ini, terlempar jatuh ke tangga di bawahnya. Ada yang mulai bangkit lagi. Namun tak jarang ada yang memilih menghentikan perjalanan dengan bunuh diri. Kenapa mereka sampai terlempar jatuh? Karena mereka –secara sadar atau tidak sadar—tidak mendaki (baca: bekerja) dengan baik. Hanya itu. Mereka tidak berusaha belajar bagaimana menjadi pembantu yang baik. Saya kok yakin, jika kita punya niat baik dan bekerja sebaik-baiknya, maka orang lain pun akan menghargai usaha kita. Bagaimanapun kejujuran membuahkan kejujuran. Dan ketulusan akan menghasilkan ketulusan pula. Inilah hukum yang saya percayai di mana pun saya berada.

Saya tidak pernah mengatakan pada diri, saya orang gagal. Saya lebih peduli dengan cara pandang saya terhadap diri sendiri daripada cara pandang orang lain terhadap diri saya. Yang selalu saya tekankan pada diri adalah bahwa saya harus banyak belajar, bukannya merasa gagal. Saya hanya memilih dan mendaki tangga profesi yang sesuai dengan kemampuan saya. Mendaki sebaik-baiknya dan belajar sebaik-baiknya. Sambil terus melirik kemungkinan ada peluang untuk mendaki di tangga profesi yang lebih baik alias memposisikan diri pada posisi yang lebih menguntungkan.

Sementara bagi mereka yang membuat sendiri tangga profesinya akan lebih leluasa dalam pendakian. Karena tidak ada pesaing yang bersama-sama naik ke tangga buatannya tanpa seizinnya. Profesi ini belum ada sebelumnya dan para pelakunya tentu saja sedang atau sudah mendaki di tangga profesi sebelumnya. Jika tidak, dari mana bekal untuk membuat dan membangun sendiri tangga profesinya? Baik itu bekal materi maupun non materi.

Merekalah para inventor yang penuh dengan inovasi itu. Dan mereka pada umumnya adalah pribadi-pribadi yang dipandang sebelah mata, diejek, dicibir bahkan dianggap setengah gila (jika saya boleh meminjam istilah ini dari Jennie S Bev) terhadap apa yang sedang mereka lakukan itu. Biasanya mereka akan diketahui keberadaannya setelah berhasil meraih puncak tangga. Suatu tanda keberhasilan atas usaha yang mereka lakukan. Pada saat inilah publik akan mencari tahu sejarah perjalanan hidupnya. Sejarah di mana mereka telah membuat dan membangun sendiri tangga baik suka maupun duka.

Siapa pun Anda, terutama yang masih berada di tangga profesi dan berada di jalur yang tidak menguntungkan, tetaplah mendaki sebaik-baiknya. Belajar sebaik-baiknya. Dan mencoba untuk dapat meraih posisi yang lebih baik. Karena bagaimanapun, apa yang kita kerjakan sekarang adalah bekal dan pembelajaran untuk langkah kita yang akan datang. Untuk mencari posisi tangga yang lebih baik dan memilih jalur yang menguntungkan dan siap berjuang mendaki di dalamnya.

* Eni Kusuma W adalah seorang TKI (pembantu rumah tangga) di Hongkong. Ia menyebut dirinya bukan pakar per"mutu"an, melainkan salah seorang yang melaksanakan program dari pembelajar.com, yaitu "rajin belajar". Ia suka menulis cerpen, artikel opini, dan sedang merampungkan novel keduanya. Eni dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com.

Selasa, 04 November 2008

MENULIS BERARTI MENUJU KEBIJAKSANAAN

Oleh: Eni Kusuma W


Jika Anda memutuskan untuk menulis hari ini, saya ucapkan "Selamat!". Karena dengan menulis berarti kita sedang melatih diri menuju proses yang membuat kita menjadi lebih bijaksana. Apalagi untuk tipe orang seperti saya. Emosi yang meledak-ledak dan gampang pecah. Maklum, perempuan. Bungsu lagi...hehehe.

Saya biasa menulis diari jika saya marah, benci, stres, suntuk, jengkel dan perasaan lain yang tak terkontrol. Patah hati adalah salah satu masa sulit saya. Saya merasa sangat sedih melihat kenyataan diri, ternyata kecantikan saya masih diragukan. Sama kecewanya ketika saya menghadapi kenyataan tak lolos UMPTN dulu. Suatu bukti telak bahwa tingkat intelijensi saya masih harus dipertanyakan.

Biasanya saya menuliskan semua perasaan saya tersebut. Kemudian saya tutup dan kembali membukanya keesokan harinya. Apa yang terjadi? Ternyata saya tertawa begitu membaca kembali isi diari itu. Kekanak-kanakan, tidak dewasa dan konyol. Itulah penilaian saya terhadap diri saya sendiri. Jika Anda bertanya: "Masih adakah diari-diari saya itu?" Sayang sekali, sudah tidak ada. Karena saya tidak pernah mau menyimpan perasaan-perasaan negatif saya.

Bagi saya, menjadi seorang yang "mengerti" dan bijaksana memerlukan proses. Dan menulis adalah salah satu cara yang paling ampuh (meskipun bukan satu-satunya cara) untuk melatihnya. Melatih emosi agar tak terlampiaskan pada orang lain atau dilingkungan sekitarnya. Dengan menulis saya bisa berlatih mengendalikan diri atau menahan emosi supaya tak terlampiaskan. Awalnya saya memang "terpaksa" menahan diri tetapi semakin lama saya semakin berusaha untuk mengerti bahwa emosi tidak perlu dilampiaskan. Sebab akan merugikan semua pihak dan diri saya sendiri.

Tidaklah mudah untuk mengendalikan amarah, ketika "disakiti" oleh orang lain. Apalagi dengan gampang memaafkannya. Ini membutuhkan kemampuan kontrol yang tinggi. Jujur saja saat ini saya masih dalam tahap berusaha mengerti untuk tidak "terpaksa". Terpaksa menahan amarah dan terpaksa memaafkan. Meskipun begitu, paling tidak itu sudah bisa membuat saya lebih bisa menerima dan berlapang dada. Apalagi saya yang seorang pembantu, yang mana 'hak-hak' saya sering kali terabaikan. Sungguh, untuk bisa memahami tentang makna keikhlasan membutuhkan kemampuan kendali yang sangat tinggi. Apalagi dalam menjalankannya secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari.

Menulis juga bisa melatih saya untuk menganalisis, menalar, dan menilai suatu kejadian atau peristiwa yang saya alami. Membuat pikiran saya lebih jernih. Sehingga saya bisa menghadapi persoalan selalu dalam kendali akal. Bagi saya menulis adalah proses pembelajaran saya untuk 'mengerti dan paham'. Sedangkan mengerti dan paham hanya didapat dari pembelajaran yang intensif sepanjang usia. Jadi saya akan tetap menulis sepanjang usia saya. Bagaimana dengan Anda?

Saya merasa senang dengan kegiatan menulis. Menulis tentu harus dibarengi dengan membaca. Karena baca tulis adalah sepasang kegiatan yang tidak bisa dipisahkan. Baca tulis adalah awal dari ilmu pengetahuan. Dengan ilmu saya bisa menembus yang samar, menemukan sesuatu yang hilang, dan menyingkap sesuatu yang tersembunyi. Dengan terus belajar, menuntut ilmu dan menggali pengetahuan saya tidak akan merasakan sedih dan bosan dalam hidup. Sepahit apa pun. Senantiasa gembira karena pasti hari ini tidak sama dengan hari kemarin ataupun hari esok. Karena akan selalu ada yang baru.

Dengan rajin membaca dan menulis, bukankah sebenarnya kita sedang melatih kerja otak untuk mengkaji dan memahami makna yang berada dibalik tulisan? Bukankah orang bijak berkata: "Kehidupan jiwa adalah konsep dan makna?"

Menulis dan membaca tidak hanya bermanfaat untuk mengisi waktu luang baik siang maupun malam. Namun lebih dari itu, kita akan mendapatkan 'penghormatan dari kaum awam sekaligus persahabatan dengan para guru'. Kita bisa melatih kemampuan otak untuk menalar, membentuk kepribadian, mengembangkan harta dan menjaga kehormatan.

Jadi , siapa pun Anda. Di tangga profesi manapun posisi Anda saat ini, bahkan jika hanya seorang ibu rumah tangga sekalipun, jika gemar menulis dan membaca akan lebih baik. Apalagi jika dibarengi dengan memahami, menganalisis, dan menalar. Mumpung ada buku dan pena, menulis saja. Karena jika kita sudah berada di Surga, apakah Tuhan masih menyediakan buku dan pena? Adakah perpustakaan di sana? Ataukah pintu untuk mengkaji ilmu sudah ditutup?

