Mengembangkan sebuah perencanaan investasi termasuk langkah yang sulit, akan tetapi terus berjalan dalam perencanaan yang telah ditetapkan jauh lebih berat. Kebanyakan investor sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tamak (greed) dan takut (fear). Bila pasar sedang bergejolak, investor jadi takut. Bukannya menjual pada saat harga sedang naik malah menjual saat turun.
Mereka melakukan hal tersebut karena mereka manusia dan mereka juga kurang memiliki ketetapan hati dalam melaksanakan perencanaan yang telah dibuat atau malah tidak memiliki perencanaan investasi sama sekali. Kita sering kali mengambil keputusan berdasarkan emosi semata. Hal ini bisa merusak investasi yang telah dilakukan.
Tamak (Greed)
Sifat Pertama adalah Tamak (Greed). Sering terjadi, akibat ingin buru-buru mendapatkan keuntungan besar, investor lupa untuk berpikir rasional dan bertindak berdasarkan ‘naluri’ yang ternyata lebih bersifat emosional. Misalnya, saat IHSG meningkat dari level 400-an dan untuk pertama kalinya kembali menembus ke level 700-an, banyak investor baru terangsang emosi tamaknya. Saat itu, melihat banyak rekan atau tetangga mereka mendadak bisa beli mobil baru karena investasi di saham, para investor lugu tersebut tanpa pikir panjang langsung ikutan beli saham. Sayangnya, tak lama setelah mereka beli saham, IHSG justru menurun.
Apa jadinya? Karena kurangnya pengetahuan serta pola investasi yang sesuai bukan keuntungan yang didapat, melainkan kerugian. Maunya untung malah buntung.
Investor sangat dipengaruhi oleh informasi seputar performa sebuah investasi. Keputusan untuk mendapatkan keuntungan didasari oleh performa masa lalu sebuah investasi. Seperti kita ketahui, “past performance is no guarantee of future results” . Mungkin pada masa tersebut sebuah sektor yang dipilih oleh manajer investasi memberikan keuntungan yang tinggi. Begitu Anda mulai melihat pertumbuhan dari investasi tersebut Anda baru masuk. Namun, setelah beberapa waktu, sektor tersebut mulai melemah dan malah merugi.
Ekspektasi yang berlebihan
Karena investor merasa sangat tamak, hal ini bisa mengakibatkan Anda menjadi sangat mengharapkan sesuatu diluar kebiasaan tentang risiko investasi maupun keuntungan investasi. Menabung menjadi kurang dan mengakibatkan tidak tercapai tujuan yang diinginkan karena Anda mengharapkan keuntungan invetsai yang tidak realistik. Bila harapan Anda tidak terwujud Anda harus mencari alterntif investasi lain yang mungkin saja lebih tidak realistik, dengan harapan dapat mengejar kekurangan yang selama ini terjadi.
Takut (Fear)
Saat IHSG mulai menurun (lanjutan cerita diatas), pendulum emosi para investor baru tersebut beralih dari tamak menjadi Takut (Fear). Akibatnya mereka beramai-ramai keluar dari pasar. Jadi yang mereka lakukan bukannya beli murah jual mahal, melainkan beli mahal, jual murah, alias rugi.
Timbul rasa takut dikarenakan adanya potensi kerugian. Banyak research yang mengatakan bahwa kita lebih membeci kehilangan atau kekalahan dari pada kita mencintai kemenangan. Mengikuti perkembangan portfolio atau investasi yang Anda miliki setiap saat bisa sangat membahayakan. Seperti halnya bila Anda menginvestasikan dana di saham. Bila Anda mengikuti perkembangan setiap saat, bila kecenderungan pasar lagi turun, Anda terangsang untuk menjual saham yang Anda miliki. Karena informasi yang diperoleh hampir setiap hari, seringkali sulit untuk tetap bertahan di keputusa yang telah ditetapkan sejak semula.
Dalam hal monitoring investasi yang telah Anda alokasikan dan tempatkan akan lebih baik bila Anda melihat setiap 6 bulan atau 3 bulan sekali. Hal ini bisa mungurangi keinginan Anda untuk menjual (karena perubahan sesaat) saham-saham atau investasi yang dimiliki.
Bagaimana mengatasi hal ini?
Untuk menanggulangi emosi yang menghambat investasi Anda, langkah pertama adalah dengan melakukan otomatisasi menabung (menabung dengan memotong secaraotomatis setiap bulan dari pendapatan) yang Anda lakukan sehingga tetap berjalan di perencanaan yang telah ditetapkan dan ada tiga tindakan yang sebaiknya dipertimbangkan, Dollar Cost Averaging, Rebalancing (membalance alokasi portfolio) dan Simplifiying (dibuat simpel).
Dollar cost averaging
Perencanaan keuangan keluarga merupakan perencaaan yang berkesinambungan. Dibutuhkan disiplin dan motivasi yang kuat guna mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan keterbatasan pendapatan yang diperoleh setiap bulan, sangat dianjurkan bagi keluarga untuk memulai menyisihkan dana untuk tujuan keuangan sedini mungkin. Penempatan dan alokasi dana dilakukan secara reguler setiap bulan sesuai kesanggupan keuangan keluarga. Pola investasi ini biasa disebut dengan dollar cost averaging (DCA).
Berikut ini ilustrasi DCA untuk penempatan dana di bursa saham. Konsep DCA ada hubungannya dengan diversifikasi. Para investor di bursa saham berdiversifikasi dengan menanamkan uang tak hanya pada satu saham, tapi menyebarkannya pada banyak saham di pelbagai sektor. Gagasannya: bila satu sektor sedang lesu, mungkin sektor lain bisa mengompensasinya.
