"Dulu, tahun 2006, saya suruh turun dia nggak mau, mbalelo"
Jum'at, 29 Oktober 2010, 12:28 WIB
Elin Yunita Kristanti
BERITA TERKAIT
- Sultan: Belum Ada Pengganti Mbah Maridjan
- Delapan Gunung Api Indonesia Status 'Waspada'
- Letusan Gunung Paling Dahsyat di Dunia
- Warga Diimbau Bertahan di Pengungsian
- AS Bantu US$2 Juta untuk Bencana RI
Keputusannya tak mau meninggalkan Merapi, ia bayar dengan nyawa.
Sultan Hamengkubuwono X mengatakan pihak keraton berkali-kali meminta Mbah Maridjan turun gunung saat Merapi berstatus Awas.
"Dulu tahun 2006 saya suruh turun dia nggak mau, mbalelo, tapi malah dijadikan idola oleh media," kata Sultan di Kantor Gubernur Kepatihan, Yogyakarta, Jumat 29 Oktober 2010.
"Sekarang, Mbah Maridjan meninggal terkena awan panas Merapi dipersoalkan," tambah Sultan.
Jelang erupsi Merapi, Selasa 26 Oktober 2010, kata Sultan, Mbah Maridjan sudah dibujuk langsung oleh Wakapolda DI Yogyakarta.
Tapi, "ini mungkin cara yang diinginkan Mbah Maridjan untuk meninggal dengan melaksanakan tugas sebagai juru kunci," tutup Sultan.
Sultan tak hadir dalam pemakaman abdi dalemnya ini. Namun, ia mengirim putrinya, GKR Pembayun dan sejumlah adiknya ke pemakaman keluarga di Srumen, Glagaharjo, Cangkringan -- masih di kaki Merapi, tempat jasad MbahMaridjan dibaringkan selamanya.
Letusan Merapi 2010 mengakhiri pengabdian Mbah Maridjan. Sang kuncen ikut tewas diterjang wedus gembel. Ia ditemukan dalam posisi bersujud.
Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi sejak 1982, oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
Sebagai kuncen, ia bertugas memimpin upacara tahunan Labuhan -- pemberian sesaji pada Merapi.
Laporan: Fajar Sodiq| Yogyakarta
Masukkan Data-Data Anda Di Bawah! Dapatkan Petuah Sukses Secara Berkala - Selamanya GRATIS! :-)
0 komentar:
Posting Komentar