“Goreskan pena saat Anda tidak bisa bercerita pada orang lain. Hal ini akan membuat Anda merasa lebih nyaman bila mampu mengeluarkan beban sekaligus melatih mengatasi depresi.”
~ Sofa Nurdiyanti
Kebanyakan orang mungkin pernah merasakan depresi. Kalau ada suatu kondisi tertentu yang membuat kita tidak siap menerimanya, terkadang kondisi itu membuat kita mengalami depresi. Depresi tidak mengenal perbedaan umur, status sosial, tempat, dan waktu. Hal ini terjadi karena setiap orang mempunyai potensi mengalami depresi, sama dengan potensi untuk menjadi gila.
Perbedaan yang tampak ketika orang mengalami depresi adalah pada cara mengatasi masalah serta pengungkapan depresi itu sendiri. Orang yang positive thinking akan lebih mudah menyelesaikan masalahnya. Mungkin, awalnya individu tersebut mengalami perubahan sikap. Namun, hal ini tidak berlangsung lama. Sementara itu, orang yang mempunyai orientasi negative thinking akan sulit mengatasi depresi. Ini berarti, orang berego kuat dan berorientasi pada realitas, biasanya relatif akan lebih mampu mengatasi konflik serta mempertahankan keseimbangan emosinya. Kalau tidak matang secara emosional, akan terjadi banyak masalah.
Banyak hal dilakukan oleh individu ketika mengalami depresi. Individu akan melakukan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism). Bentuk-bentuk dari mekanisme pertahanan diri menurut Freud (psikoanalisis) ada 15 macam, yaitu penolakan, represi, asketisisme, isolasi, melawan diri sendiri, proyeksi, tawanan altruistik, pembentukan reaksi, penghapusan, introjeksi, identifikasi dengan penyerang, regresi, rasionalisasi, dan sublimasi.
Hal yang paling sering dilakukan individu ketika mengalami depresi adalah penolakan, penghapusan, dan rasionalisasi. Penolakan dilakukan dengan cara memblokade peristiwa-peristiwa yang datang dari luar kesadaran. Penghapusan adalah menghapus pikiran atau perasaan yang tidak mengenakkan. Rasionalisasi adalah pendistorsian kognitif terhadap “kenyataan” dengan tujuan agar kenyataan tersebut tidak lagi memberi kesan menakutkan.
Sebenarnya, apa arti depresi itu sendiri? Depresi dalam batas-batas tertentu berhubungan dengan pilihan-pilihan negatif dan keputusan-keputusan yang menghancurkan diri sendiri. Sering kali orang menyamakan arti depresi dengan stres. Padahal, stres dan depresi mempunyai makna yang berbeda. Stres lebih pada tidak seimbangnya antara sumber stres dan resource, atau tidak seimbangnya tekanan dari lingkungan dengan kemampuan kita untuk menghadapinya.
Depresi merupakan salah satu gangguan afeksi dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Secara umum, orang tidak pernah merasa senang dalam hidup. Aktivitas yang dilakukan setiap harinya tidak bisa memberikan kepuasan pada individu. Segala aktivitas, hobi, dan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari kurang memberikan tantangan serta membuat si individu tidak mengalami kesenangan. Fase ini secara klinis disebut dengan anhedonia atau ahedonia.
2. Distorsi dalam perilaku makan. Ada orang yang makan terlalu banyak ketika mengalami depresi tingkat sedang. Namun, orang yang mengalami depresi tingkat parah tidak mempunyai selera makan.
3. Gangguan tidur, dalam hal ini individu bisa menjadi sulit tidur atau bahkan menjadi lebih banyak tidur.
4. Gangguan dalam tingkat aktivitas normal seseorang. Individu yang mengalami depresi akan cenderung melakukan pekerjaan secara berlebihan atau cepat merasa letih dan lemah.
5. Kurang energi. Individu cenderung mengatakan bahwa dirinya lelah. Hal ini bisa disebabkan oleh proses-proses biologis. Depresi merupakan masalah psikobiologis. Artinya, kehidupan mental dan emosional seseorang mempunyai basis biologis yang kuat.
6. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna. Individu merasa apa yang dilakukannya tidak mempunyai manfaat yang berarti. Hal ini karena individu mempunyai kepercayaan diri yang rendah.
7. Kapasitas yang menurun untuk bisa berpikir dengan jernih serta untuk memecahkan masalah secara efektif. Gejalan lain, yaitu kesulitan untuk memfokuskan perhatian pada sebuah masalah dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dapat mengurangi produktivitas dan mengacaukan rutinitas.
8. Perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung, seperti makan berlebihan sekalipun yang bersangkutan, misalnya, mempunyai masalah kesehatan semacam diabetes, minum-minuman keras, dsb.
9. Mempunyai pikiran ingin bunuh diri. Tentu saja perilaku ingin bunuh diri merupakan tindakan merusak diri secara langsung.
Jika mempunyai lima atau lebih dari tanda-tanda atau gejala tersebut, jelas kalau individu tersebut mempunyai kemungkinan besar mengalami depresi. Hal yang wajar ketika setiap ada masalah tertentu kita merasa tidak bisa menceritakannya pada orang lain. Ada masalah-masalah tertentu yang tidak bisa diceritakan pada orang lain meskipun kita mempunyai sahabat karib sekalipun. Setiap orang mempunyai wilayah privat yang tidak bisa dimasuki orang lain.
Nah, hal ini terkadang membuat kita tertekan. Karena, kita menyimpan masalah sendiri tanpa tahu bagaimana cara mengatasinya. Padahal, kita membutuhkan cara dan sarana untuk mengatasi masalah itu.
Memang, mengungkapkan masalah pada orang lain belum tentu bisa membantu. Namun, ini berguna untuk mengeluarkan beban pikiran. Bercerita pada orang lain dapat membantu kita mengontrol perilaku yang merusak yang kadang tidak kita sadari. Misalnya saja jarang makan, tidak melakukan aktivitas sehari-hari secara teratur, dan lainnya.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan jika tidak bisa bercerita pada orang lain? Menulis merupakan salah satu alternatif pilihan yang dapat kita ambil. Menulis dapat membantu kita untuk mengungkapkan beban dan kegundahan hati tanpa perlu bercerita pada orang lain. Menulis membantu kita untuk memahami lebih jauh apa yang sedang menimpa diri kita.
Mengurai tulisan dapat meningkatkan kesadaran tentang hal-hal tertentu yang tidak atau belum kita sadari sebelumnya. Menulis bisa berarti juga mengungkapkan masalah pada objek lain sebagai pengganti teman atau orang yang kita percayai. Diari merupakan salah satu contoh yang tepat untuk belajar menguraikan masalah. Karena, dengan terbiasa menulis kita dapat belajar berkompromi dan secara mandiri menciptakan ide-ide untuk memecahkan masalah kita.
Jika tidak bisa memecahkan masalah kita tidak perlu berkecil hati. Karena, terkadang ada hal-hal yang tidak perlu kita selesaikan. Terlalu fokus pada masalah dan melupakan hidup yang kita jalani juga bisa menimbulkan masalah baru. Menulis saja sudah membantu kita meluapkan emosi atau peristiwa yang tiba-tiba terungkap kembali (katarsis).
Seiring berjalannya waktu, kita akan semakin terampil dalam memecahkan masalah tanpa melibatkan dan tergantung pada orang lain. Pertimbangan orang lain dibutuhkan jika kita benar-benar tidak bisa menyelesaikannya, atau karena keputusan kita memang memengaruhi orang lain. Kita tidak bisa disebut dewasa jika kita tidak bisa mengambil keputusan sendiri, bukan?
Belajar membuat keputusan atas masalah yang kita hadapi merupakan salah satu proses dalam pengembangan diri menuju ke kedewasaan atau kematangan pribadi. Di sinilah kita dituntut untuk dapat mengambil keputusan yang tepat atas setiap masalah yang kita hadapi. Karena, kita sendirilah yang lebih tahu tentang keadaan diri kita sendiri.[sn]
* Sofa Nurdiyanti adalah mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Suka baca buku cerita, nonton kartun Detective Conan, Bintang, dan tertarik dengan bidang sejarah, arkeologi, bahasa, budaya, dan politik. Tapi, sekarang ia lagi “nyasar” ke bidang psikologi. Nur aktif menulis di “eksis” sebuah wadah jurnalistik Fakultas Psikologi, Sanata Dharma. Ia tengah semangat berlatih untuk menjadi penulis dan trainer. Email: nurrohmah_06@yahoo.com.
0 komentar:
Posting Komentar