* Eni Kusuma W adalah seorang TKI (pembantu rumah tangga) di Hongkong. Ia aktif di mili Penulis Best Seller dan mengaku sebagai manusia pembelajar yang sedang menjalankan program dari Pembelajar.com, yaitu "rajin belajar". Ia suka menulis cerpen, artikel opini, dan sedang menulis buku maupun merampungkan novel keduanya. Eni dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com.

POSITIF + NEGATIF = OBYEKTIF?

Oleh Eni Kusuma W


Saya menyadari arti kompetisi sejak SD. Saya selalu berusaha untuk menjadi yang terdepan. Atau paling tidak di posisi ke dua atau ketiga di kelas. Saya terus belajar dan berusaha sampai saya SMU. Namun setelah lulus SMU jangankan lolos PMDK, UMPTN saja tak tembus. Saya hanya mendapat tawaran tanpa tes untuk universitas-universitas swasta. Ini diluar target dan perkiraan saya semula. Yang berharap lolos universitas negeri, yang tentunya akan mudah memperoleh berbagai fasilitas termasuk keringanan biaya. Mengingat saya berasal dari keluarga yang tak mampu.

Tentu saja saya sedih. Apalagi dalam mencari pekerjaan saya selalu gagal. Meski sempat bekerja menjadi tenaga pembukuan selama satu setengah tahun di sebuah usaha dagang yang kemudian bangkrut. Sampai suatu saat saya mengalami titik jenuh dalam berpikir positif yang akrab dengan saya selama ini. Saya berkata, "Sudahlah, cukup sampai di sini, saya akan berhenti dengan segala harapan pencapaian target saya." Saya harus melihat kenyataan yang ada. Saya miskin dan tak cukup pintar. Dan inilah saya yang terjadi pada diri saya sekarang. Meski saya berusaha menekankan pada diri, saya bukan orang gagal tetapi masih harus banyak belajar. Namun jujur, perasaan itu selalu muncul.

Ternyata apa yang terjadi pada saya selanjutnya? Saya merasa tak terbebani sehingga memandang hidup ini terasa ringan dan mudah. Saya merasa lega bisa jujur kepada diri sendiri, siapa saya saat ini. Saya kira saya lebih obyektif dalam memandang diri saya sekarang. Tidak tenggelam dengan sesuatu yang tak mungkin bisa saya capai meski hati terus berkata,"Saya bisa". Namun kenyataannya saya belum bisa. Akhirnya saya putuskan untuk memulai dengan apa yang sekarang saya bisa lakukan dan berhenti berpikir positif. Sebagai gantinya saya justru berpikir negatif, yaitu selalu membayangkan kemungkinan terpahit. Mungkin hal ini lebih mengena untuk kasus seperti yang saya alami.

Kemudian saya katakan pada diri: “Ok, saya akan melamar pekerjaan sebagai pembantu.” Dan saya pikir saya pantas untuk menjadi pembantu di luar negeri. Meskipun saya tahu bahwa semua orang bisa lakukan pekerjaan ini bahkan di luar negeri sekalipun. Namun saya tetap berpikir kemungkinan saya tidak diterima. Apalagi mengingat tubuh saya yang kecil mungil. Jika ini terjadi pada diri saya, apa boleh buat, terpaksa di negeri sendiri. Dan memulai segalanya dari awal.

Ternyata saya diterima di negara tujuan saya, Hongkong. Dan mulailah saya bekerja. Dalam bekerja pun saya selalu membayangkan kemungkinan terpahit. Dimaki, diomeli atau dipecat. Ternyata benar, saya mengalami itu semua. Bahkan saya hampir dipecat. Saya bisa menerima dan berlapang dada, karena saya telah siap dengan perkiraan saya semula. Meskipun yang saya kerjakan benar, namun tetap salah dan tidak berkenan di hati majikan. Apa boleh buat, mau tidak mau, suka atau tidak suka saya harus menelan pil pahit ini dan terus bekerja sebaik-baiknya. Saya menganggap hal ini sebagai penggemblengan mental dan pembentukan karakter, meskipun caranya agak keras, hehehe. Sesuatu yang tidak saya dapatkan di sekolah mau pun di rumah. Apalagi saya anak paling bungsu.

Sekian lama saya tenggelam dengan pekerjaan saya. Saya hanya bekerja dan bekerja. Work-work-work and nothing. Saya hanya mendaki dan terus mendaki pada tangga profesi ini. Saya tidak menemukan sesuatu yang saya cari selama ini di sini. Yaitu kepuasan batin. Pada tahap ini saya kembali mengalami titik jenuh. Saya merindukan positive thinking yang dulu saya rasakan. Ada semangat, harapan dan cita-cita. Sampai akhirnya saya mulai untuk menulis. Dunia yang sebenarnya akrab dengan saya semenjak SMU. Pertama, saya menulis cerita yang akhirnya menjadi sebuah naskah novel. Saya terus belajar dengan membeli buku-buku motivasi. Hal yang tidak bisa saya lakukan ketika dulu. Karena saya tak memiliki uang untuk membeli buku-buku. Saya mencoba masuk ke berbagai peluang untuk mengarahkan cita-cita saya yang ingin menjadi penulis. Salah satu dari sekian banyaknya cita-cita saya sebenarnya...hehehe.

Saat ini saya memang sedang mendaki di tangga profesi penulis. Saya masih baru memulai tangga paling bawah. Namun saya rasa saya telah berada di jalur yang menguntungkan. Mungkin inilah jalur A nya.... hehehe(bersama penulis-penulis best seller). Dan mau tidak mau saya akan terus belajar meningkatkan kemampuan diri. Syukur-syukur bisa mendaki ke anak tangga berikutnya.

Ketika saya mengalami titik jenuh dengan berpikir positif yang tak mencapai target-target yang saya inginkan , saya justru berpikir kebalikannya. Negative thinking. Berpikir negatif tak selamanya buruk. Dengan menyelamatkan apa yang ada dan membayangkan kemungkinan terpahit akan membawa kedamaian dalam hati. Namun juga tidak boleh larut terlalu lama. Karena bagaimanapun sukses bisa dicapai dengan ber-positive thinking. Negative thinking hanyalah penyeimbang saja.

Kenapa? Jika kita hanya berpikir positif dengan membayangkan target-target yang akan kita capai. Namun pada kenyataannya terjadi sesuatu di luar perkiraan kita, kita akan kecewa dan larut didalamnya. Tetapi jika hal ini dibarengi oleh berpikir negatif juga, membayangkan hal terburuk. Kita bisa menerima. Perasaan antisipatif seperti ini akan membuat segalanya terasa mudah dan ringan.

Menurut saya, Positive Thinking Plus Negative Thinking is Equivalen Objective Thingking. Alias bisa mengantisipasi keadaan sekaligus perasaan. Inilah yang disebut Keseimbangan.[]

* Eni Kusuma W adalah seorang TKI di Hongkong. Ia menyebut dirinya bukan pakar, melainkan salah seorang yang melaksanakan program pembelajaran dari Pembelajar.com, yaitu "rajin belajar". Ia suka menulis cerpen dan sedang merampungkan novel keduanya. Eni dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com.

BAHAYA RENDAH DIRI (PEMALU)

Oleh: Eni Kusuma W


Ketika saya menulis artikel ini, saya baru saja selesai menelepon Edy Zaqeus untuk konsultasi mengenai proses penulisan saya. Apa yang hendak saya tanyakan sudah saya konsep di kepala. Bahkan urut. Namun apa yang terjadi? Saya ngomongnya nggak jelas ke mana arahnya, muter-muter dan ...aa..ii...uu. Berantakan karena kegugupan saya. Saya segera menyudahi percakapan.

Saya terdiam sebentar sebelum kemudian mata saya menatap sebuah nama penulis buku Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller yang tergeletak di hadapan saya. Saya baru mengerti kenapa saya grogi. Ini seperti mimpi, memangnya saya siapa? Ternyata saya masih belum bisa menghilangkan rasa rendah diri saya. Malu dengan tingkat intelejensi yang saya miliki....he he he.

Pantas saja dia menyuruh saya menulis bahayanya rendah diri atau pemalu bagi orang seperti saya yang ingin berhasil. Ah, yang terjadi pada saya saat ini saya rasa wajar. Yang tidak wajar bagi saya adalah jika saya tidak segera memperbaiki kualitas kepribadian saya.

