Gunung Merapi meletus lagi. Memuntahkan wedhus gembel ke arah timur. Seberapa berbahaya?
Selasa, 2 November 2010, 00:02 WIB
Ismoko Widjaya
BERITA TERKAIT
- Belum Ada Tanda Merapi Akan Mereda
- DPR Setujui Pencairan Dana Bencana Rp150 M
- Menko: Tak Perlu Dana LN Buat Tanggap Darurat
- Merapi Meletus Tadi Pagi, Ini Kronologinya
- Sultan: Kalau Ikhlas, Jangan Pasang Bendera
Letusan kedua terjadi dini hari, Sabtu 30 Oktober 2010. Letusan itu membuat warga di pengungsian dan sekitar Cangkringan, Sleman, panik alang kepalang. Beruntung yang dihembuskan cuma abu vulkanik, bukan wedhus gembel yang mampu menyudahi hidup.
Tapi ada keganjilan pada letusan kedua ini. Suara dentuman terdengar keras berbarengan dengan muntahnya vulkanik dari perut gunung. Aneh, "Sebab dalam sejarahnya, Merapi tidak pernah mendentum," kata Surono, Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM kepada VIVAnews.com, Senin 1 November 2010.
Pada letusan ketiga yang berlangsung Minggu siang, Merapi memuntahkan awan panas. Sepanjang hari Minggu itu, Merapi gempa 33 kali dengan skala kecil. Guguran lava terjadi 166 kali.
Pada letusan keempat dentuman keras itu terdengar berkali-kali. Warga dan sejumlah pejabat penting yang berada di tenda pengungsian sontak jadi panik.
Selasa kemarin itu, sejumlah orang penting memang sedang menjenguk dan menggelar rapat di tenda pengungsian. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Golkar Priyo Budi Santoso dan 15 orang anggota Komisi VIII pimpinan Abdul Kadir Karding meninjau para pengungsi. Kunjungan itu, kata Priyo, untuk menunjukkan rasa empati dewan terhadap korban. Baik korban meninggal maupun yang luka.
Rapat KSAD Sempat Bubar
Selain sejumlah anggota dewan itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI George Toisutta, juga berada Posko Utama, Pakem Sleman, sekitar 15 kilometer dari Merapi. Toisutta sedang memberi pengarahan kepada pasukan TNI yang membantu pengungsian dan pengamanan di sana. Rapat ini dihadiri oleh Bupati Sleman, Sri Purnomo.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari atas gunung. Peserta rapat panik. Para peserta di barisan paling belakangan berhamburan ke luar, menyaksian letusan sesudah dentuman keras itu terjadi. "Letusan, letusan, letusan," begitu mereka beteriak.
Jenderal Toisutta, yang paling akhir keluar ruangan. Dia lalu ikut menyaksikan asap yang membubung ke langit. Angin yang bertiup membawa awan itu ke arah timur. Ke arah Boyolali dan Klaten. "Dua daerah itu diperkirakan akan mengalami abu vulkanik,"kata Sri Purnomo di sela mendampingi Toisuttta.
Warga sempat mengira bahwa ini letusan terbesar. Karena gulungan awan yang menggumpal terlihat begitu 'gemuk'. Warnanya hitam pekat. Dugaan itu sempat membuat banyak orang panik. Beruntung, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono, cepat memberi penjelasan bahwa letusan itu tidak lebih besar dari tanggal 16 Oktober itu.
"Ledakan 26 Oktober 2010 masih lebih besar dari hari ini," kata Surono kepada VIVAnews.com. Meski bukan yang terbesar, letusan kali ini juga menerbangkan awan panas sejauh tujuh kilometer. Awan panas meluncur, merambat dinding gunung ke arah timur. Beruntung tidak ada korban.
Gempa, abu vulkanik dan juga wedhus gembel memang membuat rakyat, juga pemerintah siaga 24 jam penuh. Sesaat sesudah letusan itu, Sultan Jogya, yang juga menjadi gubernur provinsi itu, langsung meluncur ke Posko Utama di Pakem. Menggelar rapat kordinasi.
Lantaran letusan Merapi susah ditebak, rapat itu kemudian memutuskan untuk menarik semua Tim SAR yang sedang bertugas di sekitar Merapi. Saat rapat Sultan ini berlangsung, warga terus berduyun dari sekitar Merapi menuju posko itu. Petugas sibuk mengatur mereka.
"Petugas SAR diminta mengimbau anak buahnya yang berada di sisi Kaliurang untuk segera turun, sebab dikhawatirkan ada perubahan arah angin, awan panas bisa berbelok," begitu bunyi pengumuman dari pengeras suara di posko itu.
Sekitar 120 petugas tim SAR gabungan ditarik dari beberapa titik di sekitar Gunung Merapi. Menurut Koordinator Tim SAR Sleman, Suharyono, penarikan dilakukan untuk anggota tim yang menyebar di Purwobinangun, Hargobinangun, Kaliurang, Kaliadem, dan Kepuharjo. "Kami khawatir awan panas akan mengenai para anggota Tim SAR," kata Suharyono.
Jangan Panik
Arah wedhus gembel memang susah ditebak, sebab angin selalu berganti haluan. Tapi pemerintah meminta agar para pengungsi tidak panik. "Percayalah kepada Satkorlak dan semua informasi akan disampaikan secara terbuka kepada pengungsi," kata Suharyono.
Himbauan itu memang sungguh penting. Sebab kepanikan warga dan pengungsi kadang membuat suasana jadi kacau. Lalu lintas mendadak ramai. Suharyono meminta para pengendara motor dan mobil untuk tidak panik, memacu kendaraan dan berebutan jalan.
Sultan mengimbau agar sebelum status Awas Merapi dicabut, warga tidak boleh meninggalkan lokasi pengungsian. Himbauan ini dilakukan, sebab banyak warga yang nekat kembali ke kampung atau rumahnya guna memberi makan hewan piaraan. Selama tinggal di pengungsian, kata Sultan, biaya akan ditanggung pemerintah. Jadi jangan cemas tentang makanan.
• VIVAnews
Masukkan Data-Data Anda Di Bawah! Dapatkan Petuah Sukses Secara Berkala - Selamanya GRATIS! :-)
0 komentar:
Posting Komentar