Fenomena seks bebas yang terjadi di masyarakat sekarang, ternyata enggak hanya melibatkan orang-orang dewasa. Pelajar seperti Belia, bisa saja jadi salah satu yang terlibat. Keterlibatan pelajar dalam fenomena seks bebas ini, tentunya bikin semua pihak geregetan. Entah itu orang tua, guru, pemuka agama, tokoh masyarakat, bahkan dari pihak pelajar sendiri.
Seks bebas memang jadi momok yang menakutkan, khususnya bagi kalangan orang tua. Iya lah. Hari gini, siapa yang enggak khawatir atas fenomena yang satu ini. Free sex atau yang lazim disebut dengan seks bebas, sebenernya hanya istilah yang populer di Indonesia. Seenggaknya, itu yang dibilang oleh Morita Falyati (24), Koordinator Youth Clinic MCR PKBI Jawa Barat.
“Secara harfiah, free sex itu bisa berarti bebas seks. Dalam artian tidak melakukan hubungan seks sama sekali, atau hubungan seks pre marital alias seks sebelum pernikahan,” urainya. Jelasnya, seks bebas itu adalah hubungan seksual yang dilakukan bukan hanya pada satu pasangan, baik laki-laki maupun perempuan.
Coba deh, tanya sama diri sendiri. Pernah enggak, Belia melakukan hubungan seksual? Eits, jangan salah paham dulu, ya. Hubungan seksual ternyata mempunyai arti yang luas dan banyak. Enggak hanya intercourse, yang baru boleh dilakukan setelah Belia menikah nanti. “Pegangan tangan dengan lawan jenis, itu sudah termasuk hubungan seksual,” ujar Mbak Morita. Nah lho!
Pegangan tangan, lebih lanjut Mbak Morita menjelaskan, sudah termasuk aktivitas seksual paling ringan yang sering dilakukan remaja saat ini. “Setelah pegangan tangan, ada tahap meraba, kemudian kissing, necking, petting, dan diakhiri dengan intercourse,” lanjutnya.
Tahapan yang dinilai mulai memasuki area berbahaya adalah kissing. “Kissing ini juga terbagi dalam dua kategori. Kategori basah dan kering. Kissing kering itu seperti ciuman ke pipi atau ke kening. Sedangkan kategori basah itu ciuman mouth to mouth. Selanjutnya, ada yang disebut necking (saling merangsang daerah leher ke bawah, dengan rabaan atau ciuman), petting (saling menggesekkan alat kelamin, dengan atau tanpa pakaian), dan terakhir intercourse.
Dengan melakukan salah satu aktivitas seksual tersebut, meski yang paling ringan sekalipun, Belia bisa terbawa ke jenjang yang lebih intens. Mungkin awalnya hanya pegang tangan. Kemudian cium kening. Tapi selanjutnya, mungkin Belia bisa terbawa suasana, dan hal yang (tidak) diinginkan pun terjadi.
Kesenangan yang hanya sesaat. Kalimat itu mungkin tepat untuk remaja yang pernah terjerumus ke dalam fenomena seks bebas ini. Kalau boleh men-judge, tidak ada dosa yang tak berbalas. Sama kayak seks bebas ini. Awalnya terasa indah, dan enggak terlupakan. Tapi implikasinya? Siapa yang bisa tahu dampaknya buat Belia. “Enggak sedikit, pelaku seks bebas ini mengalami hamil di luar nikah, terkena penyakit menular seksual, bahkan sampai tertular virus HIV. Selain itu, yang mengalami trauma berkepanjangan gara-gara ditinggal pacar setelah ML juga banyak,” terang Mbak Morita.
Trauma pasca melakukan seks bebas ini memang lazim terjadi. “Kebanyakan mereka yang melakukan, belum tahu, atau tidak mau tahu tentang bahayanya melakukan hubungan seksual sebelum pernikahan. Keterbatasan pengetahuan tentang seksual juga jadi salah satu penyebabnya,” ungkap Mbak Morita lagi.
Selain itu semua, sifat mudah terpengaruh oleh orang lain dan ditambah dengan rasa ingin tahu yang tinggi dari remaja, menambah maraknya kasus seks bebas di kalangan remaja. Masalah seksualitas yang dulu dinilai tabu untuk dibicarakan, ternyata sekarang malah dianggap penting untuk diketahui. “Seks bebas ini kalau diibaratkan, seperti penyakit flu yang gampang menular. Misalnya saja, satu orang bercerita kepada temannya tentang aktivitas seksual yang dia lakukan dengan pacarnya, kemungkinan besar teman-teman yang diceritain itu malah jadi kepengen,” tambahnya.