Sikap rendah diri atau pemalu biasanya muncul karena sadar dengan kekurangan yang dimiliki. Jika merasa terganggu dengan keadaan ini maka semakin lama orang akan menjadi semakin minder. Apalagi jika orang itu menerima secara terus-menerus masukan atau tanggapan dari orang lain. Masukan itu justru dianggapnya suatu kritikan yang menuntut penyesuaian dengan peran maupun situasi tempat dia berinteraksi. Karena hal ini akan menambah keyakinan dirinya, bahwa ia punya banyak sekali kekurangan. Yang pada akhirnya akan membuatnya menarik diri dari peredaran.

Inilah bahayanya rasa malu atau perasaan rendah diri. Tetapi akan lain ceritanya jika orang itu sadar dan segera memperbaiki diri dengan mempelajari dan membenahi kekurangannya.

Sikap rendah diri ini biasanya dipicu oleh kata sifat yang berawalan 'terlalu' dan 'ah'. Terlalu kurus, terlalu gemuk, terlalu jelek, terlalu pendek, terlalu tinggi, dan sebagainya. Juga kata-kata yang menghakimi diri sendiri seperti "Ah, saya tak pintar!", "Ah, siapalah saya ini?!" Dan, kalimat-kalimat pesimis lainnya yang sulit diterima.

Jika kekurangan yang dimiliki itu adalah takdir Tuhan atau dari sononya, kita harus menerima kekurangan yang ada pada diri kita tanpa syarat. Seperti artikel dari Andrew Ho yang berjudul “Kecantikan seorang wanita” yang saya baca di Pembelajar.Com. Namun, jika kekurangan kita itu masih bisa diperbaiki, ya segera diperbaiki saja. Atau yang lebih cerdik lagi, mengubah kekurangan kita menjadi sebuah kelebihan yang tak dimiliki oleh orang lain.

Jika seseorang sudah bisa mencerna konsep ini, maka tak ada masalah dengan diri sendiri. Orang akan merasa nyaman dan percaya diri karena sudah terbentuk perasaan yang stabil sebagai manifestasi dari “penerimaan diri secara mutlak”. Bukankah percaya diri adalah kunci keberhasilan kita? Itu kan yang selalu kita dengar dari seorang motivator?

Saya saat ini sedang menulis tentang pengembangan diri sekaligus belajar mengembangkan diri saya sendiri melalui tulisan saya sendiri. He he he. Kegiatan yang sangat menguntungkan, bukan? Dan sudah tentu saya harus banyak membaca tulisan-tulisan pengembangan diri dari para pakar untuk kemudian saya pelajari dan saya cocokkan dengan kasus saya sendiri. Juga saya cocokkan dengan kasus banyak orang seperti saya yang benar-benar sedang mengalami krisis kepribadian.

Saya sangat berbahagia dengan takdir Tuhan yang menakdirkan saya lahir di Indonesia, sekalipun saya berasal dari keluarga yang tak mampu. Kenapa? Karena, saya bisa melakukan hal yang tak mungkin bisa saya lakukan jika saya lahir di tengah-tengah keluarga miskin di Afrika Selatan, misalnya. Pun saya harus mengawali profesi paling rendah yaitu sebagai pembantu rumah tangga.

Mungkin, jika hal itu terjadi pada saya, saya harus keluar dari wilayah miskin itu untuk menuju wilayah yang baik secara perekonomian. Meskipun untuk itu saya harus bekerja kasar. Karena, percuma bekerja di wilayah yang rata-rata penduduknya miskin.Tapi bagaimana mendapat bekal untuk keluar dari sana jika makan saja tak ada? Bagaimana pun juga peran pemerintah setempat untuk menciptakan kondisi yang kondusif sangat memberi kesempatan bagi warganya. Seperti di Indonesia, tinggal memaksimalkan potensi setiap individu, maka kemajuan akan terwujud.

Berbahagialah bagi mereka yang lahir dari keluarga yang orangtuanya sudah berada di tangga profesi yang lumayan. Apalagi di tangga profesi teratas. Orang-orang sukses maksud saya. Anak-anaknya tentu mendapat berbagai fasilitas untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka. Bisa sekolah ke luar negeri dan sebagainya.

Saya juga beruntung, meski saya berada di tangga profesi terendah. Berhubung memilih jalur yang menguntungkan, saya mendapat fasilitas (komputer) untuk mengembangkan potensi saya. Betapa fasilitas memberi kesempatan emas!

Jadi, sekarang saya tinggal menekan sikap rendah diri dan menghancurkannya! Saya akan bisa terus melanjutkan pembelajaran saya untuk mengembangkan diri dan memaksimalkan potensi. Karena sikap rendah diri atau pemalu akan menghambat proses perbaikan kepribadian saya untuk menjadi percaya diri yang merupakan kunci sukses saya. Semoga.

Bagaimana dengan Anda? Di tangga profesi mana pun Anda berada, Anda akan mempunyai banyak kesempatan untuk memaksimalkan potensi diri. Selama kondisi bisa diciptakan. Jika di rumah tak ada yang bisa dikerjakan karena miskin dan fasilitas tak ada, keluarlah! Bekerjalah! Dapatkan kesempatan itu, pelajari dan ciptakan kondisi yang memungkinkan kita untuk berkembang.[]

* Eni Kusuma W adalah seorang TKI di Hongkong. Ia menyebut dirinya bukan pakar “permutuan”, melainkan salah seorang yang melaksanakan program pengembangan diri dari Pembelajar.com, yaitu "rajin belajar". Ia aktif di milis Penulis Best Seller, suka menulis cerpen, artikel opini, menulis novel, dan sedang menulis sebuah naskah buku pengembangan diri. Eni dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com

APAKAH TULISAN SAYA BAGUS?

Oleh: Eni Kusuma


Jika pertanyaan ini ditujukan pada saya, saya pasti akan mengerenyitkan dahi. Seperti yang telah diutarakan oleh Edy Zaqeus (editor Pembelajar.com dan penulis buku-buku best seller), bahwa yang menilai tulisan kita adalah pembaca dan pembaca ini pun macam-macam. Saat menulis artikel ini pun, saya sempat bertanya pada diri, "Apakah tulisan saya kali ini lebih bagus atau malah tambah 'ancur' dari tulisan saya sebelumnya?"

Relatif, itulah jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan ini. Tergantung siapa yang mengkonsumsi. Dan masih seperti Bung Edy bilang, bahwa semua jenis tulisan mempunyai segmen pembacanya sendiri-sendiri. Seperti halnya masakan. Semua jenis makanan mempunyai segmen konsumen masing-masing. Sushi misalnya, makanan khas dari Jepang ini pun, selezat apa pun tetap tak disukai oleh sebagian orang.

Namun yang pasti, sesuatu yang bermutu akan lebih disukai. Apa pun jenis tulisan kita—baik itu fiksi maupun nonfiksi—akan lebih disukai yang bermutu daripada yang tidak bermutu. Bagaimana kita bisa membedakannya? Sebenarnya ada bedanya kok antara sesuatu yang bermutu dengan sesuatu yang tidak bermutu. Entah itu mainan anak-anak, kaset, makanan, pakaian, dan lain-lain, pun dengan tulisan kita.

Seseorang yang bisa melihat dan menilai tulisan kita adalah tentu yang sudah berkecimpung lama di dunia kepenulisan. Dan umumnya, apa yang mereka bilang bagus, akan bagus pula untuk sebagian orang. Sama halnya ketika seorang "sifu" atau koki—yang sudah tak diragukan lagi kepiawaiannya dalam hal masak-memasak—bilang "enak" pada sebuah masakan. Tentu akan sama juga yang dirasakan oleh sebagian orang yang suka pada jenis makanan itu.

Saya akan mencoba membahas bagaimana melihat "mutu" menurut sudut pandang saya. Sebagai contoh, dalam hal mencuci piring, misalnya. Ini merupakan bagian dari pekerjaan utama saya sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong. Saya akan bangga jika mampu mencuci piring dengan bersih dan lebih cepat dari waktu yang saya targetkan, serta tak satu pun piring yang pecah. Ini adalah kualitas atau mutu dalam mencuci piring ala Eni Kusuma.

Lalu, bila ada seseorang yang bertanya pada saya, apakah dia sudah mencuci piring dengan baik, saya tentu bisa menjawabnya. Karena, saya sudah mempunyai pengalaman lima tahun lebih dalam hal mencuci piring. Jadi, kita tentu bisa menilai sesuatu hal tentunya setelah kita sendiri terjun dan mendalami bidang atau sesuatu hal tersebut.

