Jika pertanyaan ini ditujukan pada saya, saya pasti akan mengerenyitkan dahi. Seperti yang telah diutarakan oleh Edy Zaqeus (editor Pembelajar.com dan penulis buku-buku best seller), bahwa yang menilai tulisan kita adalah pembaca dan pembaca ini pun macam-macam. Saat menulis artikel ini pun, saya sempat bertanya pada diri, "Apakah tulisan saya kali ini lebih bagus atau malah tambah 'ancur' dari tulisan saya sebelumnya?"
Relatif, itulah jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan ini. Tergantung siapa yang mengkonsumsi. Dan masih seperti Bung Edy bilang, bahwa semua jenis tulisan mempunyai segmen pembacanya sendiri-sendiri. Seperti halnya masakan. Semua jenis makanan mempunyai segmen konsumen masing-masing. Sushi misalnya, makanan khas dari Jepang ini pun, selezat apa pun tetap tak disukai oleh sebagian orang.
Namun yang pasti, sesuatu yang bermutu akan lebih disukai. Apa pun jenis tulisan kita—baik itu fiksi maupun nonfiksi—akan lebih disukai yang bermutu daripada yang tidak bermutu. Bagaimana kita bisa membedakannya? Sebenarnya ada bedanya kok antara sesuatu yang bermutu dengan sesuatu yang tidak bermutu. Entah itu mainan anak-anak, kaset, makanan, pakaian, dan lain-lain, pun dengan tulisan kita.
Seseorang yang bisa melihat dan menilai tulisan kita adalah tentu yang sudah berkecimpung lama di dunia kepenulisan. Dan umumnya, apa yang mereka bilang bagus, akan bagus pula untuk sebagian orang. Sama halnya ketika seorang "sifu" atau koki—yang sudah tak diragukan lagi kepiawaiannya dalam hal masak-memasak—bilang "enak" pada sebuah masakan. Tentu akan sama juga yang dirasakan oleh sebagian orang yang suka pada jenis makanan itu.
Saya akan mencoba membahas bagaimana melihat "mutu" menurut sudut pandang saya. Sebagai contoh, dalam hal mencuci piring, misalnya. Ini merupakan bagian dari pekerjaan utama saya sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong. Saya akan bangga jika mampu mencuci piring dengan bersih dan lebih cepat dari waktu yang saya targetkan, serta tak satu pun piring yang pecah. Ini adalah kualitas atau mutu dalam mencuci piring ala Eni Kusuma.
Lalu, bila ada seseorang yang bertanya pada saya, apakah dia sudah mencuci piring dengan baik, saya tentu bisa menjawabnya. Karena, saya sudah mempunyai pengalaman lima tahun lebih dalam hal mencuci piring. Jadi, kita tentu bisa menilai sesuatu hal tentunya setelah kita sendiri terjun dan mendalami bidang atau sesuatu hal tersebut.
Saya jadi teringat akan sebuah peristiwa ketika saya bersama teman-teman sepenampungan dulu, di sebuah PJTKI. Saya bersama lima teman sedang mendapat tugas mengiris kecil-kecil kacang panjang untuk dimasak. Ada seorang teman yang suka sekali mengobrol. Dia mencoba mengajak kami mengobrol. Tetapi dia tak mendapat respon seperti yang dia harapkan. Dia pun tak putus asa. Dia mendekati saya dan menawarkan sesuatu, mengajak bincang-bincang sambil memijit saya. Saya menolak, bukan karena saya tak mau dipijit. Tapi saya berpikir, "Apakah pijitannya nanti berkualitas? Sedangkan untuk melakukan pekerjaan mengiris kacang panjang saja dia enggan?" Atau malah bisa-bisa badan saya remuk, salah urat karena pijatan yang tak bermutu itu.
Saya bisa menilai pijitannya yang tak bermutu karena saya lebih tahu dari kebanyakan teman-teman saya. Karena, saya lebih banyak membaca dan menganalisis daripada teman-teman saya itu. Jadi di sini, untuk dapat meraih sesuatu yang bermutu dan bahkan dapat menilai sesuatu itu bermutu atau tidak, kita harus rajin-rajin belajar dan latihan. Jika kita bisa melakukan pekerjaan yang ringan dengan baik, tentu akan dapat melakukan pekerjaan yang lebih sulit dengan baik pula alias bermutu.
Tak mungkin orang yang bisa melakukan dengan baik pekerjaan yang lebih berat tanpa melakukan dengan baik pekerjaan yang lebih ringan. Karena segala sesuatu itu ada prosesnya. Dan dalam mendaki tangga pun, kita harus mendaki dari bawah dulu dengan baik.
Jadi, mulai sekarang apa pun yang Anda kerjakan, pastikan soal kualitas atau mutunya. Karena, mutu yang baik pasti lebih disukai. Sebaliknya, mutu yang jelek pasti dihindari.[ek] * Eni Kusuma adalah alumnus SMU 1 Banyuwangi yang saat ini bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga (TKW) di Hongkong. Di sela-sela “kesibukannya” sebagai “pemburu devisa”, ia masih sempat aktif sebagai moderator milis Backhomers, serta jadi “aktivis” di milis De Kossta dan milis Penulis Best Seller. Eni adalah penggagas rubrik "So What Gitu Loh!" di majalah “PEDULI” yang terbit di Hongkong. Eni suka menulis cerpen, puisi, dan pernah menulis sebuah naskah novel. Puisi Eni bersama 100 penyair Indonesia dibukukan dalam buku berjudul "Jogja 5,9 Skala Richter". Eni suka menulis artikel yang ditulis berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai pembantu rumah tangga, serta proses pembelajarannya melalui bahasa tulisan. Saat ini, kumpulan artikel motivasi Eni sedang diproses menjadi sebuah buku oleh sebuah penerbit di Jakarta. Eni dapat dihubungi di: ek_virgeus@yahoo.co.id.
0 komentar:
Posting Komentar