Saat itu saya diundang menjadi salah satu pembicara tamu dalam pelatihan yang diadakan oleh majalah internal sebuah perusahaan BUMN bagi staf redaksi dalam majalah itu. Saya sendiri hadir dalam kapasitas saya sebagai penulis yang diharapkan dapat membagi pengalaman kepada mereka, dan membangun kemampuan serta semangat menulis staf redaksi yang rata-rata tidak berpengalaman dibidang tulis menulis.
Karena sifatnya yang berbagi pengalaman, saya tidak merasa perlu untuk mempersiapkan apa pun untuk pelatihan ini. Maklum, pengalaman hidup semua masih ada di otak saya. Saya merasa tidak perlu catatan apalagi poin-poin presentasi. Alasan lain adalah karena kesibukan saya sehari-hari yang membuat saya sama sekali tidak punya waktu untuk membuat persiapan khusus.
Saya tiba satu jam lebih cepat dari jadwal dan sempat melirik ke dalam ruangan tempat pelatihan berlangsung. Astaga, di dalam sedang terjadi ’diskusi berat’ yang disertai slide-slide bergantian dipresentasikan. Saya langsung merasa gugup. Saya jelas tidak siap.
Saya kemudian disambut hangat oleh salah satu pimpinan redaksi. Dalam pertemuan singkat selama 15 menit, beliau memaparkan maksud dan tujuannya mengundang saya. Antara lain agar staf redaksi yang dipimpinnya mampu membuat tulisan yang lebih menarik. Saya juga diharapkan memberikan sedikit latihan pada mereka. Saya semakin gugup. Ini jelas diluar skenario saya.
Saya lalu menyusun strategi. Waktu saya 45 menit lagi. Saya segera meminjam contoh majalah internal yang telah mereka terbitkan. Melakukan studi kasus adalah cara paling efektif untuk menyampaikan maksud kita kepada audience. Saya juga langsung membuat poin-poin hal yang harus saya sampaikan beserta kilasan cerita pengalaman saya di dalamnya. Itu akan membuat audience lebih mudah untuk mencerna dan membayangkannya.
Waktu saya tinggal 15 menit lagi, saya harus menentukan akan memberi latihan menulis seperti apa. Saya teringat akan pengalaman saya saat diajar guru menulis saya di Jakarta School. Saya kemudian menggunakan pengalaman diajar itu untuk mengajari orang lain. Saya menemukan formulanya! Saya mencoba menciptakan suatu latihan dengan syarat tertentu, dalam waktu yang sempit dan libatkan audience untuk memberi apresiasi setelahnya. Dari situlah diharapkan muncul antusiasme dari audience!
Pada saat waktu yang ditentukan tiba, dengan berbagai catatan di tangan, saya tetap merasa tidak siap. Saya mulai melirik ke poin-poin yang saya buat dan mendapatkan diri saya berbicara seperti robot di hadapan mereka. Otak saya lalu tiba-tiba mengibas. Apa yang saya takutkan? Audience saya adalah orang-orang yang ingin mendengar yang terbaik dari saya. Ingin terinspirasi. Ingin bersemangat. Ingin maju. Mereka adalah sahabat yang ingin diberi nasihat dan masukan. Kenapa saya memperlakukan mereka seperti orang lain?
Dalam hitungan detik setelah saya menyadari kesalahan saya, saya pun menjadi rileks. Saya bicara seakan-akan mereka adalah teman lama saya yang sedang curhat dan sedang saya beri masukan. Sesekali saya melirik ke catatan saya untuk melihat poin apa yang harus saya sampaikan, agar tidak keluar jalur dan tetap mencapai sasaran.
Contoh-contoh kasus dan perbaikannya pun saya tunjukkan dengan gamblang namun dalam nuansa humor, sehingga tidak ada yang merasa tersinggung saat dikritik. Beberapa orang saya lihat mengangguk-anggukan kepala. Namun... ups. Di sebelah sana ada bapak yang tertidur. Saya coba untuk melibatkannya dalam cerita saya. ”Menurut Bapak bagaimana?” Ia terbangun dengan kaget, namun akhirnya terus menyimak saya hingga akhir acara. Melibatkan audience dalam pembahasan, sedikit banyak akan membuat mereka merasa terikat untuk terus menyimak. Ini sudah saya buktikan.
Di penghujung acara, saya lemparkan latihan penulisan yang sudah saya siapkan. Saya minta mereka membuat satu paragraf 100 kata berisi tiga kata yang sudah saya pilihkan untuk mereka. Waktunya? Lima menit.
Hasil yang saya dapat mengejutkan. Kreativitas yang timbul di luar dugaan. Apresiasi yang diberikan pun beragam. Saya bisa melihat kobaran api menyala di mata mereka. Saya bangga bisa menjadi bagian dari semangat itu. Anda mau coba? [ollie]
* Ollie adalah penulis novel sekaligus entreprenur pemilik toko buku online kutukutubuku.com. Ia dapat dihubungi via email auliah5@gmail.com atau blog http://blog.salsabeela.com.
0 komentar:
Posting Komentar