Saya jadi teringat akan sebuah peristiwa ketika saya bersama teman-teman sepenampungan dulu, di sebuah PJTKI. Saya bersama lima teman sedang mendapat tugas mengiris kecil-kecil kacang panjang untuk dimasak. Ada seorang teman yang suka sekali mengobrol. Dia mencoba mengajak kami mengobrol. Tetapi dia tak mendapat respon seperti yang dia harapkan. Dia pun tak putus asa. Dia mendekati saya dan menawarkan sesuatu, mengajak bincang-bincang sambil memijit saya. Saya menolak, bukan karena saya tak mau dipijit. Tapi saya berpikir, "Apakah pijitannya nanti berkualitas? Sedangkan untuk melakukan pekerjaan mengiris kacang panjang saja dia enggan?" Atau malah bisa-bisa badan saya remuk, salah urat karena pijatan yang tak bermutu itu.

Saya bisa menilai pijitannya yang tak bermutu karena saya lebih tahu dari kebanyakan teman-teman saya. Karena, saya lebih banyak membaca dan menganalisis daripada teman-teman saya itu. Jadi di sini, untuk dapat meraih sesuatu yang bermutu dan bahkan dapat menilai sesuatu itu bermutu atau tidak, kita harus rajin-rajin belajar dan latihan. Jika kita bisa melakukan pekerjaan yang ringan dengan baik, tentu akan dapat melakukan pekerjaan yang lebih sulit dengan baik pula alias bermutu.

Tak mungkin orang yang bisa melakukan dengan baik pekerjaan yang lebih berat tanpa melakukan dengan baik pekerjaan yang lebih ringan. Karena segala sesuatu itu ada prosesnya. Dan dalam mendaki tangga pun, kita harus mendaki dari bawah dulu dengan baik.

Jadi, mulai sekarang apa pun yang Anda kerjakan, pastikan soal kualitas atau mutunya. Karena, mutu yang baik pasti lebih disukai. Sebaliknya, mutu yang jelek pasti dihindari.[ek] * Eni Kusuma adalah alumnus SMU 1 Banyuwangi yang saat ini bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga (TKW) di Hongkong. Di sela-sela “kesibukannya” sebagai “pemburu devisa”, ia masih sempat aktif sebagai moderator milis Backhomers, serta jadi “aktivis” di milis De Kossta dan milis Penulis Best Seller. Eni adalah penggagas rubrik "So What Gitu Loh!" di majalah “PEDULI” yang terbit di Hongkong. Eni suka menulis cerpen, puisi, dan pernah menulis sebuah naskah novel. Puisi Eni bersama 100 penyair Indonesia dibukukan dalam buku berjudul "Jogja 5,9 Skala Richter". Eni suka menulis artikel yang ditulis berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai pembantu rumah tangga, serta proses pembelajarannya melalui bahasa tulisan. Saat ini, kumpulan artikel motivasi Eni sedang diproses menjadi sebuah buku oleh sebuah penerbit di Jakarta. Eni dapat dihubungi di: ek_virgeus@yahoo.co.id.

MESTAPON (SEMESTA MERESPON)

Oleh: Eni Kusuma

"Setiap prilaku manusia akan direspon oleh alam semesta, entah itu didukung (Mestakung=Semesta Mendukung) atau ditolak (Mestalak=Semesta Menolak). Sedangkan alam semesta bergerak menuju keseimbangannya."
~ Eni Kusuma

* Mestakung dipopulerkan pertama kali oleh Prof. Yohanes Surya, yang telah membawa nama Indonesia menjadi juara dunia Olimpiade Fisika Internasional di Singapura tahun 2006. Sebuah prestasi yang spektakuler.

* Mestakung, istilah ini diambil dari konsep sederhana fisika, bahwa ketika sesuatu berada dalam kondisi kritis maka setiap partikel disekelilingnya akan bekerja serentak demi mencapai titik ideal.

"Mestakung menempatkan masalah dan rintangan menjadi kondisi kritis yang mendorong kekuatan-kekuatan alam mendukung upaya mewujudkan mimpi. Dalam setiap keadaan kritis, mestakung pasti terjadi dimanapun dan dalam bidang apapun. Bahkan dalam kehidupan pribadi Anda."
~ Prof. Yohanes Surya

Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut, terlebih dahulu saya akan menguraikan tentang "keseimbangan" atau "titik ideal".

Dalam hal apa pun dan dalam keadaan bagaimanapun, keseimbangan atau titik ideal menjadi simbol bagi kesempurnaan dan kesuksesan. Alam semesta diciptakan oleh Tuhan dalam keadaan sempurna atau seimbang. Seluruh gerakan orbital bintang-bintang dan planet-planet bergerak menurut orbitnya masing-masing dengan seimbang. Dan seluruh partikel-partikel atom, molekul di alam semesta bergerak menuju keseimbangan. Jika ada "masalah" atau menurut istilah fisika yang saya dapat dari Prof. Yohanes Surya adalah "kondisi kritis", maka ia akan mencari cara menuju keseimbangan atau titik ideal. Begitu juga dengan manusia sebagai individu atau sebagai kelompok/masyarakat.

Sebagai contoh keseimbangan alam adalah dalam proses bergeraknya air. Air dari dataran tinggi akan mengalir ke dataran rendah menuju ke laut. Menuju keseimbangan. Demikian juga dengan lumpur panas Lapindo yang muncrat dari perut bumi karena mengalami "masalah". Pada saat dalam kondisi kritis itulah ia akan mencari jalan untuk menuju keseimbangan. Tak ayal lagi, pemukiman penduduk yang terletak di dataran lebih rendah dari lokasi kejadian pun terendam lumpur panas tersebut. Sampai kapankah muncratan lumpur panas tersebut akan berakhir? Pastilah ketika keseimbangan atau titik ideal tercapai.

Manusia misalnya. Jika kita berada dalam masalah—dalam hal ini mengalami kondisi panas yang berlebihan atau kondisi kritis—tentu kita akan mencari kesejukan, menuju keseimbangan. Misalnya, entah itu dengan membuka baju (ini hanya jika memungkinkan saja), menghidupkan kipas angin, AC, atau dengan berteduh di bawah pohon yang rindang dengan angin sepoi-sepoi sambil minum sesuatu yang dingin, es cendol misalnya.

Sebaliknya, jika kita berada dalam kondisi dingin yang berlebihan (kondisi kritis) tentulah kita akan mencari kehangatan, menuju keseimbangan. Entah itu dengan selimut, jaket, penghangat ruangan sambil minum sesuatu yang hangat-hangat, seperti minuman teh, susu atau coklat hangat. Atau melakukan aktivitas yang bisa menghangatkan badan seperti olah raga atau aktivitas kehangatan yang lain yang enggan saya ceritakan di sini.

Begitu juga dengan kondisi badan kita. Jika aktivitas kita antara istirahat dan bekerja tidak seimbang, maka tubuh kita akan dalam kondisi kritis alias sakit. Pada saat itulah pasti kita akan mencari cara untuk menyeimbangkan kembali atau menuju titik ideal. Dengan ke dokter, minum obat dan istirahat. Atau dengan banyak-banyak istirahat sampai tubuh mencapai titik ideal dengan sendirinya.

Kondisi jiwa kita juga demikian. Kondisi jiwa yang ideal disimbolkan oleh ketenangan, ketentraman dan kedamaian. Jika jiwa kita dalam kondisi marah, kecewa, dendam, dan berbagai emosi yang jauh dari rasa damai maka di saat itulah jiwa kita dalam kondisi kritis atau kondisi bermasalah. Apa yang akan terjadi? Kita cenderung mencari jalan untuk menetralkan kembali alias menyeimbangkan kembali. Dan tak jarang manusia dalam mencari jalan tersebut bukannya menuju titik ideal malah semakin memperparah keadaan. Seperti melampiaskannya kepada sesuatu atau kepada seseorang. Hal inilah yang harus disadari. Hendaknya jalan untuk menuju keseimbangan tersebut dengan mengontrol dan mengendalikan diri dengan akal dan keterbukaan hati.

Demikian juga ketika kita dihadapkan oleh berbagai macam masalah (kondisi kritis), pastilah kita tentu akan berusaha mencari jalan dalam penyelesaiannya.

Sampai disini, saya akan menjelaskan hubungan antara prilaku manusia dengan respon dari alam semesta—entah itu didukung atau ditolak oleh semesta.

Apa pun yang kita lakukan pastilah akan mendapat respon dari lingkungan tempat kita berinteraksi. Contohnya, jika seseorang dalam kondisi kritis secara finansial atau ada masalah dengan kondisi keuangannya, maka ia akan mencari jalan untuk memperoleh keseimbangan dalam hal finansialnya.

