Oleh: Hanna Fransisca
Menulis dengan abjad, berbuat dengan itikad
Ketekunan jadikan akad, raih cita dengan tekad
Belajar tekun dan jangan murtad
Kalau tak ingin jatuh ke lahat
~ HF
"Wanita nekat," dua kata itu akrab di telinga saya. Kadang saya bertanya, apa benar saya ini wanita yang nekat? Selain pede(percaya diri), nekat lagi. Wah, kesannya norak dan menyeramkan, ya... Tapi tunggu dulu, sebenarnya saya ini bukan nekat, tapi bertekad.
Percaya atau tidak, dengan tekad bulat kita bisa mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Tak jarang hambatan dan masalah datang mendekati dan nyaman menemani. Tapi, hambatan dan masalah itulah yang dinamakan ujian dalam sekolah kehidupan. Bila kita mampu mengatasinya dengan baik, kita akan lulus ujian. Dan, bila kita putus asa lalu menyerah begitu saja, itulah yang dinamakan tidak lulus ujian.
Hambatan dan tantangan bukan untuk dihindari, tapi untuk kita perangi. Jadi, percaya diri saja tidak cukup untuk memerangi hambatan maupun tantangan. Percaya diri perlu dibarengi dengan tekad dan kegigihan. Tanpa tekad, kita akan menjadi pengecut atau pecundang yang takut memulai dan mencoba. Bila takut memulai, maka selamanya kita akan begitu-bigitu saja, tidak berkembang. Ibarat seorang pesulap, bila ia tidak memulai aksinya, kita tidak pernah tahu kehebatannya.
Sebagai ilustrasi, bolehlah saya menceritakan sedikit pengalaman ketika saya ingin bisa berbahasa Inggris (karena waktu itu saya memang belum bisa berbahasa Inggris). Kalau saya tidak nekat, mungkin sampai hari ini saya belum belajar juga. Dan, mampu berbahasa Inggris mungkin hanya akan menjadi sebuah mimpi indah saja. Bayangkan, saya yang sudah bangkotan begini harus belajar bersama anak-anak lainnya. Anak-anak SD gitu, lho... yang umurnya berkisar antara tujuh sampai sembilan tahun. Apa tidak nekat itu namanya? Maklum nekat, karena saat itu saya belum mampu membayar guru private. Ya, akhirnya mau tidak mau saya harus bergabung dengan anak-anak SD itu supaya biayanya jauh lebih murah.
Apa tidak malu dan risih bergabung dengan anak-anak? Jujur saja, pada hari pertama muka saya sempat merah padam. Meskipun, saya tahu belajar itu bukan sesuatu yang memalukan. Untungnya, guru saya sangat pengertian dan selalu memberikan semangat. Memang, semula sempat juga ia bertanya, "Ci, apa Cici yakin mau belajar bareng-bareng dengan anak-anak? Belajarnya memakai kartu bergambar, lho! Misalnya, ketika gambar jendela dipertunjukan mereka harus menjawab,'This is the window,' dan seterusnya...."
Karena sudah bertekad harus bisa berbahasa Inggris, saat itu saya jawab, "Iya, saya akan belajar meskipun harus bergabung dengan anak-anak." Enam bulan saya harus menjadi ”anak kecil” untuk tahap perkenalan vocabulary. Syukurlah, akhirnya saya diberi jalan oleh-Nya. Guru saya—mungkin karena terharu dengan keinginan dan kegigihan saya—akhirnya bersedia menjadi guru private, dengan bayaran yang sama seperti kalau ikut kelas bersama anak-anak itu.
Berikutnya, di dalam belajar dan bekerja, saya pun selalu berjalan dengan tekad dan kegigihan. Tekad bagi saya merupakan sumber motivasi untuk diri saya. Misalnya, dalam hal menulis, saya bertekad harus bisa menulis meskipun saya masih memiliki banyak kekurangan. Bukan popularitas yang saya cari dari menulis, melainkan saya ingin berbagi pengalaman hidup yang runyam dan rumit.
Sebab, dalam kondisi seperti itu biasanya kita mudah berputus asa. Menvonis diri sebagai orang tidak berguna, tidak berbakat, tidak beruntung, atau tidak bernasib baik. Dan yang lebih parah lagi, kita sering menyalahkan Tuhan. Kita bilang Tuhan tidak adil. Tuhan terlalu sibuk karena terlalu banyaknya umat yang berdoa, sementara kita entah mendapatkan nomor antrian yang ke berapa.
Tapi, saya selalu percaya bahwa di balik semua kerunyaman dan keruwetan itu selalu ada hikmah serta berkah. Biasanya, saya pun akhirnya mendapat sesuatu yang luar biasa. Apa yang luar biasa itu? Semangat serta keinginan untuk terus mengembangkan diri dan belajar. Dan, yang paling penting saya selalu mensyukuri apa yang sudah Tuhan berikan kepada saya.
Saya akhirnya seperti terbangun dari mimpi. Saya baru menyadari bahwa Tuhan tidak pernah salah memilih. Di balik ujian dan cobaan selalu ada rahasia Tuhan yang biasanya tidak kita sadari. Bukan Tuhan yang tidak adil atau terlalu sibuk. Melainkan kitalah yang buta. Kita tidak pernah menyadari dan tidak bisa mengunakan apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita.
Jadi, kalau sudah bertekad, imbangilah dengan semangat juang dan ketekunan. Apa pun yang ada di dunia ini, tak ada yang bisa mengantikan ketekunan. Bakat sekalipun tak akan bisa menggantikannya. Buktinya, banyak orang berbakat gagal. Kegeniusan juga sering hanya mendapatkan penghargaan dan cuma ada dalam pepatah.
Pendidikan juga tidak bisa tanpa ketekukan. Buktinya, dunia penuh dengan gelandangan terpelajar. Karena itu, sekali lagi, ”Ketekunan dan kebulatan tekad menentukan segalanya," demikian kata Calvin Coolidge, Presiden Amerika.
Jangan pernah menyerah apalagi pasrah. Mari kita memulai dengan tekad dan keberanian. Perangi dan tundukan rasa takut dicemooh, dihina, atau diterwakan. Orang pintar mengatakan bahwa, ”Kepuasan terbesar dalam hidup ini ialah memperlihatkan apa yang pernah dilecehkan dan dihina orang.”
Last but not least, jangan malu atau gengsi sejauh kita tidak melakukan hal yang memalukan. Jangan lupa mensyukuri apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita hari ini. Selamat mencoba memulai kehidupan baru Anda dengan percaya diri dan tekad. Salam berjuang.[hf]
* Hanna Fransisca adalah seorang ibu rumah tangga dan pengusaha. Kini, alumnus Sekolah Penulis Pembelajar (SPP) Angkatan IV ini sedang giat belajar menulis. Ia dapat di hubungi di email: h4n4_1979@yahoo.com atau di blog-nya: http://sisca79.wordpress.com.
0 komentar:
Posting Komentar