Bagi sebagian orang profesi guru adalah pekerjaan yang sangat serius. Berangkat pagi-pagi dengan setumpuk buku dalam tas, berpakaian rapi tersetrika dengan pilihan warna netral. Sifatnya tegas, disiplin, berwibawa dan kadang-kadang jaim (jaga image). Tapi bagi saya profesi guru berbeda.
Penampilan dan pembawaan bukanlah hal yang terlalu penting. Modal menjadi guru cukup suka membaca, suka berbicara, dan suka menulis. Itu saja. Ketiganya berguna untuk bergaul. Ya, bergaul dengan murid, rekan guru, dan orangtua. Pokoknya, bagaimana supaya komunikasi nyambung. Karena itu guru perlu bersikap terbuka. Guru wajib banyak belajar dan mengembangkan keterampilan di bidang yang sangat penting ini. Tak perlu malu dan ragu, juga tak perlu cari-cari dalih.
Dengan membaca guru menambah pengetahuan. Pengetahuan tentang apa yang akan ditulis atau tentang kejadian terbaru. Misalnya, sekarang planet tidak 9 lagi, tetapi 8 saja. Dengan berbicara guru mengungkapkan apa yang ada dalam kepala. Isi kepala yang banyak tanpa dikeluarkan hanya membuat orang besar kepala. Akibatnya, bisa pusing atau sakit kepala. Cuma, pilihan kata dan cara menyampaikannya dengan melihat sikon. Lain bicara di depan kelas, lain dengan guru, lain pula dengan orangtua.
Begitu pula dengan menulis. Kata ahlinya,”Tulis yang kamu lakukan, dan lakukan yang kamu tulis.” Mungkin ini yang mendasari program Departemen Pendidikan Nasional RI supaya guru membuat portofolio. Ini pula yang dilakukan oleh perusahaan nasional dan multinasional untuk memperoleh ISO. Dengan mencatat atau menulis, pengetahuan tersimpan dan tahan lama.
Singkatnya, jadi guru sebenarnya hanya perlu kemampuan komunikasi. Komunikasi dengan stakeholder terpenting; murid, orangtua, dan sesama guru. Lebih baik lagi bila dapat menjalin komunikasi dengan pihak luar seperti Depdiknas dan masyarakat luas. Makin banyak membaca otak makin berisi. Makin banyak bicara, pengetahuan pengetahuan makin tersebar. Makin banyak menulis ilmu makin berkembang dan teruji. Makin berkomunikasi—secara lisan dan tulisan—makin pas jadi guru. Tidak sulit bukan?[la]
* Lamser Aritonang, guru SD Imanuel, Pondok Gede, Jakarta Timur. Ia menyelesaikan studi S-2 pada Program Pascasarjana Fakultas Psikologi UI, Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi. Alumnus Sekolah Penulis Pembelajar (SPP) Angkatan 4 ini adalah editor “en Theos”, sebuah buletin internal gereja HKI Cililitan, Jakarta. Lamser dapat dihubungi lewat email: lamser_art@yahoo.com atau HP 0913 8565 6398.
0 komentar:
Posting Komentar