Katakanlah jalan yang dia tempuh dengan berjualan di pinggir jalan. Yang pasti ia akan mendapat respon dari sekitar. Entah itu dari pejalan kaki yang ingin membeli dagangannya, dari pengunjung yang hanya melihat-lihat saja tanpa berniat untuk membeli ataupun dari orang-orang yang tak sedetik pun melirik dagangannya. Bahkan dari petugas penertiban jalan raya. Ada yang mendukung usahanya (Mestakung) dan ada pula yang menolak (Mestalak).

Kenapa sih kok ada Mestalak? Karena usaha yang dilakukan oleh kita mungkin bersinggungan oleh kepentingan orang lain. Misalnya, oleh pengunjung yang tidak membeli barang dagangannya, karena berbeda kepentingannya, atau dengan diusirnya pedagang tadi oleh petugas penertiban jalan raya yang dalam usahanya untuk menertibkan atau menginginkan jalan raya dalam kondisi ideal. Bersih dari pedagang kaki lima.

Jika sudah disediakan tempat untuk berjualan, namun masih ada saja pedagang-pedagang liar yang melakukan aksinya yang tidak mendukung perintah petugas penertiban jalan raya (di sini petugas tersebut mengalami mestalak juga dari para pedagang-pedagang liar itu), tentulah kondisi masyarakat tersebut sudah dalam kondisi yang kritis atau ada masalah. Karena semua mencari jalan untuk menyeimbangkan kondisinya masing-masing, tidak peduli apakah kepentingannya berbentrokan dengan kepentingan orang lain yang menggunakan jalan raya tersebut.

Sampai kapankah kondisi ini akan berakhir? Tentu saja sampai tercapai keseimbangan atau tercapai titik ideal. Yaitu, jika semua masyarakat di suatu wilayah tersebut telah mencapai keseimbangan dalam berbagai hal. Secara finansial dan kepribadian. Mungkinkah kita akan bisa mencapai titik ideal tersebut?

Sayangnya, manusia itu tidak seperti semut yang selalu bekerja sama untuk mencapai keseimbangan atau titik ideal bagi warganya. Masih ada yang egois, possesive dan serakah serta tidak mau berbagi. Penyeimbangnya adalah manusia-manusia dengan pribadi-pribadi yang tidak egois, tidak posesive, tidak serakah serta mau berbagi dengan segala daya upaya dan usahanya untuk menyeimbangkan kembali tatanan masyarakat yang tidak seimbang itu. Sampai kapankah usaha ini akan berakhir? Sampai kondisi sudah mengalami keseimbangan atau titik ideal. Sayangnya, kondisi ideal masih jauh dari harapan kita yang masih dalam kondisi kritis dan semrawut ini. Entah sampai kapan.

PR berat bagi orang-orang yang mengupayakan keseimbangan ini. Karena masih sedikit masyarakat yang mendukung orang-orang tersebut. Buktinya, media-media lebih suka menyajikan hal-hal yang tidak membangun. Lebih senang dan lebih mengutamakan berita-berita tentang suatu aib yang dilakukan seseorang. Entah itu korupsi, perselingkuhan dan lain-lain. Dan sepertinya tokoh-tokoh itu lebih terkenal dan populer daripada tokoh-tokoh yang mendukung usaha perbaikan dan keseimbangan. Parahnya aib yang dilakukan oleh mereka itu mendapat opini sana sini yang mencoba membenarkan tindakan mereka. Seperti misalnya, mencoba mencari sisi baik atau sisi positif dari seorang yang sudah terkenal akan aibnya, misalnya seorang koruptor.. Padahal akan butuh energi besar untuk membalikkan kenyataan tersebut supaya dia terbalik menjadi seseorang yang terkenal karena kebaikannya.

Saya sampai bermimpi akan menjumpai media yang berlomba-lomba membicarakan atau mengabarkan (juga) tentang kabar dari orang -orang yang berbuat kebaikan atau bahkan menyajikannya sebagai berita utama atau ditampilkan sebagai kaver depan. Sehingga perbuatan mereka mampu menghipnotis yang lain untuk berbuat yang sama. Ironisnya, kebaikan sepertinya enggan untuk dipublikasikan. Bahkan oleh yang bersangkutan sekalipun. Entahlah, mungkin enggan populer sebagai simbol rasa kerendahatian. Atau saya saja yang tidak mengetahuinya, karena keterbatasan saya?

Demikianlah, apa pun yang kita lakukan pasti akan direspon oleh alam. Jadi didukung atau ditolak itu adalah sebagai reaksi saja dari suatu aksi kita. Maka pandai-pandai kita sajalah dalam memilih aksi yang akan menimbulkan reaksi yang mendukung aksi kita. Jika aksi kita positif cepat atau lambat akan berhasil dan sukses. Sebaliknya jika aksi kita negatif, cepat atau lambat pasti akan hancur karena alam semesta selalu bergerak menuju keseimbangan. Sedangkan keseimbangan adalah kesempurnaan dan kesuksesan atau kebaikan itu sendiri. Jika ada "masalah " pastilah sedang terjadi kondisi kritis. Dan secara alami sesuatu akan selalu mencari dan mencari jalan atau cara untuk mengatasinya demi tercapainya keseimbangan atau kebaikan. Bagaimana pendapat Anda?[ek]

* Eni Kusuma adalah alumnus SMU 1 Banyuwangi yang saat ini bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga (TKW) di Hongkong. Di sela-sela “kesibukannya” sebagai “pemburu devisa”, ia masih sempat aktif sebagai moderator milis Backhomers, serta jadi “aktivis” di milis De Kossta dan milis Penulis Best Seller. Eni adalah penggagas rubrik "So What Gitu Loh!" di majalah “PEDULI” yang terbit di Hongkong. Eni suka menulis cerpen, puisi, dan pernah menulis sebuah naskah novel. Puisi Eni bersama 100 penyair Indonesia dibukukan dalam buku berjudul "Jogja 5,9 Skala Richter". Eni suka menulis artikel yang ditulis berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai pembantu rumah tangga, serta proses pembelajarannya melalui bahasa tulisan. Saat ini, kumpulan artikel motivasi Eni sedang diproses menjadi sebuah buku oleh sebuah penerbit di Jakarta. Eni dapat dihubungi di: ek_virgeus@yahoo.co.id

Minggu, 02 November 2008

THE POWER OF SOUL

Oleh: Eni Kusuma


"Dengan kekuatan jiwa, kita bisa melakukan apa pun yang kita inginkan. Segala aktivitas kita ditentukan oleh kondisi jiwa kita."
~ Eni Kusuma

Kita sepakat bahwa keseimbangan jiwa digambarkan oleh rasa ikhlas, sabar, tenang, tentram, dan damai. Sedangkan jiwa yang tidak seimbang adalah jiwa yang digambarkan oleh rasa marah, benci, malu, tidak percaya bahwa dirinya bisa atau tidak yakin memiliki potensi dan lain-lain.

Kali ini, saya hendak menceritakan tentang kekuatan keseimbangan jiwa ini. Dengan jiwa yang dalam keadaan seimbang, kita bisa melakukan apa pun yang kita inginkan atas perintah otak kita (bukankah otak sebagai dirigen dari segala aktivitas kita? Jika otak kita memerintah jari tangan kita untuk memegang pulpen, maka jari tangan kita akan menurutinya). Sebaliknya, meskipun otak kita memberi instruksi untuk melakukan sesuatu, jika jiwa kita tidak dalam keadaan seimbang maka hasilnya tidak akan maksimal, bahkan gagal (saya akan mengaitkan hal ini dengan peristiwa patahnya pencil hanya dengan satu jari dalam sharing bersama seorang motivator, Johanes Ariffin Wijaya, di Hongkong baru-baru ini).

Namun sebelumnya, izinkan saya memberi contoh lain, mengenai kinerja otak dengan kekuatan jiwa. Ketika suatu saat kita mendapati seorang teman mengatakan pada kita bahwa kita sulit sukses. Parahnya bila hal ini didukung oleh tidak saja argumen yang masuk akal, namun juga didukung sepenuhnya oleh banyak data, testimoni, dan ilustrasi yang akurat mengenai alasan-alasan kenapa kita tidak akan menjadi sukses.

Misalnya, ini sekedar contoh, "Kamu seorang pembantu rumah tangga, lulusan SMU yang tingkat intelejensinya di bawah rata-rata. Mana mungkin bisa menjadi seorang penulis buku dan menjadi seorang pembicara? Apalagi kegiatan kamu yang menunjang untuk itu tidak ada sama sekali, bahkan secara fisik kamu lemah?"

