Selamat dan Sukses! Itu kata-kata yang ingin saya ucapkan pagi ini kepada seorang teman yang satu hari yang lalu memberikan sebuah kabar baik kepada saya. "Mas....saya sudah putuskan untuk memulai bisnis plastik di Pasar Godean Yogyakarta dan sudah mendapat sebuah ruko dengah harga sewa sebear Rp 4,5 juta setahun," katanya.
Sungguh, saya terkejut dan kaget. Baru beberapa hari yang lalu, teman saya tersebut bercerita akan keinginannya untuk membuka sebuah usaha selain menekuni pekerjaan tetap di sebuah institusi pendidikan.
"Istri saya sudah keluar dari pekerjaannya beberapa minggu yang lalu," katanya. "Saat ini saya bermaksud mencarikan pekerjaan buat istri saya." Ia melanjutkan, "Tetapi, saya juga ingin membuka usaha. Sepertinya, prospeknya jauh lebih bagus untuk mempunyai usaha sendiri. Dengan memiliki usaha, saya akan menjadi majikan bagi diri sendiri. Tidak disuruh-suruh ke sana kemari oleh atasan saya."
Kemudian saya bertanya, sebelumnya istrinya kerja di mana dan orangtua istri kerja apa. Dengan semangat, dia menceritakan latar belakang pekerjaan istri dan latar belakang mertua yang kebetulan adalah pedagang pasar. Saya bilang ke teman saya tersebut, "Wah....bagus....dengan latar belakang pedagang, secara langsung atau tidak langsung...istrimu sudah melakukan pembelajaran bisnis dari orangtuanya sejak kecil. Bagaimana cara mengelola keuangan, bagaimana cara mengelola produk, bagaimana cara membuat calon konsumen bersedia untuk bertransaksi, bagaimana cara menawar harga murah dari supplier, dan sebagainya."
"Iya Mas....saya ingin meminjam dana dari koperasi untuk modal usaha," katanya.
Kemudian kami sempat terlibat dalam diskusi panjang tentang jenis-jenis bisnis apa yang bisa dilakukan bersama istrinya. Mulai dari bisnis yang paling sederhana seperti bisnis rental VCD, bisnis rental komputer, bisnis potong rambut, bisnis sewa mainan anak, sampai bisnis yang membutuhkan modal agak besar seperti sistem franchise bimbingan belajar.
Percakapan yang terjadi minggu lalu yang bagi kebanyakan orang seperti sekadar percakapan untuk menghabiskan waktu, ternyata menjadi riil di minggu ini. Ternyata, teman saya tersebut telah mendapatkan sewa ruko untuk memulai usahahnya di Pasar Godean Yogyakarta. Dan yang terutama dan utama, teman saya tersebut sudah membulatkan tekad untuk memulai bisnis. Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia berhasil memilih jenis bisnis yang mempunyai potensi pasar yang luar biasa. Bisnis berjulanan plastik ....
"Saya ingin menjadi grosir plastik di pasar. Awal pertama, saya akan antar plastik-plastik itu ke berbagai pedagang di pasar. Bisa pedagang makanan, pedagang sayur, pedagang buah, dan pedagang kebutuhan hidup lainnya. Saya mengamati, setiap pembeli pasti diberikan plastik sebagai kantong untuk menaruh barang yang dibelinya. Kemudian, ketika sore hari, saya akan minta sisa plastik yang tidak terpakai dan uang hasil pemakaian plastik oleh para pedagang. Saya juga sudah mengamati, bahwa di Pasar Godean Yogyakarta belum ada grosir plastik. Saya juga sudah membanding-bandingkan harga pembelian plastik eceran di Pasar Godean yang ternyata harganya jauh lebih mahal daripada harga plastik grosiran di pasar lain," papar teman saya tersebut akan rencana bisnisnya.
