Ketika saya menulis artikel ini, saya baru saja selesai menelepon Edy Zaqeus untuk konsultasi mengenai proses penulisan saya. Apa yang hendak saya tanyakan sudah saya konsep di kepala. Bahkan urut. Namun apa yang terjadi? Saya ngomongnya nggak jelas ke mana arahnya, muter-muter dan ...aa..ii...uu. Berantakan karena kegugupan saya. Saya segera menyudahi percakapan.
Saya terdiam sebentar sebelum kemudian mata saya menatap sebuah nama penulis buku Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller yang tergeletak di hadapan saya. Saya baru mengerti kenapa saya grogi. Ini seperti mimpi, memangnya saya siapa? Ternyata saya masih belum bisa menghilangkan rasa rendah diri saya. Malu dengan tingkat intelejensi yang saya miliki....he he he.
Pantas saja dia menyuruh saya menulis bahayanya rendah diri atau pemalu bagi orang seperti saya yang ingin berhasil. Ah, yang terjadi pada saya saat ini saya rasa wajar. Yang tidak wajar bagi saya adalah jika saya tidak segera memperbaiki kualitas kepribadian saya.
Sikap rendah diri atau pemalu biasanya muncul karena sadar dengan kekurangan yang dimiliki. Jika merasa terganggu dengan keadaan ini maka semakin lama orang akan menjadi semakin minder. Apalagi jika orang itu menerima secara terus-menerus masukan atau tanggapan dari orang lain. Masukan itu justru dianggapnya suatu kritikan yang menuntut penyesuaian dengan peran maupun situasi tempat dia berinteraksi. Karena hal ini akan menambah keyakinan dirinya, bahwa ia punya banyak sekali kekurangan. Yang pada akhirnya akan membuatnya menarik diri dari peredaran.
Inilah bahayanya rasa malu atau perasaan rendah diri. Tetapi akan lain ceritanya jika orang itu sadar dan segera memperbaiki diri dengan mempelajari dan membenahi kekurangannya.
Sikap rendah diri ini biasanya dipicu oleh kata sifat yang berawalan 'terlalu' dan 'ah'. Terlalu kurus, terlalu gemuk, terlalu jelek, terlalu pendek, terlalu tinggi, dan sebagainya. Juga kata-kata yang menghakimi diri sendiri seperti "Ah, saya tak pintar!", "Ah, siapalah saya ini?!" Dan, kalimat-kalimat pesimis lainnya yang sulit diterima.
Jika kekurangan yang dimiliki itu adalah takdir Tuhan atau dari sononya, kita harus menerima kekurangan yang ada pada diri kita tanpa syarat. Seperti artikel dari Andrew Ho yang berjudul “Kecantikan seorang wanita” yang saya baca di Pembelajar.Com. Namun, jika kekurangan kita itu masih bisa diperbaiki, ya segera diperbaiki saja. Atau yang lebih cerdik lagi, mengubah kekurangan kita menjadi sebuah kelebihan yang tak dimiliki oleh orang lain.
Jika seseorang sudah bisa mencerna konsep ini, maka tak ada masalah dengan diri sendiri. Orang akan merasa nyaman dan percaya diri karena sudah terbentuk perasaan yang stabil sebagai manifestasi dari “penerimaan diri secara mutlak”. Bukankah percaya diri adalah kunci keberhasilan kita? Itu kan yang selalu kita dengar dari seorang motivator?
Saya saat ini sedang menulis tentang pengembangan diri sekaligus belajar mengembangkan diri saya sendiri melalui tulisan saya sendiri. He he he. Kegiatan yang sangat menguntungkan, bukan? Dan sudah tentu saya harus banyak membaca tulisan-tulisan pengembangan diri dari para pakar untuk kemudian saya pelajari dan saya cocokkan dengan kasus saya sendiri. Juga saya cocokkan dengan kasus banyak orang seperti saya yang benar-benar sedang mengalami krisis kepribadian.
Saya sangat berbahagia dengan takdir Tuhan yang menakdirkan saya lahir di Indonesia, sekalipun saya berasal dari keluarga yang tak mampu. Kenapa? Karena, saya bisa melakukan hal yang tak mungkin bisa saya lakukan jika saya lahir di tengah-tengah keluarga miskin di Afrika Selatan, misalnya. Pun saya harus mengawali profesi paling rendah yaitu sebagai pembantu rumah tangga.
Mungkin, jika hal itu terjadi pada saya, saya harus keluar dari wilayah miskin itu untuk menuju wilayah yang baik secara perekonomian. Meskipun untuk itu saya harus bekerja kasar. Karena, percuma bekerja di wilayah yang rata-rata penduduknya miskin.Tapi bagaimana mendapat bekal untuk keluar dari sana jika makan saja tak ada? Bagaimana pun juga peran pemerintah setempat untuk menciptakan kondisi yang kondusif sangat memberi kesempatan bagi warganya. Seperti di Indonesia, tinggal memaksimalkan potensi setiap individu, maka kemajuan akan terwujud.
Berbahagialah bagi mereka yang lahir dari keluarga yang orangtuanya sudah berada di tangga profesi yang lumayan. Apalagi di tangga profesi teratas. Orang-orang sukses maksud saya. Anak-anaknya tentu mendapat berbagai fasilitas untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka. Bisa sekolah ke luar negeri dan sebagainya.
Saya juga beruntung, meski saya berada di tangga profesi terendah. Berhubung memilih jalur yang menguntungkan, saya mendapat fasilitas (komputer) untuk mengembangkan potensi saya. Betapa fasilitas memberi kesempatan emas!
Jadi, sekarang saya tinggal menekan sikap rendah diri dan menghancurkannya! Saya akan bisa terus melanjutkan pembelajaran saya untuk mengembangkan diri dan memaksimalkan potensi. Karena sikap rendah diri atau pemalu akan menghambat proses perbaikan kepribadian saya untuk menjadi percaya diri yang merupakan kunci sukses saya. Semoga.
Bagaimana dengan Anda? Di tangga profesi mana pun Anda berada, Anda akan mempunyai banyak kesempatan untuk memaksimalkan potensi diri. Selama kondisi bisa diciptakan. Jika di rumah tak ada yang bisa dikerjakan karena miskin dan fasilitas tak ada, keluarlah! Bekerjalah! Dapatkan kesempatan itu, pelajari dan ciptakan kondisi yang memungkinkan kita untuk berkembang.[]
* Eni Kusuma W adalah seorang TKI di Hongkong. Ia menyebut dirinya bukan pakar “permutuan”, melainkan salah seorang yang melaksanakan program pengembangan diri dari Pembelajar.com, yaitu "rajin belajar". Ia aktif di milis Penulis Best Seller, suka menulis cerpen, artikel opini, menulis novel, dan sedang menulis sebuah naskah buku pengembangan diri. Eni dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar