Oleh: Suyanto Suyadi
“Love your employees and respect them.
~ Cintailah dan berikan penghargaan kepada mereka.”
Loyaliyas - semangat pengabdian.
Semua kita setuju, manakala dikatakan bahwa kita harus customer oriented, berorientasi kepada pelanggan.
Pelanggan adalah nyawa atau sumber kehidupan bagi kita semua. Dengan mencintai pelanggan, Anda pun didorong untuk berkembang karena ketika Anda mencintai seseorang, pastilah Anda ingin memberikan yang terbaik. Dengan cinta pulalah, pelanggan kita akan menjadi orang-orang yang lebih loyal (customer loyalty) dan karyawan bekerja smart (cerdik) sehingga bisnis menjadi lebih sukses. Atasan menuntut setiap orang harus mencintai pelanggan dan membantunya. Pertanyaannya, bagaimana harus mencintai pelanggan kalau dirinya tidak diperhatikan atau dicintai atasannya?
Employees loyalty - kesetiaan keryawan.
Loyalty (loyalitas) berarti : kesetiaan, ketaatan, atau kepatuhan.
Timbul pertanyaan sekarang. Mengapa karyawan loyal? Atau sebaliknya, sering kita dengar betapa mudah seorang manajer mengatakan, ”Wah kalau itu sih … memang tidak ada loyalitasnya, motivasinya rendah, sering tidak masuk dengan berbagai alasan, sulit membantu pelanggan.”
Teringat acara service awards (acara pemberian penghargaan terhadap karyawan yang sudah bekerja dan setia memberikan pengabdiannya selama 25 tahun atau 9125 hari). Salah seorang penerima service award memberikan kesaksiannya, ”Sudah lebih dari 25 tahun saya menegabdi dan kalau saya bandingkan, jaman dulu rasa kebersamaan sesama karyawan tinggi sekali dan kita bekerja nggak kenal capai, serabutan, saling bantu satu sama lain. Sekarang … baru masuk sudah keluar lagi, gonta ganti manajer“.
Mengapa dahulu banyak karyawan yang patuh, taat, dan setia? Dan mengapa sekarang tidak? Bahkan masuk sebentar sudah keluar lagi untuk pindah ke tempat lain.
Masih bicara loyalitas, saya belajar dari puteri saya, Paramita (27 tahun) yang baru bekerja sebagai konsultan IT di sebuah perusahaan swasta di Jakarta selama tiga tahun. Selama tiga malam, dia tidak pulang dan memilih tidur di tempat kerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan oleh atasannya. Pekerjaan yang dilakukannya adalah menyelesaikan proses perubahan sistem yang terintergrasi (integrated system ).
Saya mencoba menanyakan apa yang mendasarinya semua itu , dan jawabannya luar biasa !
“That is my responsibility,” katanya dengan santai.
Kemudian saya tanyakan kembali, “Apakah itu berarti kamu loyal kepada perusahaan?”
Ternyata jawabannya lebih menarik lagi.
“Bukan loyal, patuh, taat, atau setia pada perusahaan atau atasan … tetapi loyal terhadap diri sendiri. Bagaimana saat pertama bergabung sudah memberikan komitmen untuk memberikan yang terbaik. Keberadaan karyawan adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan organisasi,” katanya lebih lanjut.
Memang benar kita harus menyenangi pekerjaan yang diberikan di samping lingkungan kerja yang ada, seperti hubungan sesama rekan, terhadap bawahan maupun dengan atasan.
Masih belum puas, saya tanyakan kembali, “Bagaimana peranan atasan dalam membimbing timnya sehingga setiap orang bersedia melakukan itu semua?”
Puteri saya itu menambahkan, “Ya, itu karena contoh nyata. Walaupun sebagai owner sekaligus atasan atau pimpinan tim, dia selalu memberikan rasa hormat pada semua orang. Selain itu dia juga terbuka, mau menerima masukan dari semua orang, menghargai setiap individu, selalu memanggil nama, tidak menyalahkan serta menjadikannya setiap individu sebagai team player. Di samping itu, dia juga selalu membangkitkan semangat, memberikan dorongan bahwa di dalam hidup ini harus mampu berbuat sesuatu yang berarti untuk orang lain.”
Isteri saya yang pernah bekerja untuk pertama kali dan terakhir (pensiun dini selama dua puluh dua tahun di Astra), saya tanyakan hal yang sama tentang loyalitas karyawan.
”Bagaimana sampai bisa 22 tahun bertahan di Astra? Apa yang menyebabkan itu bisa terjadi?”
“Ya, pengabdian itu sebuah proses panjang. Yang saya rasakan, Astra hadir saat karyawan membutuhkan. Awal bekerja saja, banyak orang mengatakan: Enak ya bisa diterima di Astra, perusahaan yang mapan,” begitu ujarnya.