Kemudian, dia bertanya apakah saya mempunyai kenalan pedagang plastik besar yang bisa memberikan harga diskon. Karena saya tidak mempunyai teman yang pedagang plastik, saya hanya menunjukkan nama, alamat, dan telepon para pedagang plastik besar di buku kuning dari PT Telkom. Saya juga menyarankan untuk mencegat mobil-mobil boks yang men-supply plastik di berbagai toko grosir untuk mendapatkan diskon dari distributor besar. Juga jangan melakukan pembelian sekaligus, tetapi dengan cara melakukan pembelian dalam beberapa paket untuk dapat membandingkan harga dari beberapa toko grosir. Saya sarankan untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar apabila pasar sudah terbentuk dan merasa yakin telah mendapatkan harga paling rendah dan kualitas yang paling baik dari distributor. Dan yang terutama, jangan lupa untuk melakukan pencatatan yang rapi, supaya dapat dijadikan bahan evaluasi untuk mendapatkan harga grosir termurah dan untuk kalkulasi penetapan harga jual.
Perasaan saya ketika mendengar paparan teman saya tersebut sungguh senang luar biasa. Dia ingin merubah hidupnya ke arah yang lebih baik. Dia ingin merasa lebih hidup dengan cara melakukan apa yang dia inginkan dan dia cita-citakan. Dan dia melakukan hal itu dengan apa yang dia miliki. Bakat, talenta, pengalaman masa lalu keluarga dan semangat.
"Saya ingin usaha ini nantinya akan menjadi sumber penghasilan pokok bagi keluarga saya. Sedangkan bekerja seperti sekarang ini lebih sebagai status. Status bahwa saya, sebagai kepala keluarga dan sebagai anggota masyarakat mempunyai pekerjaan yang lumayan terpandang di masyarakat," tambah teman saya tersebut.
Luar biasa…! Luar biasa jalan pikiran teman saya tersebut. Dia berhasil menggabungkan antara semangat, cita-cita, dan action. Teman saya tersebut dapat bekerja sama dengan istrinya untuk memulai bisnisnya. Dan teman saya itu tidak gegabah untuk langsung melepaskan pekerjaannya demi sebuah bisnis yang belum pasti.
“Saya akan keluar dari pekerjaan saya setelah saya merasa yakin bahwa bisnis yang kami geluti telah berjalan lancar. Pekerjaan saat ini, walaupun gajinya tidak terlalu besar, akan tetapi dapat untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarga, seandainya penghasilan dari bisnis belum bisa diharapkan,” imbuhnya. Dan itu merupakan salah satu kunci yang sangat penting bagi keberhasilan suatu bisnis.
Tekad dan semangat teman saya tersebut mengingatkan pengalaman saya empat tahun yang lalu. Tepatnya tahun 2003, ketika saya dan istri memutuskan untuk membuka sebuah sekolah musik. Waktu itu, tidak ada modal yang kami punya selain sebuah organ tua dan sebongkah semangat. Kemudian kami memulai proses berpikir dan berpikir untuk mengubah rencana bisnis menjadi sebuah aksi bisnis yaitu mewujudkan sebuah sekolah musik. Karena nomor rumah kami adalah Jl. Monjali No. 126, Yogyakarta, maka kami menamakan sekolah musik itu DO-RE-LA MUSIC SCHOOL.
Karena keterbatasan dana, maka setiap bulan, kami menambah satu alat musik yang kami beli dari gaji bulanan, mulai dari keyboard di bulan pertama, disusul piano elektrik pada bulan kedua, kemudian gitar elektrik pada bulan ketiga, dan seterusnya. Kemudian, kami mulai buat spanduk dan iklan di harian surat kabar daerah, serta mencetak brosur yang kami bagikan sendiri di berbagai sekolah, mal, gereja, dan tempat keramaian lainnya. Dengan penuh semangat, kami mencoba segala cara yang mungkin kami lakukan untuk mempromosikan sekolah musik kami, baik kepada kerabat, kepada teman-teman lama ataupun kepada tetangga-tetangga kami. Dan pada bulan pertama, bulan kedua, dan bulan ketiga, walau tidak terlalu banyak murid, akan tetapi ada penambahan murid yang cukup menggembirakan. Ketika jalan 6 bulan, jumlah murid yang kami punya sekitar 40 orang.