Otak kita memang menerima ini, jika data-data yang tersampaikan memang cocok dengan keadaan kita yang sebenarnya. Namun, jika jiwa kita ikut menyetujuinya, maka kemungkinan besar kita tidak akan berubah atau tetap meyakini keyakinan itu sebagai suatu kebenaran. Sehingga kita akan terbelenggu oleh keyakinan yang salah.

Jika jiwa kita lemah, informasi dari otak tersebut akan membelenggu jiwa kita untuk "tidak percaya pada kemampuan diri". Apalagi jika selama ini kita membiarkan hal-hal negatif masuk ke dalam jiwa kita, misalnya rasa pesimis. Akibatnya, kita akan percaya bahwa kita "tidak bisa". Jika kita sudah percaya bahwa kita tidak bisa, maka kita tidak akan melakukan tindakan untuk mau belajar supaya bisa. Jiwa yang lemah menggambarkan jiwa yang tidak seimbang: penuh rasa pesimis, takut gagal, tidak bergairah dan mudah menyerah.

Lain halnya jika jiwa kita kuat, informasi dari otak tersebut akan dianalisa dahulu. Jiwa yang kuat akan selalu mengatakan "aku bisa". Kenapa? Karena dalam jiwa yang kuat selalu diisi dengan berbagai makanan positif, misalnya selalu mendengar kata-kata motivasi yang mengakibatkan kita selalu optimis. Jika kita sudah percaya bahwa kita bisa, maka kita akan selalu mencari jalan untuk tujuan sukses kita. Selalu belajar dan belajar bagaimana supaya bisa. Dan jiwa yang kuat ini menggambarkan jiwa yang seimbang: penuh rasa optimis, bergairah dalam meraih tujuan, tidak pernah ada rasa takut gagal karena baginya yang ada hanya belajar.

Yup, ini berarti dengan keseimbangan jiwa, kita bisa melakukan sekaligus mengontrol apa pun yang akan kita lakukan. Jika kita gagal maka kita akan menjadikan hal itu sebagai pembelajaran, bukannya merasa putus asa. Sehingga hasil yang kita dapatkan akan maksimal. Ini juga berarti bahwa segala aktivitas kita ditentukan oleh kondisi jiwa, yaitu bagaimana kondisi jiwa kita yang terpatri dalam alam bawah sadar kita ketika melakukan sesuatu.

Bagaimana pendapat Anda?

OK, sekarang saya akan menghubungkan kekuatan jiwa yang seimbang ini dengan peristiwa patahnya pencil hanya dengan satu jari.

Saya takjub sekaligus terkesima ketika saya bisa mematahkan pencil hanya dengan satu jari telunjuk saja (sesuatu hal yang semula menimbulkan kontroversi di otak saya). Ya, saya BISA. Saya belajar ini dari motivator, inspirator sekaligus pesulap motivasi Johanes Ariffin Wijaya (JAW) ketika sharing bareng pada Minggu, 21 Januari 2007 di lapangan rumput Victoria Park, Hongkong.

Sharing yang dihadiri teman-teman TKW berlangsung sangat meriah dan sangat antusias. Bahkan Johanes Ariffin Wijaya bersama istri beliau yang cantik, Mbak Mimi ditarik-tarik buat pose bersama.

Motivasinya diawali dengan kalimat motivasi dari Andrie Wongso, motivator no 1 Indonesia:

"Jika kita keras terhadap diri kita, maka kehidupan akan lunak terhadap kita. Sebaliknya, jika kita lunak terhadap diri kita, maka kehidupan akan keras terhadap diri kita."

Dan Johanes Ariffin Wijaya mengilustrasikan kalimat motivasi di atas dengan perihal patahnya pensil hanya dengan satu jari. Jika kita keras terhadap diri sendiri (yakin bisa dan tidak ragu-ragu) maka pensil akan patah (lunak). Begitu juga sebaliknya, jika kita terlalu lunak terhadap diri kita, maka pensil akan keras (tidak terpatahkan) dan justru akan membuat jari kita sakit.

Saya gagal dua kali. Pertama melakukan (atas bimbingan Johanes Ariffin Wijaya) jari telunjuk saya sakiiiiiit sekali, kedua melakukan, sakit sekaliiiiiiiii...dan setelah mencoba ketiga kalinya saya kaget, "Ih...sudah patah toh? Berarti saya BISA, dong?" Dan Johanes Ariffin Wijaya menggesturkan jempol tangannya untuk saya, maksudnya:"Luar Biasa!"

Terus apa hubungan antara kekuatan "jiwa yang seimbang" dengan peristiwa patahnya pensil dengan satu jari? Erat, sangat erat. Pengalaman inilah yang hendak saya ceritakan. Ketika jiwa saya tidak seimbang, saya tidak bisa mematahkan pensil tersebut, bahkan sampai gagal dua kali. Pada saat itu jiwa saya menggambarkan rasa takut: takut gagal, takut jari sakit, takut jari saya patah, takut nanti pulang ke Indonesia tanpa telunjuk, takut tidak bisa, tidak yakin bisa dan lain-lain. Sehingga jiwa saya penuh gejolak, kebimbangan atau tidak dalam keseimbangan. Hal ini bisa diilustrasikan dengan sebuah neraca. Jika jiwa tidak seimbang (jiwa yang bergejolak), ibarat neraca yang mengalami gerakan-gerakan naik turun (tidak imbang-imbang gitu, yah). Jika jiwa yang seimbang (tenang), ibarat neraca yang seimbang (tidak ada gerakan naik turun).

Mendapati kegagalan saya, apa yang saya lakukan? Saya segera ambil tindakan yaitu, membenahi jiwa saya terlebih dahulu yang saya sadari, masih lemah secara kualitas. Saya harus menguatkan jiwa saya. Saya harus yakin bahwa saya BISA. Saya harus menghancurkan opini-opini di otak saya yang berusaha melakukan upaya pembenaran tentang kegagalan saya.

Saya akhirnya mencoba untuk ketiga kalinya. Konsentrasi penuh dan melakukan afirmasi: "Tidak ada kata gagal. Yang ada hanya BISA atau belajar!" (pada waktu mengatakan ini saya penuh emosi). Kemudian saya melakukan afirmasi lagi: "Ah, cuma mematahkan sebatang pensil kok." "MUDAH bagi saya." (ketika mengatakan ini, saya tiba-tiba rileks...tenang gitu ya....karena sepertinya saya SUDAH BISA, sehingga berani bilang "mudah").

Daaaaaan.......PRAK.......(pensilnya patah). LUAR BIASA !!!

Terimakasih Johanes Ariffin Wijaya!!

Dalam kesempatan ini, saya juga akan menceritakan tentang berhasilnya saya dalam menghancurkan mental block, yaitu takut tampil di depan umum. Terus terang, ketakutan terbesar dalam hidup saya adalah tampil atau berbicara di depan umum. Ini sudah terbentuk dalam jiwa saya yang sudah terpatri dalam alam bawah sadar saya dan sudah mendapat persetujuan dari otak saya.

Saya berhasil, karena saya yakin BISA dan melakukan afirmasi penuh emosi: "Tidak ada kata gagal, yang ada hanya sukses atau belajar." Kemudian rileks dengan mengatakan dan membayangkan "Sudah Bisa". Di saat itu saya berada dalam ketenangan dan dengan mudah melakukan tindakan. Jika saya belum mempunyai pengalaman, kenapa saya tidak menciptakan pengalaman pertama?

Meskipun hasilnya masih belum seperti apa yang saya bayangkan. Namun bagi saya ini adalah kesuksesan pertama saya untuk tampil di muka umum, yang mana selama ini kegiatan saya hanya berada di dalam rumah yaitu melakukan tugas sebagai pembantu rumah tangga, serta belum memilki pengalaman dalam berkegiatan di luar rumah. Dan Johanes Ariffin Wijaya sempat "memuji" (bahasa orang negatif "menghina") saya: "Luar Biasa...bagi yang baru loncat"....he he he...

Saya percaya, jika kita percaya kita BISA dan sudah terbentuk hal ini dalam jiwa kita, maka kita akan BISA.

