Rahasia Dua:
”Pelayanan konsumer yang topcer adalah sebuah Sikap (attitude), Etos (ethos) yang merupakan refleksi dari Cara berPikir (the way of thinking) seseorang. Ini bukanlah sebuah konsep mati dan adanya lembaga departemen pelayanan konsumer masih belum bisa menjamin secara 100 persen adanya pelayanan konsumer yang topcer, apalagi bila staf di departemen tersebut tidak memiliki SECP (Sikap, Etos, dan Cara Pikir) yang topcer.” Pada artikel bagian pertama yang lalu, saya yakin Anda telah mengetahui apa isi Rahasia Satu yang amat vital itu. Dan saya pun yakin bahwa Anda bahkan pasti bisa mengulang isi Rahasia Satu itu di luar kepala.
”Bagus, jawaban Anda seratus persen benar!”
Rahasia Satu itu memang berbunyi:“ Pelayanan (service) topcer adalah jantung dan urat nadi serta tulang sumsum dari setiap organisasi, nirlaba ataupun yang untuk laba” persis dengan jawaban yang Anda sampaikan itu.
Baik, marilah sekarang kita melangkah kepada Rahasia Kedua untuk bisa lebih membantu dan memperlengkapi Anda dalam menjalankan setiap bentuk usaha yang Anda jalankan demi meningkatkan produktifitas, efektifitas dan efisiensi kerja dalam organisasi Anda.
Dalam setiap perusahaan--besar ataupun kecil biasanya kita bisa menemukan departemen atau sub-departemen yang khusus bergerak dan bertanggung-jawab di bidang pelayanan konsumer ( customer service). Memang keberadaan departemen customer service dalam sebuah perusahaan secara otomatis akan menambah citra yang positif bagi perusahaan yang bersangkutan.
Ini merupakan pertanda yang baik dan secara otomatis bisa memberi kesan bahwa perusahaan yang bersangkutan telah memiliki pikiran maju, mau berusaha untuk menyediakan produk dan jasa yang terbaik bagi para pelanggannya, sekaligus menunjukkan niat baik dari pengusaha dan perusahaan yang bersangkutan untuk menjaga hubungan dengan para konsumer (baik dalam dan luar) secara baik dan harmonis tak hanya untuk jangka pendek saja, tapi yang lebih penting lagi untuk jangka panjang.
“Pertanyaannya sekarang adalah: sejauh mana dan apakah departemen-departemen pelayanan konsumer itu sungguh-sungguh mampu memberikan pelayanan kepada konsumernya secara topcer?” Bila kita melihat dan memperlakukan pelayanan konsumer ini hanya sebatas konsep mati belaka atau mengidentikkannya dengan dinding-dinding perlembagaan departemen pelayanan konsumer semata-mata, maka akan sangat sulit atau malah mungkin sangat mustahil (sudah mustahil, sangat lagi) menemukan jawaban bagi pertanyaan yang saya ajukan di atas.
Tapi, bila kita bisa memahami, melihat dan memperlakukan pelayanan konsumer ini lebih sebagai sebuah Sikap (attitude), Etos (dari bahasa Yunani ethos: adat; juga berarti: karakter, nilai-nilai moral, atau keyakinan yang menjadi panutan bagi seseorang, kelompok atau institusi), dan cara berpikir (the way of thinking)—seperti yang terungkap dalam Rahasia Dua ini, maka dengan mudah kita bisa menemukan jawaban bagi pertanyaan di atas.
Kantor yang indah, megah dan penuh glamour, staf yang cantik, seksi menawan atau yang berwajah ganteng rupawan tak akan bisa mengangkat reputasi baik perusahaan Anda, atau menambah jumlah konsumer baru yang loyal pada perusahaan Anda, atau meningkatkan income perusahaan Anda, bila setiap anggota keluarga besar (staf) dalam perusahaan Anda itu masih belum mengerti, menerima, dan menerapkan Rahasia Dua ini Ingatan saya pun melayang menerawang tahun-tahun yang lalu ketika saya dan istri selalu pergi memesan pigura-pigura bagi koleksi lukisan kami ke toko pembuatan pigura langganan kami di kota Brookline yang terbilang paling besar dan terkenal di sekitar kota itu.