Kemudian, setelah melakukan beberapa kali evaluasi, akhirnya kami memutuskan untuk mencari partner yang sudah mempunyai brand name (merek) yang kuat untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan cashflow yang lebih cepat. Akhirnya, setelah perjalanan yang cukup panjang, ber-partnerlah kami dengan Purwacaraka Music Studio. Hambatan pertama yang kita temui, selain komunikasi untuk mendapatkan partnership juga masalah modal. Akhirnya, dengan nekat kami pinjam sebagian modal dari orangtua, sebagian modal dari mertua, dan sebagian modal lainnya dari utang di bank. Proses mendapatkan utang di bank juga cukup rumit, termasuk bagaimana kami menyakinkan bank dengan memberikan jaminan gaji bulanan kami dan sertifikat tanah yang kami miliki.
Sedikit demi sedikit, kesalahan demi kesalahan, perbaikan demi perbaikan terus menerus kami lakukan. Akhirnya, setelah perjalanan cukup panjang, empat tahun pertama kami sudah berhasil mempunyai tiga cabang di Yogyakarta dan Solo, dengan melibatkan lebih dari 75 guru dan 25 staf administrasi. Dan yang lebih menggembirakan lagi, kami akan segera membuka satu cabang lagi di Solo. Buat saya, sungguh ini sebuah pencapain yang luar biasa. Dan acungan jempol saya berikan kepada istri tercinta saya, yang tanpa mengenal lelah, dan dengan linangan keringat dan air mata, berhasil membuat semua hal itu terjadi. Kami selalu berpikir positif dan selalu mengingat kata-kata bijak, bisnis konglomeratpun dimulai dari sebuah bisnis yang tidak terlalu besar.
Akhirnya, setelah memasuki bisnis tahun ketiga, istri saya "memaksa" saya untuk keluar dari pekerjaan di Jakarta dan menetap tinggal di Yogyakarta. Meninggalkan sebuah perjalanan panjang karier saya di sebuah konglomerat bisnis dengan omzet tahunan lebih dari Rp2 trilliun. Hikmat yang saya dapatkan adalah adanya kedekatan yang luar biasa dengan istri dan anak-anak, yang jika dinilai dengan uang, sebuah kalkulator 16 digit pun tidak akan cukup untuk menghitungnya.
Akhirnya, Selamat dan Sukses…! Kembali saya ucapkan kepada teman baik saya dengan bisnis plastiknya. Semoga, kesuksesan, kegembiraan dan semangat selalu menyertai perjalanan bisnisnya.[mkbs] * M. Kuncara Budi Santosa, S.E., Akt, M.M., saat ini bekerja sebagai Chief Finance Officer di ICRS-Yogya, sebuah program international, interdisipliner dan interreligius studies di Pascasarjana UGM, yang merupakan konsorsium tiga universitas besar di Yogyakarta, UGM (Universitas Gadjah Mada), UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga dan UKDW (Universitas Duta Wacana Yogyakarta). Karier profesionalnya dimulai sebagai eksternal auditor selama empat tahun dengan posisi terakhir sebagai Supervisor Auditor di sebuah kantor akuntan besar (The Big Four) di Jakarta, yang kemudian dilanjutkan sebagai konsultan keuangan selama dua tahun di divisi yang berbeda. Setelah itu, selama dua tahun menjadi salah satu tim manajemen di perusahaan konglomerat besar, yang pada saat ini pemiliknya berhasil menempati rangking 26 orang terkaya di Indonesia. Kuncara telah mengalami jatuh bangun didalam menekuni berbagai jenis bisnis berskala kecil atau UKM. Di samping menekuni bisnis dan pekerjaan sehari-hari, Kuncara juga menjadi salah satu pembaca setia Pembelajar.com.
0 komentar:
Posting Komentar