Pertama, apakah premi dibayar pertahun, lima tahun atau terus seumur hidup? Apa tiga lagi?
Jum'at, 29 Oktober 2010, 06:32 WIB
Arfi Bambani Amri, Mohammad Adam
BERITA TERKAIT
- Asuransi Bencana Mampu Cegah APBN Tekor?
- Demokrat: Asuransi Bencana Bisa Lindungi APBN
- SBY: Relokasi Korban Tsunami dan Merapi
- Presiden SBY Pun Menangis
- Gubernur Perintah Masjid Galang Dana Bencana
"Saya tahu usulan itu pertama dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Memang pernah dilontarkan tapi belum diterima oleh komisi VIII waktu itu. Sekarang nampaknya ide itu sudah muncul dan berkembang di kabinet," kata Harry Azhar dalam perbincangan telepon dengan VIVAnews, Kamis 28 Oktober 2010.
Namun menurutnya tidak semudah itu untuk mengadakan asuransi bencana itu, mesti mempertimbangkan beberapa kriteria-kriteria dasar terlebih dahulu agar lebih jelas bentuknya. Kriteria pertama, soal time frame premi yang dibayarkan APBN itu berapa lama.
"Apakah premi dibayar berdasarkan APBN pertahun, lima tahun, atau terus seumur hidup? Ini harus jelas dulu. Sebab asuransi itu semakin lama time frame-nya maka preminya semakin mahal," kata Harry Azhar.
Kedua, soal jenis perlindungannya. Apakah asuransi isi melindungi orang yang menjadi korban bencana, atau bangunan saja, atau seluruh infrastruktur rusak, atau malah melindungi semua itu?
"Ini menyangkut asset valuation juga. jadi mesti dihitung betul-betul. Termasuk apakah full coverage, atau 80 persen saja, atau berapa yang bisa di-cover dari bencana itu," kata Harry Azhar.
Ketiga, soal penunjukan perusahaan asuransi. Apakah BUMN, perusahaan swasta nasional, atau perusahaan asing. "Ini pun mesti dicermati. Tidak bisa main tunjuk saja, kan harus ada penjelasannya juga kenapa perusahaan ini misalnya," kata Harry Azhar.
Ketiga hal tersebut menurut Harry Azhar penting untuk dirumuskan secara baik. Karena bagaimanapun asuransi bencana itu terkait dengan ekpektasi bencana.
"Jika ada teknologi yang sudah bisa memperkirakan bahwa bakal terjadi bencana di suatu tempat, tentu asuransi akan lebih mahal. Makanya ini juga harus dirumuskan, apakah asuransi (bencana) itu untuk seluruh Indonesia?" kata Harry Azhar.
Lebih jauh, Harry Azhar menghimbau agar wacana asuransi bencana itu dijelaskan dan dirumuskan secara transparan. "Sebab kalau tidak, nanti malah bisa menjadi moral hazard. Tapi pada dasarnya ini ide bagus. Makanya mesti dibicarakan secara transparan. Kalau DPR setuju dengan itu, saya kira itu baik dilakukan," kata Harry Azhar.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi XI Emir Moeis. Emir Moeis menyatakan usulan asuransi bencana mesti dipertimbangkan secara cermat sebelum diwujudkan.
"Usul atau ide itu boleh-boleh saja. Tapi kita harus lihat dulu, harus cermat," kata Emir. "Mesti kita lihat kemungkinan-kemungkinan apa saja yang bisa di-cover dalam bencana itu, preminya seperti apa, mekanismenya bagaimana, dan lain-lain," kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Menteri Keuangan Agus Matrowardojo mengatakan asuransi bencana itu masih dalam wacana. Pemerintah masih terus mempelajari asuransi bencana. Tapi menurut Menteri Keuangan seandainya jadi diwujudkan, pemerintah tidak keberatan kalau preminya dibayar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Preminya bisa dari APBN, yang penting kan prinsipnya seperti asuransi kerugian yang lain, tapi ini namanya asuransi bencana," kata Agus.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Matrowardojo mengatakan Pemerintah masih terus mempelajari asuransi bencana. Tapi menurut Menteri Keuangan seandainya jadi diwujudkan, pemerintah tidak keberatan kalau preminya dibayar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Preminya bisa dari APBN, yang penting kan prinsipnya seperti asuransi kerugian yang lain, tapi ini namanya asuransi bencana," kata Agus.
• VIVAnews Masukkan Data-Data Anda Di Bawah! Dapatkan Petuah Sukses Secara Berkala - Selamanya GRATIS! :-)
0 komentar:
Posting Komentar