Sepekan
sudah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur wafat. Banyak cerita, humor, serta
ide-ide Gus Dur yang ketika itu dianggap kontroversial kini masih
melekat di dalam benak masyarakat. Dan tentunya orang-orang di sekitar
Gus Dur. Di mata Sulaiman, asisten pribadi Gus Dur, mantan Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tiga periode itu sangat pintar
mencairkan suasana. Salah satunya adalah saat Gus Dur hadir di acara
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Saat tampil, Gus Dur
menanyakan soal perbedaan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan PMII kepada
yang hadir. Beliau bilang: "Kalau HMI menghalalkan segala cara, PMII
malah tidak tahu caranya," kata Sulaiman yang ketika itu langsung
disambut ketawa para hadirin.
Sementara menurut Wahyu Muryadi, suami Sinta Nuriyah tersebut merupakan pendobrak terhadap tatanan baku, termasuk peraturan protokoler. Wahyu pun teringat pesan pertama Gus Dur saat dia menjabat Kepala Protokoler Istana. "Wahyu ingat, Presiden-lah yang mengatur protokol, bukan protokol yang mengatur presiden," cerita Wahyu. Tak mengherankan, saat Gur Dur menjadi presiden, tamu yang datang ke Istana Presiden mengenakan sarung dan sandal pun tetap diterima.
Meski di Indonesia pernyataannya sering menimbulkan kontroversi, di luar negeri Gus Dur justru amat dihormati. Saat berkunjung ke Belanda, kata Wimar Witoelar, Gus Dur merupakan presiden pertama yang diajak menginap di Istana Ratu Belanda. Di Amerika Serikat, jika orang lain cuma mendapatkan waktu bertemu Presiden Bill Clinton selama 30 menit, Gus Dur justru 90 menit. "30 menit perundingannya, satu jam tukar menukar lelucon," kata Wimar soal pengalamannya menjadi juru bicara Gus Dur.
Pengalaman spiritual pernah dialami K.H. Said Agil Siradj bersama Gus Dur saat masih kuliah di Arab Saudi. Ketika itu, Gus Dur mengajak Said Agil mencari ulama yang dekat Allah SWT di masjid Madinah. Said Agil sempat menunjuk kepada seorang ulama yang serbannya tebal dengan jenggot panjang dan tebal serta kitabnya yang menumpuk. Tetapi, menurut Gus Dur, bukan ulama itu yang dicarinya.
Said Agil dan Gus Dur pun kemudian mencari lagi. Keduanya pun bertemu dengan ulama-ulama yang tengah mengajar, ceramah, atau menjawab pertanyaan. Tiba-tiba, keduanya bertemu dengan orang Mesir yang lilitan serbannya kecil, sendirian, serta tidak ada muridnya. Said Agil lalu memperkenalkan Gus Dur kepada orang Mesir tersebut sebagai ketua organisasi Islam terbesar di Asia. Orang Mesir itu lalu bertanya ada apa? Said Agil menjawab minta didoakan.
Selama dua menit, ulama itu mendoakan Gus Dur. Usai mendoakan, ulama itu berdiri dengan menarik sajadah sambil berucap" "Ya Allah, aku ini melakukan dosa apa sehingga engkau memperkenalkan siapa diriku kepada orang ini (Gus Dur)." Jadi, jelas Said Agil, orang itu ternyata ulama yang sangat dekat dengan Allah dan sedang menyamar supaya tidak ketahuan orang banyak.
Lantas bagaimana Gus Dur bisa mengetahui orang Mesir itu adalah ulama yang sangat dengan Allah? Ada pepatah atau ucapan para ulama: tidak bisa mengenal wali, kecuali wali itu sendiri. "Kalau sesama wali bisa kenal, kalau bukan wali tidak bisa," jelas Said Agil. Tak mengherankan, jika ada sebagian masyarakat yang menilai Gus Dur setengah wali.
