toko-delta.blogspot.com

menu

instanx

Sabtu, 08 November 2008

Apa Sih Hidup Itu…?

Oleh: Suryanto Wijaya


Suatu hari di tengah malam, saya terbangun dan mendapati diri saya sedang bertanya kepada diri saya sendiri, sebetulnya hidup ini seperti apa sih? Ada yang mengatakan hidup ini seperti gema, ketika kita mengatakan sesuatu ke alam atau kehidupan “kamu hebat” alam akan mengembalikan kepada kita “kamu hebat”, sebagian orang lagi beranggapan bahwa hidup itu merupakan cermin dari pikiran dan perasaan kita sendiri terhadap diri kita sendiri maupun orang lain. Jika kita berpikir dan merasa bahwa kita adalah mahkluk yang gagal, tidak berguna dan merasakan bahwa hidup ini tidak adil. Maka hidup kita akan selalu menjadi seperti itu.

Agh…nggak tahu juga kenapa saya pusing sekali memikirkan hal itu dan di tengah malam itu juga saya teringat kembali dengan sebuah cerita yang sudah sangat lama sekali saya dengar, tepatnya tiga tahun yang lalu tentang perdebatan dua orang sahabat lama tentang pandangannya terhadap hidup. Kurang lebih begini ceritanya.

Alkisah ada dua orang yang berteman sudah cukup lama. Katakanlah orang yang pertama bernama Otto dan yang kedua bernama Hetto. Suatu ketika mereka bertengkar tentang sesungguhnya hidup itu seperti apa sih? Otto berkata “Hetto temanku, hidup itu asyik kita tinggal pasrahkan saja hidup kita pada Tuhan. Tidak perlu untuk berbuat banyak. Jika Tuhan tidak menghendaki sesuatu terjadi pada kita maka tidak akan terjadi apa-apa pada diri kita. Kita tidak perlu berbuat apa-apa lagi. Segala sesuatunya sudah diatur oleh-Nya”

Hetto tidak sependapat dengan Otto. Ia lalu berkata “Eh... nggak lagi! Hidup itu, sebenarnya kita harus berusaha terlebih dahulu barulah Tuhan memberikan kita berkahnya. Segala sesuatu yang ada di dunia ini haruslah bersifat dua arah saling bekerjasama. Jika Tuhan menghendaki tapi kita tidak berusaha, mana bisa hal itu terjadi? Demikian sebaliknya jika kita berusaha tetapi Tuhan tidak menghendaki, mana mungkin juga hal itu terjadi? Tanpa adanya kebersamaan tujuan dari kita dan Tuhan segala sesuatu tidak akan terjadi dengan baik.”

Otto dan Hetto keduanya sama-sama mempertahankan pendapat mereka sendiri-sendiri. Otto tetap beranggapan bahwa dalam hidup ini segala sesuatunya terjadi secara satu arah. Tidak peduli usaha apa pun yang dilakukan dalam hidupnya, jika Tuhan tidak menghendaki hal itu terjadi, maka hal itu tidak akan terjadi. Hetto berpendapat sebaliknya bahwa dalam hidup ini segala sesuatunya terjadi secara dua arah. Keduanya saling terkait dan tidak terpisahkan serta saling bergantungan.

Karena keduanya saling mempertahankan pendapat mereka dalam hal pandangan mereka tentang hidup itu seperti apa. Maka adu pendapat masih saja terus terjadi dan tanpa terasa waktu pun berlalu dan hari berganti menjadi sore. Hetto pun akhirnya pamit ke rumahnya dan karena mereka berdua adalah teman baik maka meskipun mereka berdua berbeda pendapat tentang hidup itu seperti apa. Otto tetap mengantarkan Hetto ke depan pintu rumahnya.

Pada waktu Hetto pulang ke rumahnya, Hetto seperti biasa berjalan menelusuri jalan setapak yang kecil di mana di sisi kiri dan kanannya ada dua buah sawah yang besar. Jalan setapak itu hanya muat untuk dilewati oleh dua orang saja. Dalam perjalanan pulang Hetto bertemu dengan tukang jeruk keliling. Hetto lalu berpikir “Eh, kayaknya enak tuh itu jeruk tapi sayang nggak bawa duit. Nanti saja deh belinya!”

Karena sudah sore dan keadaan lumayan gelap di mana jalanan tidak begitu keliatan lagi. Tukang jeruk itu pun salah menapakkan kakinya dan terpeleset jatuh. Melihat itu Hetto lalu membantu tukang jeruk itu untuk bangun dan mengambil jeruk-jeruknya yang terjatuh, “Terima kasih, ya, terima kasih!” kata tukang jeruk itu.

“Ya, sama-sama,” kata Hetto.

“Sebagai ucapan terima kasih saya silakan Bapak ambil beberapa jeruk saya...”

“oh…terima kasih” kata Hetto.

Hetto pun pulang dengan gembira. Ia tidak menyangka bahwa ketika dirinya ingin makan jeruk --padahal waktu itu tidak bawa uang—eh, malahan dapat gratis. Pada waktu ia mengingat hal ini, ia teringat pada Otto temannya. Ia berkata dalam hati, “Nah, ini dia nih bukti baru untuk dia, bahwa hidup memang seperti ini.” Lalu dengan cepat Hetto pun mandi, makan, dan pergi kembali ke rumah Otto.

Sesampainya di rumah Otto, Hetto pun dipersilakan masuk. Karena mereka berdua adalah teman baik suasana di rumah Otto seperti tidak terjadi apa-apa. Seperti seolah-olah tidak terjadi perdebatan di siang harinya. Hetto pun membagi jeruknya pada Otto. Sambil mengobrol seperti layaknya teman lama, Hetto lalu berkata “Eh, Otto inget nggak tentang obrolan kita yang tadi siang? Ini bukti baru lho kalo kita harus usaha dulu, baru dapet apa yang kita inginkan. Aku harus menolong tukang jeruk terlebih dahulu, barulah aku bisa mendapatkan jeruk ini!”

“Nah benar kan apa kataku kalau dunia itu seperti ini. Kita harus berbuat terlebih dahulu barulah kita mendapatkan manfaatnya. Ada kerjasama tim.”

Otto dengan tenangnya tetap saja makan jeruk pemberian temannya itu sambil geleng-geleng kepala. “Hetto...Hetto…itu kan menurut kamu! Nah, sekarang coba lihat apa yang perlu saya lakukan untuk bisa mendapatkan jeruk ini? Tidak perlu melakukan apa-apa toh…?! Ini semua sudah diatur oleh-Nya.”

Lalu yang benar yang mana, sih….? Jangan bingung!

We don’t see the world as it is
We see the world as we are
or
as if we conditioned to see it.
Stephen Covey

Tidak ada yang salah dalam dunia ini. Yang salah adalah bagaimana cara Anda memandangnya
Ching Ning Hu

* Suryanto Wijaya : (2005) Dewan Pembina Keluarga Mahasiswa Buddhis Dhammavaddhana Universitas Bina Nusantara, (2004) PemRed Majalah Gema Dhammavaddhana BiNus, Pembelajar Universitas Kehidupan. Suryanto dapat dihubungi melalui Email: CuSenWan200x@yahoo.co

0 komentar:

toko-delta.blogspot.com

Archives

Postingan Populer

linkwithin

Related Posts with Thumbnails

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.