Sudah beberapa kali kami memesan pigura dengan pelbagai macam desain, ukuran, dan warna bagi lukisan-lukisan koleksi kami. Dan selama ini hasilnya memuaskan. Tapi ada satu hal yang sangat menonjol dan sangat kami sukai dari toko pigura ini—pelayanan mereka pada kami. Pelayanan mereka pada konsumer mereka sangat bagus. Beberapa kali saya menyempatkan diri menyampaikan rasa salut saya pada staf maupun pemilik toko pigura tersebut atas keberhasilan mereka menerapkan konsep dalam Rahasia Dua ini. Senyum simpul pun mengembang di wajah-wajah mereka yang ramah itu. Semua puas dan kami pun pulang dengan hati yang senang.
Namun, beberapa bulan yang lalu ketika kami berdua kembali lagi ke toko pigura itu seperti biasanya untuk memesan pigura bagi tiga lukisan kami yang baru, ternyata banyak sekali perubahan yang kami rasakan di toko tersebut. Sayang seribu sayang jika perubahan yang kami jumpai itu adalah perubahan negatif: senyum ramah sirna entah ke mana, ucapan salam saat kami masuk ke dalam toko pun tak terucapkan. Wajah-wajah yang pernah kami kenal tak satu pun dapat kami jumpai di sana. Suasana toko yang sekaligus studio tempat memproduksi segala macam pigura dan alat-alat lukis itu terasa senyap dan dingin. Yang terdengar hanya suara bising alat-alat produksi yang sedang aktif bekerja.
Akhirnya, setelah melihat-lihat sebentar beberapa lukisan dan foto-foto baru yang dipajang di dinding toko, kami pun segera mendekati meja pemesanan pigura sekaligus tempat para konsumer meneken kontrak yang terletak di tengah-tengah toko itu. Di balik meja kayu besar itu nampak sesosok wanita muda yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Keacuhan tampak jelas menggelantung di raut wajahnya yang cemberut itu. Tampak sekali kalau dia sangat enggan atau bahkan jengkel ketika kami dekati.
Tanpa mempedulikan keacuhan dan kecemberutannya itu, dengan ramah dan senyum mengembang kami sapa dia, “Good afternoon and how are you this afternoon?”
“Mungkin dengan senyum bersahabat dan sapaan salam yang ramah dan tulus, kami bisa memulai percakapan dan proses pemesanan pigura itu dengan dia secara mulus dan penuh ceria seperti waktu-waktu yang lalu,” awalnya begitu pikir kami saat itu.
Harapan kami ternyata sangat meleset. Bukannya dia membalas sapaan dan senyuman kami yang tulus itu, malah dia langsung bertanya singkat dengan nada kesal.
”Apa yang kau mau, cepat katakan!” sembari melemparkan pensil yang selama itu dia pegang ke atas meja kayu itu. “Klothaaakkk!”
“Uppsss, walah pegawai model apaan ini?!” batinku.
“Ya sudah, mungkin dia lagi bete atau pas lagi ada masalah, dimaafkan saja dech, toh sebentar lagi dia pasti akan tersenyum lagi”, begitu gumamku menyabarkan diri.
Ternyata setelah itu, sikap dan perlakuannya pada kami sebagai konsumernya yang seharusnya berhak mendapatkan pelayanan dan perlakuan yang sopan, ramah dan baik, bukan semakin ramah atau membaik, tapi malah semakin memburuk dan sangat tidak sopan.