Terimakasih untuk Bapak Motivator No. 1 Indonesia, Andrie Wongso yang kata-kata motivasinya selalu akan saya patri dalam jiwa sepanjang perjalanan hidup saya. Salam Sukses dan Salam Luar Biasa![ek]

* Eni Kusuma adalah alumnus SMU 1 Banyuwangi yang saat ini bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga (TKW) di Hong Kong. Di sela-sela “kesibukannya” sebagai “pemburu devisa”, ia masih sempat aktif sebagai moderator milis Backhomers, serta jadi “aktivis” di milis De Kossta dan milis Penulis Best Seller. Eni adalah penggagas rubrik "So What Gitu Loh!" di majalah “PEDULI” yang terbit di Hongkong. Eni suka menulis cerpen, puisi, dan pernah menulis sebuah naskah novel. Puisi Eni bersama 100 penyair Indonesia dibukukan dalam buku berjudul "Jogja 5,9 Skala Richter". Eni suka menulis artikel yang ditulis berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai pembantu rumah tangga, serta proses pembelajarannya melalui bahasa tulisan. Saat ini, kumpulan artikel motivasi Eni telah terbit menjadi sebuah buku berjudul “Anda Luar Biasa!!!” (Fivestar, 2007). Eni dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com

MENGGEDOR KETERBATASAN DENGAN IMAJINASI YANG CERDAS

Oleh: Eni Kusuma


"Tetapkan mimpi Anda dan imajinasikan ke dalam otak Anda, maka otak Anda akan menyimpan perintah itu berupa energi yang akan mewujudkan mimpi Anda."
~ Eni Kusuma

Tahukah Anda bahwa otak kita dalam aktivitasnya adalah berupa sinyal-sinyal listrik yang akan menghasilkan gelombang energi dalam berbagai skalanya?

Analoginya sebagai berikut:
Ketika kita melihat wanita cantik dan seksi, maka bayangan wanita cantik dan seksi itu akan tetangkap oleh sel-sel retina mata kita, dan kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang dikirim ke otak kita. Sinyal-sinyal dari kiriman retina mata akan mengaktifkan sel-sel yang bertanggung jawab terhadap proses penglihatan tersebut. Maka kita bisa melihat wanita cantik dan seksi tersebut.

Jika Anda menginginkan untuk berkenalan dengan wanita tersebut dalam proses berpikir di otak. Maka pada saat proses berpikir itu, otak menghasilkan sinyal-sinyal listrik yang berpendar-pendar. Di sana bakal dihasilkan gelombang dengan energi tertentu. Otak adalah generator sinyal-sinyal listrik yang saling terangkai menjadi kode-kode keputusan.

Sinyal-sinyal listrik itu merambat ke seluruh tubuh, lewat komando otak, menghasilkan gerakan-gerakan, mimik, tingkah laku, atau tindakan sesuai keputusan atau perintah dari otak. Dan proses ini—dari melihat wanita tersebut sampai membuat keputusan untuk berkenalan—berlangsung hanya dalam beberapa detik saja. Luar biasa, semua terkomando dan terjadi atas "kehendak" kita saja.

Dari ilustrasi di atas saya hendak menyampaikan tentang kekuatan akan "sebuah kehendak". Jika kita "menghendaki" suatu keinginan atau suatu mimpi berarti kita sudah menanamkan "perintah" di dalam otak kita . Otak kita akan menyimpan perintah tersebut. Dan secara tidak sadar otak kita akan menanamkannya dalam pikiran bawah sadar kita. Maka hendaknya perintah tersebut harus spesifik dan jelas agar pikiran bawah sadar kita memiliki program yang jelas. Kenapa pikiran bawah sadar kita dikendalikan oleh otak? Karena otak adalah pusat dari segala aktivitas pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita.

Otak akan tetap bekerja meskipun kita tidak sedang dalam keadaan sadar. Ini berarti dalam keadaan tidur pun otak kita masih bekerja. Buktinya otak masih mengirimkan sinyal-sinyal untuk mengatur denyut jantung, pernafasan, suhu tubuh, hormon-hormon pertumbuhan, dan sebagainya.

"Dalam keadaan tidak berada dalam kesadaran, otak tetap memancarkan sinyal-sinyal listrik alias tetap bekerja sehingga program-program yang kita informasikan pada otak, secara otomatis otak akan menanamkannya dalam pikiran bawah sadar kita."

Oleh karena itu kita hendaknya menginformasikan perintah atau program kepada otak kita dengan jelas dan spesifik. Kenapa? Karena jika otak menerima perintah yang kurang jelas atau kita menginformasikan kehendak kita secara buram, maka otak tidak bisa menginformasikan pada pikiran bawah sadar kita secara jelas dan spesifik. Sehingga hasilnya tidak maksimal atau tidak menggiring kita ke arah sukses. Padahal yang menentukan kesuksesan kita adalah karena adanya program-program dan keyakinan-keyakinan yang ada di pikiran bawah sadar kita.

Contoh gampangnya begini, jika kita ingin menjadi kaya tetapi tidak diimajinasikan secara detail kaya yang bagaimana? Maka otak akan kesulitan untuk menterjemahkan makna dari perintah tersebut. Otak akan berkata: "Wah, yang ngasih perintah ini, goblok! Ingin kaya tetapi detailnya tidak ada.” Maka otak akan kesulitan mengirim informasi ke pikiran bawah sadar kita.

Lain halnya jika perintah itu benar-benar jelas dan spesifik misalnya pada kasus saya. Saya memerintahkan pada otak saya jika saya ingin menulis buku ke dua. Saya juga menjelaskan dengan sangat gamblang pada otak saya tentang tema atau topik pada proses pembuatan buku saya nanti. Saya juga menjelaskan: apa. bagaimana, umtuk apa, kapan, di mana, dalam waktu berapa lama proses buku saya tersebut. Bahkan saya juga menjelaskan secara detail buku-buku apa saja yang harus saya baca untuk menambah wawasan saya, siapa saja yang harus saya hubungi, dan siapa saja yang bisa membantu saya dalam mewujudkan impian saya.

Program ini saya informasikan ke otak yang secara otomatis terprogram juga dalam pikiran bawah sadar saya. Karena otak yang mengendalikan pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita. Ketika dalam proses berpikir, otak yang berupa sinyal-sinyal listrik mengirim kepada pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita, untuk selanjutnya diubah menjadi kode-kode makna. Ada orang berpendapat bahwa di sinilah letak jiwa kita. Ya, jiwa kita adalah kode-kode makna tersebut. Berarti pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita adalah jiwa kita.

Otak yang berupa sinyal-sinyal listrik berfungsi juga seperti antena yang menginformasikan ke seluruh alam semesta apa yang kita mau (apa yang sudah terprogram). So, jangan dibilang suatu "kebetulan" jika saya berhadapan dengan kejadian-kejadian yang "kebetulan" yang mengarah ke cita-cita saya tersebut. Karena alam semesta sebenarnya sudah diprogram dari Sang Pencipta untuk mendukung kesuksesan kita.

Jadi rugi dong jika kita memprogramkan sesuatu yang buram ke otak kita. Otak tidak bekerja secara maksimal dan tidak fokus. Karena kefokusan tergantung dari kejelasan suatu informasi. Jika sudah begini, siapa yang rugi?

Ketika buku pertama saya Anda Luar Biasa!!! (Fivestar, 2007) akan diterbitkan, saya ingat apa yang saya tulis dalam buku kecil saya beberapa tahun yang lalu. Ini yang saya tulis: "Maybe One Day I Will be Famous". Untuk memberi gambaran yang lebih spesifik kepada otak saya, saya bertanya pada diri sendiri tentang passion saya. Apa yang membuat saya bergairah dalam mengerjakannya sehingga saya merasa senang tanpa beban? Ternyata saya suka menulis. Inilah passion saya.

Maka saya sampaikan ke otak bahwa saya ingin menjadi seorang penulis. Saya menulis "skenario" tentang cita-cita saya tersebut. Saya menulisnya dalam bentuk cerita. Dan jadilah sebuah naskah novel. Cerita dalam naskah novel tersebut berisi tentang impian saya yang seorang pembantu rumah tangga menjadi seorang penulis terkenal. Cerita dalam naskah novel tersebut sangat spesifik dan sangat detail, sehingga tanpa saya sadari program yang sangat detail tersebut terpatri dalam pikiran bawah sadar saya. Keyakinan "bisa menjadi seorang penulis" demikian mengkristal dalam jiwa saya. Gelombang energi dari sinyal-sinyal listrik pada otak saya menyebar ke seluruh tubuh untuk mendukung cita-cita saya.

Semua kegiatan saya mengarah ke cita-cita saya tersebut. Ada energi yang luar biasa yang dapat menembus segala keterbatasan yang saya miliki. Dari proses berpikir, memahami, dan menganalisis makna yang saya dapatkan dari proses pembelajaran saya sampai saling bekerjasamanya seluruh anggota tubuh saya dalam mewujudkan keinginan saya tersebut, semua berpusat pada otak.

Seperti yang sudah saya uraikan di depan bahwa otak juga seperti antena yang berhubungan, menginformasikannya kepada alam semesta yang mana alam semesta sudah terprogram untuk mendukung kesuksesan kita. Maka jangan dianggap suatu kebetulan jika alam semesta mendukung saya dalam mewujudkan cita-cita saya tersebut.

