Dari
koleksi perpustakaan abadi bernama google, mari kita buktikan apakah
“foto lebih bermakna dari sejuta kata dan benarkah pameo satir yang
beredar di negeri manca tentang bangsa kita?”
Mari kita merenung sejenak…
Rupanya budaya antri telah lama kita kenal sejak zaman dulu
Fenomena
dukun cilik asal Jombang, Jawa Timur. Sejak dibukanya praktek
pengobatan sudah mengambil korban empat nyawa melayang dan 13 luka-luka
terinjak-injak rekan seperjuangannya
Antrian
warga untuk memperoleh minyak tanah mencapai puluhan meter, bak jamur
di musim hujan, menjalar ke seluruh penjuru Nusantara, tidak mengenal
kaya atau miskin (tentu lebih banyak yang miskin), terjadi karena
kelangkaan gas untuk tabung 3 kg hasil program konversi minyak tanah ke
gas.
Tidak
mau kalah dengan mereka yang mengantri minyak tanah, kaum berpunya pun
rela duduk berjam-jam di atas kendaraannya di depan pompa bensin guna
mendapat beberapa liter BBM.
Mereka
yang benar-benar miskin dan memiskinkan diri rela bercampur
berdesak-desakan demi selembar uang seratus ribu rupiah. Mereka cukup
antusias menunggu jatah Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari petugas pos
yang sudah mereka anggap seperti dewa penolong. Ternyata budaya disiplin
tidak hanya dominasi kaum kurang mampu saja, kumpulan foto berikut
menggambarkan bagaimana sisi lain kehidupan manusia atas kecintaannya
kepada dunia.
Ketakutan
manusia akan kehilangan harta terpentingnya membuat mereka rela berdiri
berjam-jam di depan sebuah mesin yang bisa mengeluarkan uangnya.
Ternyata bangsa kita tidak ingin kalah dengan saudaranya di Inggris Raya
sana.
Antrian masyarakat ibukota menantikan HP ESIA Gayaku di EX Plasa pada 25 November 2009.
Tak
mau kalah juga dengan saudara sebangsanya di ibukota negara sana,
masyarakat Medan, Sumatera Utara rela berpeluh keringat (dalam ruangan
ber-AC, mungkinkah?) di Sun Plaza, salah satu pusat perbelanjaan
terbesar di Medan karena terbuai pesta diskon di sana.
Kemarin
Sabtu, 2 Januari 2010 kehebohan juga melanda warga di depan gerai
sepatu Charles and Keith, Jakarta.. Semoga saja foto terakhir ini dapat
menyadarkan kita akan pentingnya sebuah kedisiplinan, sehingga mereka
rela meregangkan nyawa demi menepis anggapan buruk bangsa ini di mata
dunia, “Ini lho kami, bangsa yang sangat disiplin, gemar sekali
mengantri!”
Pagi
itu pada hari Senin, 15 September 2008 di sebuah kelurahan bernama
Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, mata dan nurani kita
terbelalak oleh tewasnya 21 anak bangsa demi selembar uang dua puluh
ribuan yang tentu tidak ada artinya bagi sebagian anak bangsa di bagian
lain negeri ini yang sedang mengantri pula di ruangan-ruangan dingin
ber-AC, bukan di bawah guyuran rintik hujan dan teriknya matahari.
Saya kira memberi rating “menghibur” bukan suatu langkah yang tepat (kalo yg lain boleh lah), terima kasih
http://klikunic.com
0 komentar:
Posting Komentar