Kami sudah bersabar dan menoleransi sikapnya itu, tapi ada saatnya bagi kami untuk menghentikan pelayanan buruk dan sikapnya yang angkuh itu. Dengan tegas dan lugas kami nyatakan ketaksenangan kami padanya. Setelah kami rasa percuma adanya berurusan dengan seseorang yang sulit untuk berubah dan seakan sudah stuck dalam dunianya yang buram dan negatif, kami pun terpaksa menemui manajer dan pemilik toko tersebut. Kami sampaikan opini kami mengenai sikap dan pelayanan staf mereka itu dengan harapan agar mereka bisa mengambil langkah yang lebih bijaksana. Tak lupa kami sampaikan juga rasa sedih dan belas kasihan kami pada si wanita muda yang sangat negatif itu.
Singkat cerita, siang itu kami tak jadi memesan tiga pigura dari toko yang selama ini dengan setia kami datangi. Tak hanya mereka kehilangan tambahan pemasukan uang paling tidak antara $400 hingga $1300 dalam transaksi singkat itu. Mereka juga kehilangan salah satu konsumer setia (loyal client) mereka yang akan selalu memesan atau membeli produk-produk mereka di masa mendatang. Satu hal lagi, mereka sangat kehilangan salah satu duta (ambasador) mereka yang tak segan-segan akan mengajak dan memberi rekomendasi yang baik tentang toko mereka itu kepada orang-orang lain agar orang-orang lain pun membeli dan memesan produk dari toko itu. Dan bahayanya kalau sang konsumer ini memiliki jaringan teman global—hancur sudah reputasi toko pigura itu.
Pesan kami pada jaringan persahabatan yang kami miliki inti dasarnya berbunyi,“Jangan datang ke toko itu, pelayanan mereka pada konsumer sangat tidak bagus, staf mereka angkuh dan tidak sopan!”
“Tuh khan, bahkan Anda yang berada jauh di Indonesia pun pasti akan enggan mampir ke toko pigura di Brookline yang sangat mengabaikan Rahasia Dua ini.”
Anda bisa melihat betapa ampuhnya pengaruh Rahasia Dua (juga Rahasia Satu) ini bagi perusahaan Anda:
- Abaikan kedua rahasia pelayanan konsumer yang topcer ini, maka para konsumer (dalam dan luar) Anda pun pasti akan mengabaikan Anda dan perusahaan Anda.
- Lupakan kedua rahasia pelayanan konsumer yang topcer ini, maka cepat atau lambat para konsumer (dalam dan luar) Anda pun akan segera melupakan Anda.
- Buang dan singkirkan kedua rahasia pelayanan konsumer yang topcer ini, maka jangan menangis tersedu bila para konsumer Anda pun akan segera membuang dan menyingkirkan Anda dan perusahaan Anda dalam kamus transaksi bisnis mereka.
Selamat menerapkan kedua Rahasia Etos Pelayanan yang Luar Biasa ini dan semoga sukses selalu.
Masih ingin menyimak Rahasia-rahasia lainnya? Silahkan berkunjung kembali ke situs Pembelajar.com secepatnya, sebab saya akan menguak rahasia-rahasia lainnya khusus bagi Anda para pembaca setia Pembelajar.com. Terima kasih.
*) Joshua W. Utomo, M.Div., D.Hyp., C.Ht., psikoterapis, penyair, corporate trainer/entertainer, motivator/hipnoterapis, dan penulis yang sekarang sedang berkelana di Boston, AS. Dia adalah pendiri dari Heal & Grow Center™ (www.healandgrowcenter.com) sebuah pusat penyembuhan holistik. Bersama istrinya (Cynthia C. Laksawana) mendirikan Sanggar Kinanthi™(www.sanggar-kinanthi.com) dan JW Utomo Productions™ (http://masterhypnotistusa.tripod.com) sebagai wahana mereka berseni-budaya dan berkiprah bagi kemanusiaan. Dia dapat dihubungi via prof_jw@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar