“Yang pasti-pasti ajalah,” kata seorang teman pada saat meeting membahas perbaikan proses bisnis. “Belum tentu perbaikan ini akan memberikan dampak yang lebih signifikan dibanding sebelumnya,” tambahnya. Mungkin percakapan ini sering kita dapati di mana pun kita bekerja. Orang memang memiliki kecenderungan untuk malas berubah dan lebih memilih yang sudah berjalan seperti biasanya.
Atau, coba Anda perhatikan, Jika suatu saat Anda makan di sebuah restoran dan mengambil kursi yang paling pojok misalnya. Saat Anda kembali ke restoran tersebut pada lain waktu, Anda akan memilih meja yang sama dan makanan yang sama pula. Kenapa ini terjadi? Alasannya tetap sama, bahwa kita sudah terbiasa dengan pilihan tersebut. Karena, semua dari kita menyukai kebiasaan, kemapanan, dan kepastian.
Pernahkah Anda sadari bahwa setiap hari kejadian-kejadian tersebut banyak sekali terjadi. Kita berusaha menjaga segala sesuatu seperti yang pernah kita lihat, terlihat sama, dan konstan dari waktu ke waktu. Dengan memastikan segalanya tidak berubah, kita merasa aman dan nyaman. Keadaan ini sering disebut sebagai comfort zone dan sering dipersalahkan pada saat terjadi perubahan. Sehingga, dalam setiap training motivasi kita dianjurkan untuk keluar dari comfort zone (lebih tepatnya negative comfort zone) karena membuat kita menjadi konservatif dan tidak produktif.
Apakah memang benar demikian?
Cobalah bayangkan, di sebuah perusahaan yang sangat dinamis perubahan adalah sebuah kebiasaan (habbit) mengikuti trend industri. Proses bisa berubah sewaktu-waktu, struktur organisasi berganti secara tidak dinyana dan kebijakan bisa berubah haluan secara drastis, apakah karyawan mampu beradaptasi dengan baik?
Coba tanyakan pada diri sendiri, apa yang sebenarnya kita cari di dunia ini? Uang, kekuasaan, dan ketenaran? Belum tentu dengan uang kita merasa sukses jika kita tidak sehat. Kekuasaan tidak akan bisa kita rasakan jika kita dihantui oleh ketamakan dan kesewenang-wenangan. Dan, ketenaran tidaklah berguna jika kita tidak punya privacy dan waktu untuk orang-orang terkasih. Kalau kita tanyakan kembali, sebenarnya yang kita butuhkan adalah ketenteraman dan kenyaman hidup. Benar atau tidak?
Dalam kondisi nyaman dan aman tentunya seseorang akan lebih optimal dalam melakukan segala aktivitas karena tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Kita akan bisa melakukan apa pun dan mencapai target jika kita merasa nyaman.
Sekarang marilah kita maknai dan ciptakan positive comfort zone tersebut agar memberikan daya lecut menuju kesuksesan kita.
Beberapa hal penting yang harus kita cermati dalam menciptakan positive comfort zone adalah sebagai berikut:
Definisikan ulang hidup Anda
Putuskan hidup seperti apa yang ingin Anda jalani, hidup yang penuh dengan warna-warni atau biarkan berlalu begitu saja. Kemudian tentukan nilai-nilai apa yang menurut Anda penting misalkan kejujuran, kebersamaan, kekeluargaan, kecukupan material spiritual, penghormatan, harga diri, dan lain sebagainya.
Pastikan bahwa nilai-nilai tersebut adalah identik dengan Anda, jadi di mana pun Anda berada, pekerjaan apa pun yang Anda pilih, maka nilai-nilai inilah yang akan menjadi pilar zona nyaman Anda. Jika nilai-nilai ini ada maka Anda akan eksis dan optimal, jika tidak maka buatlah itu ada atau berpindahlah ke lain tempat yang memungkinkan itu ada atau terjadi
Positive Comfort Zone adalah sebuah target yang dinamis dan upgradeable
Waktu selalu bergerak maju, perubahan tidak terelakkan lagi, dan usia pun sudah pasti merangkak naik. Pada saat itulah kita harus berkaca pada diri sendiri, apakah kita juga semakin beranjak dewasa, bertambah bijak, cerdas, dan secara spiritual lebih matang atau tidak? Pada tahapan ini Muhammad SAW mengingatkan kita bahwa orang yang beruntung adalah orang yang pada hari ini lebih baik dari kemarin. Apakah kita termasuk di dalamnya?
Selayaknya seperti target penjualan, yang dari waktu ke waktu selalu berubah begitu juga dengan comfort zone. Pada saat pengertian kita mengenai hidup semakin matang, pengalaman spiritual semakin meningkat kualitasnya maka dirasa atau tidak Anda sudah berpindah dari satu tingkatan positive comfort zone menuju ke tingkatan yang lebih tinggi.
Kalau awalnya ukuran nyaman masih dalam tataran keduniawian, sekarang beranjak ke dalam tataran pencapaian spiritual, dan begitu seterusnya. Saat kita sudah mencapai tingkat tertentu kita akan menentukan lagi tingkat positive comfort zone yang baru dan yang lebih tinggi tentunya.
Tidak selalu identik dengan uang, kekuasaan, dan ketenaran bukanlah ukuran yang sebenarnya. Pikirkanlah hal-hal seperti peluang pembelajaran, kemudahan berkomunikasi dengan sesama karyawan, kesempatan untuk mendapatkan karier yang lebih tinggi, kesempatan untuk menuangkan ide-ide kreatif untuk kemajuan perusahaan, waktu untuk bersama keluarga, kebersamaan dengan karyawan. Hal-hal tersebut bisa dijadikan sebagai indikator positive comfort zone.
Jika nilai-nilai tersebut tidak terpenuhi maka kita harus bersiap mencari solusinya sendiri dengan berpindah bagian, perusahaan, atau berpindah karier
Lihatlah dengan hati
Kondisi tingkat kenyamanan dan keamanan orang satu sama lain berbeda-beda. Karena kualitas dan target hidup berbeda dan tergantung dari kemampuan kita memaknai dan menjalani hidup. Namun satu yang pasti, perasaan nyaman dan aman hanya bisa diukur oleh hati. Bergelimpang harta dengan dikawal bodyguard sekampung belum tentu terasa nyaman jika selalu was-was akan kehilangan harta tersebut. Memiliki deposito dan investasi yang membanggakan belum tentu nyaman jika setiap saat kita khawatir akan risiko kehilangan investasi tersebut.
Maka belajarlah untuk selalu mendengar dan menuruti kata hati. Karena Tuhan berkomunikasi dengan kita setiap hari melalui segala kelembutan dan kejadian untuk kita ambil hikmah dengan akal dan hati. Segala perbuatan baik dan buruk hanya hati kita yang bisa menilai. Pastikan hati kita sejernih air telaga dan selembut kapas.[aar]
* Ahmad Arwani R lahir di Semarang pada 1 Juni 1977. Ia tinggal di Kompleks Mutiara Elok Blok B-16 Kreo Selatan, Ciledug, Tangerang, Banten.
0 komentar:
Posting Komentar