Saat ini, pelajar SMA yang menghubungi MCR untuk konsultasi tentang masalah seks bebas ini, didominsi oleh perempuan. “Tiga banding satu, lah. Cowoknya lebih sedikit, mungkin karena buat mereka, akibatnya enggak terlalu kerasa,” katanya. Risiko buat perempuan memang lebih berat lagi. Mesti menanggung malu gara-gara mesti hamil di luar nikah, belum lagi kalau terdeteksi mengidap penyakit menular seksual–ini bisa terjadi di kalangan laki-laki juga. Bahkan, enggak sedikit juga perempuan yang terlanjur hamil di luar nikah, memilih aborsi sebagai jalan pintas. “Ada yang setelah aborsi, baru neghubungin kita untuk konsul. Terakhir, saya terima yang usia kandungannya udah mencapai tujuh bulan,” cerita Mbak Morita.
Risiko paling berat yang mungkin bakal diterima oleh pelaku seks bebas, tak lain adalah tertular HIV dan kemudian AIDS. Yep. Salah satu media penularan virus mematikan tersebut adalah dengan melakukan hubungan seksual tanpa pengaman. Celakanya, jika seseorang tidak menyadari kalau dirinya tertular virus HIV, dan kemudian dia melakukan hubungan seksual dengan orang yang berbeda, berarti secara enggak langsung virus tersebut bisa menetap di tubuhnya. Kalau sudah begini kan, jumlah orang yang tertular virus HIV bakal semakin banyak.
Modu (26)–bukan nama sebenarnya, salah seorang yang tertular virus HIV akibat menggunakan narkoba, adalah contoh orang yang ingin menyetop penularan virus tersebut. Kepada belia, Modu pun cerita kalau aktivitas seksualnya sekarang hanya sebatas kissing. Keinginan untuk menyetop penularan virus HIV ini juga ada pada diri Bunga (23). Ibu satu anak yang suaminya meninggal karena tertular virus HIV ini, juga sangat hati-hati dalam melakukan aktivitas seksual.
Bunga–bukan nama sebenarnya juga– enggak pengen kalau pasangan hidupnya nanti, juga tertular virus yang lebih dulu nempel di tubuhnya. “Dulu, gua mesti ngurusin suami yang sakit, sementara gua lagi hamil. Saat hamil lima bulan pun, gua masih sakaw. Sampai akhirnya anak gua mesti lahir prematur, dan sekarang dia juga tertular,” ujarnya.
Whew, Modu dan Bunga mungkin enggak pengen memperbanyak jumlah orang yang tertular virus HIV. Bayangin aja, data menunjukkan, jumlah orang yang tertular virus ini di Jawa Barat mencapai angka 1310 orang. Padahal, bulan Agustus 2004, data masih menunjukkan 1100 orang yang tertular.
“Bandung merupakan kota keempat setelah Papua, Jakarta, dan Bali yang paling banyak odhanya. Dan Indonesia menempati peringkat ketiga setelah Afrika dan India, yang tingkat pertumbuhan odhanya tinggi,” ungkap dr. Nirmala. K, MHA, seksi Diklat Tim Penanggulangan AIDS Perjan RSHS Bandung. Dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia, dipastikan 130.000 orang telah melaporkan kalau dirinya tertular virus HIV, padahal, dr. Nirmala punya estimasi sekira 20.000 orang yang telah tertular tetapi tidak melaporkan diri.
Data memang nunjukkin pertumbuhan odha semakin cepat di lingkungan kita. Tapi bukan berarti kita enggak bisa menyetop atau memperlambat angka-angka itu, kan? dr. Nirmala pun bilang kalau penularan HIV masih bisa cegah. “Salah satunya dengan safe sex. Untuk yang akan menikah, bisa melakukan konseling pranikah, dan VCT (voluntary counselling and testing) untuk yang belum pernah terkena penyakit menular seksual, yang jadi pintu gerbang masuknya virus HIV,” jelas beliau.
Pencegahan kehamilan, infeksi menular seksual, mencegah penyakit hepatitis B, akan secara tidak langsung mencegah pula masuknya virus HIV ke dalam tubuh. “Tentunya, ditambah pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi remaja, itu cukup membantu untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.
”Saat di Cipanas saya dan dua temen ikut minum dan ngisep ganja. Kemudian, dua teman saya dipakai tiga laki-laki yang dikenalkan oleh guru saya, sedangkan saya sendiri dipaksa untuk melayani satu orang,” ujar Mawar, yang terakhir duduk di bangku kelas 2 SMA.
Nah, kalau sudah tahu banyak gini, masih mau beraktivitas seks bebas, nggak? ***
Posted in
0 komentar:
Posting Komentar