Banyak pengalaman-pengalaman lain yang masih diingat oleh Sulaiman, Wahyu Muryadi, Wimar Witoelar, serta K.H. Said Agil Siradj bersama almarhum Gus Dur. Apa sajakah itu?
http://klikunic.com
Sepekan sudah Abdurrahman
Wahid atau Gus Dur wafat. Banyak cerita, humor, dan ide-ide Gus Dur yang
saat itu dianggap kontroversial kini masih melekat di dalam benak
masyarakat.
Sementara menurut Wahyu Muryadi, suami Sinta Nuriyah tersebut merupakan pendobrak terhadap tatanan baku, termasuk peraturan protokoler. Wahyu pun teringat pesan pertama Gus Dur saat dia menjabat Kepala Protokoler Istana. "Wahyu ingat, Presiden-lah yang mengatur protokol, bukan protokol yang mengatur presiden," cerita Wahyu. Tak mengherankan, saat Gur Dur menjadi presiden, tamu yang datang ke Istana Presiden mengenakan sarung dan sandal pun tetap diterima.
Meski di Indonesia pernyataannya sering menimbulkan kontroversi, di luar negeri Gus Dur justru amat dihormati. Saat berkunjung ke Belanda, kata Wimar Witoelar, Gus Dur merupakan presiden pertama yang diajak menginap di Istana Ratu Belanda. Di Amerika Serikat, jika orang lain cuma mendapatkan waktu bertemu Presiden Bill Clinton selama 30 menit, Gus Dur justru 90 menit. "30 menit perundingannya, satu jam tukar menukar lelucon," kata Wimar soal pengalamannya menjadi juru bicara Gus Dur.
Pengalaman spiritual pernah dialami K.H. Said Agil Siradj bersama Gus Dur saat masih kuliah di Arab Saudi. Ketika itu, Gus Dur mengajak Said Agil mencari ulama yang dekat Allah SWT di masjid Madinah. Said Agil sempat menunjuk kepada seorang ulama yang serbannya tebal dengan jenggot panjang dan tebal serta kitabnya yang menumpuk. Tetapi, menurut Gus Dur, bukan ulama itu yang dicarinya.
Said Agil dan Gus Dur pun kemudian mencari lagi. Keduanya pun bertemu dengan ulama-ulama yang tengah mengajar, ceramah, atau menjawab pertanyaan. Tiba-tiba, keduanya bertemu dengan orang Mesir yang lilitan serbannya kecil, sendirian, serta tidak ada muridnya. Said Agil lalu memperkenalkan Gus Dur kepada orang Mesir tersebut sebagai ketua organisasi Islam terbesar di Asia. Orang Mesir itu lalu bertanya ada apa? Said Agil menjawab minta didoakan.
Selama dua menit, ulama itu mendoakan Gus Dur. Usai mendoakan, ulama itu berdiri dengan menarik sajadah sambil berucap" "Ya Allah, aku ini melakukan dosa apa sehingga engkau memperkenalkan siapa diriku kepada orang ini (Gus Dur)." Jadi, jelas Said Agil, orang itu ternyata ulama yang sangat dekat dengan Allah dan sedang menyamar supaya tidak ketahuan orang banyak.
Lantas bagaimana Gus Dur bisa mengetahui orang Mesir itu adalah ulama yang sangat dengan Allah? Ada pepatah atau ucapan para ulama: tidak bisa mengenal wali, kecuali wali itu sendiri. "Kalau sesama wali bisa kenal, kalau bukan wali tidak bisa," jelas Said Agil. Tak mengherankan, jika ada sebagian masyarakat yang menilai Gus Dur setengah wali.
Banyak pengalaman-pengalaman lain yang masih diingat oleh Sulaiman, Wahyu Muryadi, Wimar Witoelar, serta K.H. Said Agil Siradj bersama almarhum Gus Dur. Apa sajakah itu?
0 komentar:
Posting Komentar