Aksi tersebut, seperti dilansir Syamsu Alam Darwis, ke Tribun News, Selasa (8/2/2011) membuat mereka di Mesir jadi takut dan disudutkan. Kasus pengusiran keluarga mahasiswa asal Lampung oleh Majikannya di Kairo, adalah satu contoh dampak aksi solidaritas itu.
IPMI mengimbau para politisi dan semua pihak di Indonesia menahan diri untuk bersikap. IPMI mengimbau agar segala bentuk aksi damai, aksi solidaritas bahkan aksi demonstrasi terhadap pemerintah Mesir agar segera dihentikan.
Termasuk komentar-komentar yang menyinggung situasi politik Mesir secara jauh atau sampai mengecam pemerintahan Mesir karena hal tersebut berdampak buruk terhadap keamanan dan mengancam keselamatan WNI di Mesir. Apalagi aksi solidaritas di bundaran HI dan demonstrasi di depan Kedubes Mesir di Jakarta sudah diblow up oleh media internasional.
“Kita keberatan dengan aksi-aksi solidaritas di Jakarta karena tidak ada koordinasi dengan kami yang di Kairo yang mengetahui secara rinci kondisi yang ada saat ini. Ini Mesir, bukan Indonesia. Kedaulatan Negara Mesir adalah harga mati bagi pemerintah Mesir. Sebijaknya, aktivis, mahasiswa dan elit politik di Indonesia harus dapat memahami prinsip politik luar negeri kita yang netral dan bebas-aktif,” tegas Falah.
Menurut Falah, segenap pihak di tanah air diminta agar menjaga hubungan baik antara Indonesia dan Mesir yang selama ini sudah terjalin sangat baik. “Kita sama-sama tahu bahwa Mesir lah Negara pertama yang berani memberikan pengakuan terhadap Kemerdekaan Indonesia, belum lagi jasa Mesir dengan Universitas Al-Azharnya yang tulus ikhlas berkorban telah banyak melahirkan para cendekiawan muslim Indonesia bertaraf internasional,” katanya.
Hingga saat ini, katanya, Universitas Al-Azhar telah membantu pelajar dan mahasiswa RI di Mesir dengan mengeluarkan anggaran kurang lebih Rp23 miliar per tahun dengan jaminan pendidikan seumur hidup dari pendidikan dasar, menengah atas, pendidikan sarjana (S1) hingga pendidikan paska sarjana (S2 dan S3). “Bahkan Al-Azhar telah menyiapkan tanah wakaf untuk pembangunan Asrama mahasiswa Indonesia dan Asing yang rencananya akan diresmikan dalam waktu dekat ini,” ungkap Falah. (*)
Seorang mahasiswa Al-Azhar Mesir yang tinggal di Nasr City, Abdullaah Wasianalumni Gontor ini kepada Tribunnews.com, Selasa (8/2/2011). mengatakan agar mahasiswa Indonesia menghentikan aksi demonstrasi terkait Mesir. “Permintaan mahasiswa Indonesia yang ada disini kepada para mahasiswa Indonesia untuk tidak melakukan demonstrasi berkaitan tentang mesir karena hal itu berdampak pada penindasan kami yang di sini,” kata Abdullah Wasian yang juga
Pasalnya, apa yang di lakukan di Indonesia juga akan muncul di media masa Mesir dan saat itu pula setiap mahasiswa Indonesia yang ada di Mesir akan makin di curigai. Menurutnya, saat ini ribuan mahasiswa Indonesia yang hidup dari beasiswa, kerja di rumah makan dan bisnis kecil kecilan dalam kondisi tidak ada uang untuk bisa membeli kebutuhan.
“Bank-bank pun banyak yang tutup. Dari mana kami bisa membeli barang selain itu kami juga tidak bisa untuk mengambil logistik dari Indonesia karena ketatnya pemeriksan,” tuturnya. Bahkan mahasiswa yang tinggal di asrama dan telah terjamin ternyata juga banyak yang mengeluhkan makanan karena pekerja di asrama mereka sejak demo pecah banyak yang pulang.
“Kalau ada yang bilang warga Indonesia aman itu bohong,” ungkapnya.
Nasib nahas dialami warga negara Indonesia di Kairo, Mesir. Aksi solidaritas anti-Husni Mubarak yang digelar di Jakarta, ternyata berdampak terhadap kondisi WNI di Kairo. Adalah Tri Mulyati, seorang istri mahasiswa RI di Mesir mendapat nasib nahas yang tidak diduga sebelumnya. Tri menyatakan, setelah mengurus kelengkapan paspor di Konsuler Nasr City Cairo, ia kembali ke rumah majikan.
Namun belum satu jam di sana, madam (istri majikan) memanggilnya dan tak lama Tri pun langsung diusir. Syamsu Alam, mahasiswa Al Azhar asal Bone, Sulsel, kepada Tribun, Selasa (8/2/2011) siang menceritakan kronologis hingga Tri diusir oleh majikannya. Syamsu Alam sendiri juga adalah anggota Tim Evakuasi WNI di KBRI Kairo, Mesir.