Lebih lanjut isteri saya mengatakan, ”Bekerja di Astra membuat semua orang betah dan merasa aman. Hal ini disebabkan oleh :
Gaji yang diberikan cukup untuk hidup, sehingga tidak merepotkan orang tua dan diberikan setiap bulan tidak pernah sekalipun terlambat
Penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi dirasakan adil
Suasana kerja penuh keakraban, seperti berada di lingkungan keluarga, saling menghargai sesama rekan dengan atasan
Mendapatkan perlindungan saat karyawan sakit, biaya pengobatan diganti penuh, saat karyawan mengalami musibah kematian diberikan bantuan yang cukup
Ikatan karyawan yang menjadikan budaya apabila ada rekan yang dirawat di rumah sakit secara bersamaan mengunjunginya
Pemberian bonus dan tunjangan hari raya, yang memberikan tambahan penghasilan untuk kebutuhan lainnya atau untuk ditabung
Family day – hari bersama keluarga, bagi seluruh karyawan beserta keluarganya menikmati keceriaan
Saya pun merasakan itu, karena tahun 1975 sampai dengan 1985 di Astra lah tempat pertama bekerja. Setiap manajer mempunyai mind set – pola pikir mengikuti apa yang dilakukan oleh Oom William – panggilan akrab bapak William Suryajaya, pendiri Astra.
Setiap pagi sebelum menuju ke ruangannya, Oom William selalu ngobrol bersama orang-orang yang ditemuinya untuk menanyakan kesehatan baik dirinya maupun keluarganya. Bahkan makan siang bersama di kantin pun tidak ada sekat atau pemisah antara direksi dengan pengemudi. Semua makan dengan menu dan meja sang sama.
Makna Corporate Philosophy Astra
Filsafat perusahaan, yang merupakan nilai - nilai hakiki yang diyakini kebenarannya :
1. Best service to customer’s (memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan)
2. Respect for individual, not blame to the other’s (Menghargai sesama dan tidak saling menyalahkan)
3. Strive for excellence (Terus berusaha mencapai yang terbaik)
4. Improvement of team work (Meningkatkan kerja sama tim)
Untuk dapat memiliki loyalitas - semangat pengabdian, kesetiaan, adalah menanamkan semangat pada diri sendiri bahwa kita hadir di dalam organisasi untuk memberikan sesuatu yang kita miliki dan karena itulah kita mendapatkan imbalan .
Jadi jangan sekali-kali mempunyai pikiran bahwa kehadiran bekerja hanyalah “kuli “atau merendahkan diri. Disamping itu adalah pekerjaan itu sendiri. Kalau kita tidak meminati atau menyenangi tentu saja akan mengalami hambatan.
Teringat buku laris The 7 Habits of Highly Effective People – Stephen R. Covey, kemudian di dalam buku barunya The 8th habits. Habit – kebiasaan ke delapan yaitu “Find your Voice and Inspire Others to Find Theirs “.
Untuk mencapai greatness, anda harus bisa menemukan voice-suara anda, dan memberikan inspirasi kepada orang lain untuk menemukan voice nya masing-masing. Voice - adalah sesuatu yang unik yang dimiliki seseorang, dan itu bisa muncul ketika menghadapi tantangan besar .
Tantangan itulah yang menggerakkan kemampuan dan energi kita untuk mewujudkan suatu capaian yang luar biasa – greatness. Voice – merupakan potensi terpendam, dan ini merupakan energi spiritual yang menggerakkan, memotivasi, menumbuhkan kesetiaan untuk mencapai capaian luar biasa.
Istilah tidak loyal, harus terus dicari penyebabnya atau ditanyakan kembali kepada kita semua yang merasa menjadi manajer / atasan mereka.
Saat memberikan pelatihan di hero dan istirahat siang tiba – pukul 12.30, beberapa karyawan yang sedang mengikuti pelatihan membicarakan atasan mereka. Terdengar salah satu diantara mereka memberikan pertanyaan kepada temannya “ Eh, kamu sih enak sama Bapak Djibril, segala macam diajari , dia baik ya , gimana sih cara kamu melakukan pendekatan kepadanya ?” Tanyanya agak sewot.
Mendengar pertanyaan ini, teman yang satu ini dengan gampangnya menjawab “ Tergantung kita juga, setiap diberikan tugas, kita harus mengerti benar tentang apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, siapa saja atau unit mana yang terkait, kalau tidak selesai, apa dampaknya bagi orang lain ”. Jawab yang satunya.
“Pernahkah dimarahi atau dikatakan tidak loyal atau motivasinya rendah ?” tanyanya lagi dengan nada yang lebih tinggi.
Dengan santainya karyawan yang satu ini menjawab “ Orang dimarahi itu pasti ada sebabnya dan selama yang disampaikan atau penyampaiannya itu benar, kita harus menerimanya dengan senang hati dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama . Kalau dikatakan loyalitas atau motivasinya rendah belum pernah.” .
Selama tidak dilandasi oleh kesengajaan, semua orang bisa melakukan kesalahan. Manajer harus berani menegur, membimbing, mengarahkan serta memimpin bawahannya dengan situasi yang tepat, saat yang tepat serta derajat yang tepat ;
Sedangkan bawahan, harus memberikan rasa hormat dan secara tulus menerima semua pengarahan atau perbaikan yang diberikan oleh atasannya. Di dalam hidup ini harus saling mengingatkan, terlebih untuk menuju kebenaran dan menjadi orang yang sabar.
* Suyanto Suyadi adalah seorang trainer dan konsultan personal and organization development dari PT Sedya Sandika. Saat, ini sedang menulis sebuah buku tentang renungan bagi para manajer. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail: ss_otnay@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar