Pernahkah anda melihat batu? Bagaimanakah bentuknya? Bagaimanakah permukaannya? Bagaimanakah kekerasannya? Bagaimanakah ketahanannya terhadap erosi? Ya, batu mempunyai banyak bentuk. Dan rata-rata permukaannya keras kecuali batu apung. Tetapi sekeras-kerasnya jika batu tersebut terjatuh dan terbentur benda keras lainnya maka batu itu akan terkikis. Dan jika sering terjatuh atau terbentur maka ia akan mengecil juga.
Demikian juga jika batu tersebut ditetesi air terus menerus maka lambat laun batu tersebut akan lubang juga. Walaupun permukaannya sangat keras namun batu tidak memiliki kelenturan dan sangat mudah tergores ataupun terkikis jika terbentur benda keras lainnya.
Batu juga sulit memindahkan dirinya sendiri kecuali ada energi sangat besar mendorongnya. Batu akan berpindah jika disapu angin ribut ataupun air bah. Perpindahannya akan menimbulkan kesakitan karena batu tersebut akan tercabut dari tempatnya semula dan jatuh terbanting ke tempatnya yang baru. Ia akan terbentur-bentur dan terkikis melewati proses perpindahannya.
Bagaimana dengan air. Air sangatlah luwes dan lembut. Ia bisa menyesuaikan diri dengan berbagai situasi. Tetapi di balik kelembutannya ia menyimpan tenaga yang sangat besar. Ia bisa mengikis batu yang sangat keras dengan penuh kesabaran. Ia bisa memindahkan batu sebesar apa pun. Ia juga bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan sangat mudahnya. Ia bisa menyerap panas ataupun dingin dengan sangat cepat. Ia mengalir kemanapun dengan tanpa beban dengan sangat mudahnya.
Sebagai orangtua yang mendidik anak dan diri sendiri sifat manakah yang kita miliki? Apakah kita memiliki sifat-sifat batu yang sangat keras dan sulit berubah menyikapi kondisi sekitar? Ataukah kita memiliki sifat-sifat air yang lemah lembut dan luwes namun mempunyai kekuatan yang sangat besar jika diperlukan?
Orangtua yang memiliki sifat-sifat seperti batu, kita sebut orangtua ”batu” sangatlah keras dalam mendidik dan menyikapi berbagai perilaku anaknya. Mereka berpikir dan melihat tingkah laku anak dari kacamatanya sendiri. Akibatnya mereka mengalami kesulitan dan tidak bisa menerima perbuatan anak-anaknya.
Orangtua ”batu” menjalani hidup dengan penuh ketegangan sehingga memiliki tingkat stres yang tinggi. Mereka seringkali menyalahkan tindakan anaknya. Mereka selalu meminta anaknya bersikap seperti apa yang diinginkannya. Mereka selalu menuntut anaknya untuk berbuat sesuatu. Jika tidak mereka akan marah dan menganggap anak-anaknya selalu tidak becus dan tidak menurutinya.
Orangtua ”batu” sering menyulitkan dirinya sendiri dan anaknya. Jika ia diminta harus mengubah pendekatannya maka ia akan menderita dan mengalami kesakitan. Perubahan adalah sesuatu yang membuat orangtua ”batu” mengerang dan menjerit. Secara mental ia sendiri akan mengalami kesakitan luar biasa. Baginya perubahan adalah ketidaknyamanan.
Akibat dari sikapnya yang keras seperti batu ini maka tingkat stresnya sangat tinggi. Dan ini merugikan dirinya sendiri dan masa depan anak-anaknya. Ketika anaknya berubah ke arah yang lebih baik ia sendiri gagal mengubah dirinya untuk merespon perubahan anaknya. Dan akhirnya anaknya yang tidak melihat perubahan dari respon orangtuanya merasa frustrasi. Ujung-ujungnya si anak kembali ke sikap semula dan bahkan tidak bisa respek pada orangtuanya. Hal ini bisa jadi memicu perselisihan baru yang tidak akan ada penyelesaiannya. Orangtua mengatakan anak tidak mau berubah tetapi si anak, yang telah berubah namun tidak mendapat respon, mengatakan orangtua yang tidak mau berubah.
Orangtua ”batu” menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh kemarahan dan tuntutan. Mereka tidak tahu kapan harus menggunakan kekuatannya. Jika ia dipaksa berubah maka ia akan merasa hancur lebur. Orangtua ”batu” memiliki ego yang sangat besar tetapi negatif. Ego inilah yang akan menghancurkan dirinya sendiri dan akhirnya anaknya.
Bagaimana dengan orangtua ”air”? Orangtua ”air” memiliki keluwesan yang luar biasa tetapi bukan berarti mudah dipermainkan. Orangtua ”air” tahu kapan harus menggunakan kekuatannya untuk mendisiplinkan anaknya. Mereka juga tahu kapan harus mengubah diri menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi dalam diri anaknya. Mereka cepat sekali merespon tindakan anak dan menghargainya. Memuji dengan tulus perbuatan baik anak dan meminta maaf ketika dirinya berbuat salah pada anak adalah hal yang mudah dan tidak akan menghacurkan ego orangtua ”air”.
Orangtua ”air” adalah orangtua yang mengerti dan menerima dirinya sendiri dengan baik. Mereka memiliki harga diri yang sehat sehingga mampu memperlakukan anak-anaknya dengan penuh respek. Akibatnya mereka juga menerima respek dari anak-anaknya. Ketika anaknya berbuat di luar pengharapannya mereka tetap respek pada pilihan anaknya. Kemudian akan mencari tahu dulu masalahnya dan membantu anak untuk berubah.
Orangtua ”air” mencintai dirinya sendiri sehingga ia mampu memberikan cinta pada anak-anaknya. Akibatnya anak-anaknya tumbuh dengan penuh kasih sayang dan merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Anak-anaknya tumbuh dengan percaya diri dan harga diri yang sehat.
Orangtua ”air” menjalani kehidupan bersama anak-anaknya dengan penuh kegembiraan dalam suasana yang saling menghargai. Mereka saling mendukung perubahan diri masing-masing. Mereka sangat toleran dan sabar dalam menyikapi berbagai hal. Orangtua ”air” dan anaknya adalah pelaku tata tertib yang patuh namun fleksibel.
Bagaimana dengan kita sendiri? Termasuk dalam kategori manakah kita? Menjadi apa diri kita adalah putusan dan hak kita sendiri. Menjadi orangtua seperti apa bagi anak-anak kita adalah hak anak-anak kita dan kewajiban bagi kita. Anak-anak mempunyai hak menuntut orangtuanya menjadi yang terbaik bagi mereka. Dan hak anak-anak ini jauh lebih besar daripada hak kita menuntut mereka untuk melakukan yang terbaik. Mengapa? Karena kitalah yang pertama kali menginginkannya hadir di antara kita.[as]
* Ariesandi S.,CHt Mitra Pendiri Mathemagics dan Hypnoparenting Education and Therapy Center serta on- line course www.hypnoparenting.com bisa dihubungi di ariesandi@hypnoparenting.com atau ariesandi@mathe-magics.com.
0 komentar:
Posting Komentar