Berikut dialog Tri dengan istri majikannya;
Madame : Tri.. go out from my house
Tri : whats going on madame..i dont understand
Madame : look at the television!!!!! see what they do for my country..this not
your countries problem..this our countries problem..this our bussiness…shit!!!!! i dont care you have to leave from my house..i wan’t to see indonesian in my house its a bich…dump it!!!!get out Tri !!!! (sambil menunjuk pintu keluar)
(madame pada saat itu sedang menyaksikan siaran berita di televisi tentang aksi solidaritas mahasiswa di Bundaran HI dengan aksi menginjak-injak foto Presiden Mubarak)
Tri : madame i didnt do anything for you..there is not my mistake (saya berkata
sambil menangis)
Madame: i don’t care!!!! ya laah etlah barra !!!!(sambil memanggil kepala rumah tangga dan menyuruhnya agar menyeret saya keluar)
Tri : oke madam i will leave from house..but how about my salary??
Madame : you ask Indonesian demonstran to pay you!!!!!!
Madame : Tri.. go out from my house
Tri : whats going on madame..i dont understand
Madame : look at the television!!!!! see what they do for my country..this not
your countries problem..this our countries problem..this our bussiness…shit!!!!! i dont care you have to leave from my house..i wan’t to see indonesian in my house its a bich…dump it!!!!get out Tri !!!! (sambil menunjuk pintu keluar)
(madame pada saat itu sedang menyaksikan siaran berita di televisi tentang aksi solidaritas mahasiswa di Bundaran HI dengan aksi menginjak-injak foto Presiden Mubarak)
Tri : madame i didnt do anything for you..there is not my mistake (saya berkata
sambil menangis)
Madame: i don’t care!!!! ya laah etlah barra !!!!(sambil memanggil kepala rumah tangga dan menyuruhnya agar menyeret saya keluar)
Tri : oke madam i will leave from house..but how about my salary??
Madame : you ask Indonesian demonstran to pay you!!!!!!
Akhir percakapan tersebut Tri diminta paksa keluar dari rumah majikan. Dari pengalaman pahit tersebut Tri memohon kepada para mahasiswa dan aktivis di Indonesia agar berhati-hati dalam bertindak, agar tidak mengurus kepentingan dalam negeri Mesir.
“Karena kami secara pribadi yang tak tahu menahu menjadi korban, kami yang selama ini mendapat gaji USD 650 hingga USD 700 sebulan bekerja sebagai pengajar bahasa Inggris private dua anak majikan Mesir yang sekolah di British International School di 6th October City yang setiap minggu anak-anak majikan tersebut dapat juara star of the week di bidang matematika, sains, inggris dan komputer,” ujar Tri.
Selama ini Tri mengaku senang bekerja dan tinggal di Mesir karena dapat membiayai kehidupan orang tua dan keluarganya di kampung, namun saat ini segala harapan tersebut sirna dan kesempatan mengejar cita-cita menjadi tertunda.
Syamsu Alam Darwis, anggota Tim Evakuasi WNI di Mesir menyikapi bahwa saat ini perlu ada fiqh prioritas dengan mengutamakan penyelamatan dan evakuasi WNI di Mesir dari pada melakukan aksi solidaritas mendukung revolusi Mesir.
“Kita minta kepada segenap mahasiswa dan aktivis RI di Indonesia termasuk anggota DPR RI agar memahami bahwa politik RI adalah politik bebas aktif, kita berikan kebebasan kepada warga dan pemimpin Mesir untuk menentukan nasibnya sendiri,” tuturnya.
Pernyataan yang dilontarkan oleh para politisi di media massa serta sejumlah demonstrasi di Indonesia terkait antiMubarak dan seputar permasalahan Mesir memperburuk keamanan ribuan WNI khususnya mahasiswa Indonesia di Mesir.
“Statemen politisi dan demonstrasi semakin memperburuk keamanan kami. Semakin banyak warga Indonesia yang disweping oleh militier Mesir,” ujar seorang mahasiswa Al-Azhar asal Indonesia, Abdullah Wasian kepada tribunnews.com, Selasa (8/2/2011). Akibatnya, ia mendesak agar pemerintah segera mengevakuasi ribuan mahasiswa yang masih terjebak di Mesir.
Hal ini diperparah dengan masalah visa. Saat ini mahasiswa menjadi dilema untuk di evakuasi. Pasalnya, ditakutkan mereka tidak bisa kembali melanjutkan studinya di salah satu kampus tertua di dunia ini.
“Untuk memperpanjang visa perlu surat keterangan dari kampus, sementara kampus kita belum juga memulai pembelajaran. Ketidakadaan visa di karenakan waktu untuk memperpanjang visa bertepatan dengan ujian. Karena tidak adanya visa juga menyulitkan kami untuk mengambil logistik karena ketatnya pengamanan,” ungkap Abdullah Wasian yang juga alumni Gontor ini.
sumber :http://unik13.info/2011/02/mesir-berdarah-mesir-rusuh-mahasiswa-di-mesir-keberatan-demo-anti-mubarak-di-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar