By Darmadi Darmawangsa M.Sc., C.Eng.
BEBERAPA tahun yang lalu, saya bertemu dengan seorang pengusaha yang terbilang sukses di Surabaya. Pada hari itu, saya diperkenalkan dengan seorang peramal terkenal yang katanya dapat meramal nasib seseorang dengan akurasi yang sangat tinggi. Sang peramal meminta saya untuk memperlihatkan salah satu telapak tangan saya. Setelah mengamatinya cukup lama, tiba-tiba raut muka peramal itu berubah menjadi kaget dan berkata kepada pengusaha itu, "Anak ini akan menjadi orang yang sangat berhasil ketika ia berusia 32 tahun nanti." Pengusaha itu gembira dan menawarkan saya posisi di perusahaannya, namun saya menolak karena mempunyai tujuan yang berbeda. Sebagai seorang yang beragama, saya sama sekali tidak mempercayai ramalan orang itu. Namun hari itu, hati saya berdebar-debar, muka saya memerah, dan kepala saya tiba-tiba terasa lebih besar dari sebelumnya. Saya merasa sangat senang dan bangga bahwa jalan hidup saya ternyata terbuka lebar untuk meraih kesuksesan. Saya berusia 26 tahun pada saat itu, dan saya mengatakan kepada diri saya bahwa enam tahun lagi saya akan mencapai kesuksesan. Pada saat itu saya benar-benar percaya bahwa kesuksesan seseorang itu ditentukan dan bukanlah pilihan. Sikap saya selama enam tahun kemudian sangatlah positif karena saya berusaha menjadikan ramalan tersebut menjadi kenyataan. Namun sekarang saya baru menyadari, bahwa sebenarnya bukan ramalan peramal itu yang membuat saya dapat menggapai sukses melainkan belief (keyakinan) dan action (tindakan) untuk mencapainya.
Hal menarik yang perlu kita perhatikan adalah, apa yang akan terjadi jika sang peramal berkata bahwa saya akan menjadi seorang yang gagal ketika saya berusia 32 tahun? atau yang lebih buruk lagi bahwa saya akan meninggal pada saat saya berusia 28 tahun? Saya yakin, dari informasi itu saya akan mengambil tindakan yang jauh berbeda dibanding tindakan yang telah saya ambil sampai saat ini. Namun di sisi lain, apa yang terjadi jika ia meramal bahwa saya akan berhasil lebih cepat lagi, seumpama 28 tahun? Akankah saya bekerja lebih keras lagi ? Pasti. Kesimpulannya adalah berhati-hatilah terhadap apa yang menjadi keyakinan Anda, karena apapun yang Anda yakini akan menjadi kenyataan.
Alkisah di jaman kekaisaran Cina kuno, hiduplah seorang peramal terkenal yang mampu meramal kehidupan seseorang di masa depannya. Peramal ini begitu hebatnya, sehingga hampir setiap ramalan yang dibuatnya menjadi kenyataan. Suatu ketika, datanglah dua orang ibu muda secara bersamaan dan masing-masing membawa bayi mereka untuk diramalkan nasibnya di kemudian hari. Bayi dari ibu pertama diramal akan menjadi tangan kanan Kaisar, sedangkan bayi dari ibu yang kedua diramal akan menjadi pengemis ketika dewasa nanti. Pulanglah kedua ibu muda tersebut ke rumah masing-masing.
Ibu pertama sangat senang dan bangga karena kelak anaknya akan menjadi tangan kanan Kaisar. Oleh karena itu, setiap kali bertemu orang lain ia menceritakan nasib anaknya kelak. Waktu pun berlalu, dari kecil sampai dewasa ibu ini sangat memanjakan anaknya, apapun yang diinginkan anaknya selalu diberikan. Bahkan ia tidak mau menyekolahkan anaknya, karena toh nantinya akan menjadi orang penting di kerajaan. Namun lain halnya dengan ibu yang kedua. Ibu ini sangat bersedih karena anaknya kelak akan menjadi pengemis. Ia mengurung dirinya dan mendidik anaknya dengan keras dan disiplin ketat. Ibu ini bertekad agar anaknya kelak tidak menjadi pengemis seperti kata sang peramal. Setiap hari anaknya diberikan pelajaran yang baik dan disiplin yang tinggi.
Singkat cerita, ketika kedua anak ini tumbuh menjadi dewasa, kenyataannya menjadi terbalik. Karena sering dimanja dan tidak pernah susah dalam hidupnya, anak yang diramal menjadi tangan kanan Kaisar akhirnya menjadi pengemis, sedangkan anak yang ditempa dengan keras oleh ibunya dan dididik dengan disiplin tinggi akhirnya menjadi tangan kanan Kaisar.
Itulah kekuatan subconscious mind (pikiran bawah sadar) kita. Dengan informasi yang diberikan kepadanya, maka keyakinan akan tumbuh dan melekat kuat sehingga mempengaruhi segala aktifitas hidup. Dalam cerita di atas, kita dapat melihat bahwa kedua ibu muda tersebut menerima infomasi dari sumber yang sama, sang peramal. Informasi-informasi tersebut kemudian masuk ke dalam pikiran sadar (conscious mind) mereka. Selanjutnya, informasi-informasi ini bersemayam beberapa lama dan kemudian langsung diserap tanpa argumen oleh pikiran bawah sadar (subconscious mind) mereka hingga muncullah suatu keyakinan di dalam diri kedua ibu muda itu. Apa yang membedakan keduanya sehingga hasil akhir menjadi berbalik 180 derajat?. Jawabannya sederhana, kuncinya terletak pada bagaimana kedua ibu muda ini mengendalikan pikiran bawah sadar dan attitude mereka terhadap informasi yang diterima.
Belief, sekali lagi dengan positive belief, maka kita akan bisa melampaui batasan-batasan yang dibuat manusia. Batasan-batasan tersebut hakikatnya adalah tembok penghalang yang besar, tinggi dan kokoh, yang menutup mata kita dari kekuatan potensi diri yang sangat hebat. Saya yakin, 90% manusia di dunia ini belum mengeluarkan semua yang terbaik dalam diri mereka untuk mencapai batasan optimum dalam hidupnya. Ingatlah, batasan itu hanyalah batasan yang Anda dipikiran kita. Kesimpulannya, bukan ramalan yang menentukan apakah kita sukses atau tidak, melainkan attitude kita terhadap belief yang kita percayai. Live your life with passion!
0 komentar:
Posting Komentar