Diversifikasi seperti ini sudah lazim dan dikenal banyak orang. Masalahnya, bagaimana jika semua sektor---atau dengan perkataan lain pasar saham---kebetulan pada waktu tertentu sedang merosot? Dalam situasi ini, diversifikasi seperti itu tidak bisa berbuat banyak. Salah satu cara yang pasti ampuh untuk menghindari kerugian akibat merosotnya pasar saham adalah jangan berinvestasi di saham. Memang, dengan tidak berinvestasi di pasar saham berarti tak mengalami kerugian, tapi Anda juga tak akan mengalami keuntungan kalau pasar meroket seperti yang terjadi mulai pertengahan tahun 2003 sampai awal 2004.
Lalu, mesti bagaimana? Jangan khawatir, masih ada harapan. Ada satu jenis diversifikasi lagi yang dapat mengurangi risiko kerugian akibat kemerosotan pasar saham. Konsep yang satu ini bukan diversifikasi biasa, namanya diversifikasi waktu. Konsep aslinya sering disebut DCA.
Misalkan Anda punya uang Rp 1 miliar untuk diinvestasikan dalam bentuk saham. Berdasarkan hitungan rasio harga-pendapatan (price-earning ratio: PER) dan harga-nilai buku (price-to-book value: PBV), Anda pikir saham-saham di Bursa Efek Jakarta kini relatif murah. Kalau pasar meningkat pesat dalam tempo 1---2 tahun, return yang akan diperoleh bisa sangat besar.
Kendati begitu, dalam jangka pendek Anda masih ragu dengan naik-turunnya pasar. Ada kemungkinan pasar masih melorot sejenak sebelum tinggal landas. Kalau uang Rp 1 miliar ini diinvestasikan sekarang dan ternyata pasar merosot, bisa runyam. Sebaliknya, kalau investasi ditunda dan ternyata pasar segera menguat, Anda ketinggalan kereta dan terpaksa gigit jari. Pendeknya, baik masuk terburu-buru maupun menunggu terlalu lama sama-sama bisa membuat Anda menyesal.
Alternatif konservatif untuk menghindari penyesalan itu adalah dengan menginvestasikan uang Anda secara bertahap, misalnya Rp 100 juta tiap bulan selama 10 bulan. Sambil menunggu, uang yang belum diinvestasi bisa dititip di broker dengan bunga setingkat bunga deposito (tentu saja hal ini harus dikonfirmasi dan dinegosiasikan dengan broker Anda). Dengan cara begitu, bila pasar masih menurun Anda tak akan terlalu menyesal masuk saat pasar masih relatif tinggi. Serupa dengan itu, bila pasar mulai meningkat, Anda juga tak terlalu menyesal terlambat masuk pasar.
Manfaat lain dari DCA: dengan membeli sedikit-sedikit, order belinya tak membuat harga naik. Bayangkan bila seorang investor punya uang Rp 1 triliun yang sekaligus diinvestasikan dalam satu hari. Order beli tersebut tak akan bisa dipenuhi tanpa menyebabkan harga saham naik untuk sementara, terutama bila saham-saham yang dipesan kurang likuid (nilai transaksi normal per harinya hanya sedikit).
DCA juga berlaku bila Anda berencana menginvestasikan sebagian penghasilan Anda setiap bulan secara teratur. Untuk investasi yang relatif sedikit, Anda dianjurkan menggunakan sarana investasi reksadana. Dengan menggunakan reksadana, investasi Anda telah terdiversifikasi dalam banyak saham yang dimiliki oleh reksadana itu. Jadi, diversifikasi saham didelegasikan kepada reksadana, sementara diversifikasi waktu langsung Anda kendalikan sendiri.
Diversifikasi waktu melalui DCA memerlukan disiplin dan horison investasi jangka panjang. Dengan mengabungkan otomatisasi pemotongan dana untuk tabungan, dan pola DCA, potensi tujuan yang diinginkan dalam jangka panjang menjadi meningkat. Dalam banyak hal---termasuk investasi---tanpa perencanaan, disiplin, dan kesabaran sulit untuk mencapai hal yang Anda idam-idamkan.
Rebalancing & simplifying
Merancang ulang target alokasi porfolio yang Anda miliki sehingga sesuai dengan investasi yang telah ditetapkan disebut dengan rebalancing. Reblanacing ini bisa dengan membeli saham atau obligasi bila terjadi perubahan harga. Misalkan dari total investasi yang Anda miliki, Anda mengalokasikan 20% di saham. Karena pasar modal sedang naik, nilai total investasi di saham jadi meningkat, yng tadinya persentasinya hanya 20% menjadi 30% dari toatl investasi. Sehingga Anda befikir untuk mengubah alokasi portfolio seperti semula yaitu dengan menjual sebagai saham yang dimiliki dana dibelikan obligasi atau investasi pasar uang.
Coba untuk menjadi investasi yang Anda lakukan semudah dan sisimpel mungkin. Hindari investasi yang mengharuskan Anda untuk emngambil terlalu banyak keputusan. Tempatkan investasi dalam bentuk reksadana karena produk ini banyak memberikan keunggulan seperti ases ke berbagai instrumen investasi, tingkat likuiditas yang tinggi, dikelola oleh manajer investasi profesional dan lain-lain.
Demikianlah penjelasn kami seputar emosi dalam pengambilan keputusan investasi. Kenali berbagai emosi yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berinvestasi dan coba untuk emgatasinya dengan menetapkan perencanaan dan melakukan ketiga tindakan dalam jangka panjang. Hal ini akan meningkatkan potensi pencapaian tujuan yang selama ini diidamkan.*
0 komentar:
Posting Komentar