Seperti begini: kebetulan ada teman saya yang mengajari saya email dan memperkenalkan milis-milis kepada saya. Kebetulan saya dikirimi buku Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller oleh seorang senior di milis. Kebetulan buku yang dikirim itu bukunya Edy Zaqeus yang nantinya menjadi mentor saya. Kebetulan artikel saya dimuat di situs Pembelajar.com sampai dibukukannya tulisan-tulisan saya. Serta serba kebetulan-kebetulan yang lain yang mendukung keinginan saya tersebut.

"Dan bukan suatu kebetulan jika impian-impian Anda menjadi kenyataan."

Jadi, tentukan impian Anda, tulis dan imajinasikan ke dalam otak Anda secara detail dan jelas. Maka otak akan bekerja, gelombang energinya akan:

1. Menanamkan ke pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita.

2. Menggerakkan kinerja tubuh sesuai perintah di otak.

3. Menginformasikan ke alam semesta yang sudah diprogram oleh Sang Pencipta untuk mendukung kesuksesan kita.

Tanamlah mimpi Anda mulai sekarang, tumbuh dan berkembanglah serta nikmati prosesnya! Semua terjadi hanya dengan "kehendak" Anda saja. Dan proses dari "ayam menjadi elang" bukan suatu yang luar biasa bagi kita. Bagaimana menurut Anda?[ek]

* Eni Kusuma adalah mantan pembantu rumah tangga (TKW) di Hong Kong yang kini tinggal di Banyuwangi. Ia berhasil menulis buku motivasi berjudul “Anda Luar Biasa!!!” yang diterbitkan oleh Fivestar Publishing. Belum lama ini, profilnya dimuat di harian “Jawa Pos”, “Kaltim Pos”, “Antara”, dll. Saat ini, Eni tengah mengembangkan diri sebagai seorang motivator (public speaker) dengan cara membagikan semangatnya melalui seminar-seminar untuk segala kalangan. Eni dapat dihubungi di HP: 081389641733 atau email: ek_virgeus@yahoo.co.id

MENGAPA PEJABAT MESTI BACA TULISAN BURUH?

Oleh: Bonari Nabonenar


Pasar buku kita, belakangan disemarakkan pula oleh buku-buku karya para buruh [terutama buruh migran]. Anda bisa membeli dan membaca buku Catatan Harian Seorang Pramuwisma karya Rini Widyawati [asal Malang], kumpulan cerpen Penari Naga Kecil karya Tarini Sorrita [Cirebon], kumpulan cerpen Majikanku Empu Sendok karya Denok Kanthi Rokhmatika [Malang], kumpulan cerpen Hong Kong Namaku Peri Cinta [Wina Karni, dkk], kumpulan cerpen Perempuan Negeri Beton karya Wina Karnie [Magetan], kumpulan cerpen Nyanyian Imigran [Etik Juwita, dkk]. Sekadar contoh, buku-buku itu lahir dari rahim para perempuan pekerja rumah tangga [PRT] asal Indonesia yang bekerja di Hong Kong. Oh, masih ada lagi, sebuah buku yang dirilis sebagai buku baru [Jawa Pos, Minggu 1 April 2007] berjudul Anda Luar Biasa!!! karya Eni Kusuma [Banyuwangi]. Eni Kusuma adalah PRT yang selama ini juga bekerja di Hong Kong. Dan Perlu diketahui pula, Anda Luar Biasa!!! itu adalah sebuah buku motivasi, yang tak sembarang penulis bisa melahirkannya.

Masih ada lagi. Dalam bulan April ini dari rahim kreativitas mantan TKI Hong Kong asal Wonosobo, Maria Bo Niok, akan lahir tiga buah buku sekaligus: sebuah kumpulan cerpen, sebuah novel, dan sebuah buku motivasi.

Saya sedang tidak begitu tertarik untuk mengampanyekan kadar kesastraan buku-buku karya para TKI itu, melainkan lebih ingin mengingatkan bahwa buku-buku itu adalah buku-buku yang wajib dibaca dengan sungguh-sungguh oleh para Bupati/Walikota, Gubernur—yang menguasai wilayah penyetor TKI—dan bahkan Presiden Republik Indonesia sebagai orang nomor satu di negara ''pengekspor'' tenaga kerja ini. Wajib juga dibaca dengan sungguh-sungguh oleh kepala departemen [baca menteri], kepala dinas tenaga kerja, dan siapa saja yang bergelut dengan urusan perburuhan [termasuk per-TKI-an]. Sebab apa? Buku-buku itu adalah sumber informasi otentik mengenai dunia perburuhan, adalah rekaman suara buruh [migran] yang sesungguhnya—tanpa memandang lebih rendah suara-suara buruh yang disampaikan dengan saluran lain, selain tulisan.

Melalui tulisan karya para TKI-HK itu, misalnya, kita akan tahu bahwa ternyata fenomena lesbianisme di antara perempuan-perempuan kita begitu pesat 'kemajuannya' di HK, banyak perempuan kita yang menikah dengan lelaki setempat sekadar untuk mendapatkan visa independen dan bukan atas dasar cinta, karena dengan visa independen itu mereka akan leluasa untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal [tidak lagi menjadi PRT] dengan gaji jauh lebih besar daripada gaji PRT. Tetapi, ternyata banyak kasus, setelah menjadi istri lelaki setempat justru lebih diper-babu-kan oleh suami sendiri yang lebih sewenang-wenang daripada majikan lain. Dan masih banyak lagi informasi, misalnya melalui cerpen “Kabut Bukit Lok Fu”, Tania Roos [Malang] bertutur tentang seorang PRT dengan majikan yang cerewetnya minta ampun, dan berupaya menjinakkan sang majikan ini dengan bantuan orang pintar [baca: dukun] di Tanah Air. Sang Dukun mengirimkan secarik gombal [robekan jarik entah jarik siapa] supaya dimasukkan ke dalam periuk sayur ketika sedang memasak. Celakanya, Si PRT lupa mengambil gombal itu ketika menghidangkan sayur buat majikannya. Ketahuan, bukannya sang majikan menjadi semakin 'jinak' malah Si PRT mendapat hadiah kejutan: diinterminit.

Wahai para pejabat [terutama yang mengemban amanat mengurusi soal-soal perburuhan, termasuk per-TKI-an] bacalah dengan sungguh-sungguh tulisan para buruh itu. Dengan begitu kita bisa memandang mereka sebagai manusia yang utuh dengan segenap potensi lahir-batin, jiwa-raga mereka, dan bukan hanya melihat mereka sebagai ''komoditas ekspor.''

Juga, apakah kita akan kembali merelakan persoalan yang satu ini [persoalan buruh kita] lebih dikuasai [baca: lebih dipahami] oleh orang asing, setelah pada sekian banyak persoalan kebudayaan kita, ternyata orang asing, para orientalis, jauh lebih memahaminya daripada kita sendiri. Tak perlu jauh-jauh ambil contoh: ternyata Elizabeth D. Inandiak yang asal Perancis itu jauh lebih paham apa yang mesti diperbuat dengan Serat Centhini daripada orang Jawa yang semestinya berada di urutan pertama daftar pewaris karya agung budaya Jawa itu.

Sekitar tiga bulan lalu saya mendapat kabar bahwa Tania Roos dan Tarini Sorrita hendak menerbitkan kumpulan cerpen dan novel berbahasa Inggris mereka di Hong Kong. Tarini Sorrita, bahkan pernah disosokkan, tampil sepenuh halaman South China Morning Post, ruang yang pernah memuat 'sosok' sastrawan Indonesia sekaliber Ayu Utami dan Sitok Srengenge. Begitulah, di 'luar', buruh yang menulis ternyata dipandang dengan begitu hormat. Bagaimana halnya dengan di kampung halaman mereka sendiri?

Jika Festival Sastra Buruh 2007 yang digelar di Blitar [30 April – 1 Mei] nanti berlangsung sukses, setidaknya kita boleh merasa mendapatkan secercah harapan baru. Sebab, kita pernah mengalami masa-masa ketika para buruh itu: membaca karyanya sendiri pun dilarang. [BN]

* Bonari Nabonenar adalah seorang budayawan, penggerak sastra buruh, dan penggagas Festival Sastra Buruh 2007. Karyanya antara lain; “Cinta Merah Jambu” (JP-Book,2005), “Mimpi dan Badai” (KLogung Pustaka, 2005), dan “Semar Super” (Alfina, 2006). Ia dapat dihubungi di: bonarine@yahoo.com

toko-delta.blogspot.com

Archives

Postingan Populer

linkwithin

Related Posts with Thumbnails

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.